Andi Saputra - detikNews
Jakarta Ada-ada saja ulah DPR. Meski sudah studi banding ke luar negeri, ternyata bikin UU saja salah hanya karena alasan teknis tata urutan pasal. Alhasil, Mahkamah Konstitusi (MK) merevisi pasal yang dimaksud.
UU yang dimaksud yaitu pasal 116 ayat 4 UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Dalam pasal tersebut disebutkan sanksi pidana bagi pelanggar pasal 83 tentang perbuatan curang pejabat yang menguntungkan peserta pemilu kada. Tetapi dalam pasal 83 itu berisi pengaturan dana kampanye.
Alhasil, MK pun membatalkan pasal 116 ayat 4 dan merevisi pasal tersebut. "Pokok permohonan beralasan menurut hukum, mengabulkan permohonan pemohon," kata ketua majelis konstitusi, Mahfud MD, saat membacakan putusannya, di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (1/5/2012).
Pasal 116 ayat 4 lengkapnya berbunyi "Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta".
Jika merujuk pasal 116 ayat 4, maka seharusnya pasal tersebut merujuk ke pasal 80. Sehingga Pasal 116 ayat 4 UU 32/2004 tentang Pemda harus dibaca "Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta".
"Frasa 'sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83' tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sebagai dimaksud dalam Pasal 80'," ujar Mahfud.
Seperti diberitakan sebelumnya, Heriyanto memohon pengujian pasal yang salah rujuk itu ke MK. Kesalahan itu, di mata Heriyanto, mengakibatkan tidak bisa menjerat para pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa yang dengan sengaja melakukan pelanggaran pidana dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada).
Aturan itu menyebabkan para pejabat kebal hukum yang melanggar asas persamaan di depan hukum dan prinsip demokrasi. Heriyanto yang sehari-harinya sebagai Tim Asistensi Bawaslu ini mengaku sering mendapat keluhan dari Panwaslu di daerah akibat berlakunya Pasal 116 ayat (4) UU Pemda ini. Menurutnya, pasal itu membuat Panwaslu daerah bingung karena sesungguhnya tindak pidana yang dilarang diatur Pasal 80, bukan Pasal 83 UU Pemda.
(asp/rmd)
No comments:
Post a Comment