### Hal seiring Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Letnan Jenderal TNI (purn) Rais Abin dan Mayor Jenderal TNI (purn) Sukotjo Tjokroatmodjo yang mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 33 ayat 6 UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. ######SELAMAT ATAS TERPILIHNYA KEMBALI BUNG ABRAHAM LUNGGANA ,SH,MH UNTUK MASA JABATAN 2016-2020 HASIL MUNAS IX PEMUDA PANCA MARGA TANGGAL 7-9 AGUSTUS 2016 ####

Sunday, August 20, 2017

Presidium Dewan Rakyat Dayak Kecam Mendagri Soal Monumen Laskar Cina

Red: Muhammad SubarkahREPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Presidium Dewan Rakyat Dayak mengecam tindakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo yang meresmikan monumen perjuangan laskar CIna di Taman Mini. Menurut dia kebijakan itu tidak benar karena menyakiti nurani suku bangsa yang lain. "Kenapa harus monumen laskar Tionghoa, padahal laskar Rakyat Dayak banyak yang berjuang namun tidak pernah di apresiasi bentuk perjuangnanya. Kami mengecam Mendagri yang menganak emaskan etnik tertentu, peresmian monumen Po An Tui Laskar Tiong Hoa jelas menyakiti rakyat Dayak yang lebih banyak membuat laskar untuk membela negeri ini," tegas Ketua Presidium Dewan Rakyat Dayak Bernadus dalam pernnyataanya di Jakarta, (29/2).
Bernadus menambahkan, suku Dayak adalah satu-satu nya suku yang menyatakan sumpah setia kepada Republik Indonesia pada tanggal 17 Desember 1946 dengan tata cara upacara sakral suku dayak di Gedung Agung Istana Presiden Yogyakarta yang di pimpin langsung oleh tokoh Dayak Cilik Riwut. Cilik merupakan anggota tentara nasional Indonesia, penerjun pertama yg dimiliki oleh republik Indonesia asli suku Dayak. Hingga hari ini, kata dia, pengajuan nama Cilik Riwut sebagai pahlawan nasional pun belum mendapatkan hasil. Apalagi membuat monumen sumpah setia rakyat Dayak untuk Bela NKRI, jauh dari impian. "Suku Dayak juga pernah terlibat aktif dalam memadamkan upaya pemberontakan dari etnis Tionghoa yang dikenal dengan peristiwa penyerangan Pangkalan II angkatan udara RI di Sangau Ledo yang dilakukan oleh barisan rakyat," katanya. Menurutnya, pemberontakan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa, menyisakan luka bagi suku dayak yang dikenal peristiwa makuk merah. "Tanah kami tanah Dayak hanya sebagai tempat eksploitasi Sumber Daya Alam saja. Tambang tambang berdiri dimana mana menyisakan kerusakan alam, pemaksaan pembukaan perkebunan dan bahkan tiap tahun rakyat Dayak mendapat kado asap dari pembalak liar yang membuka lahan, tanah kami dijadikan lahan transmigran tanpa minta imbalan," katanya. Bernardus melihat persepsi yang dibentuk agar Dayak tetap menjadi warga kelas dua dan para bandar tetap bisa meng eksploitasi tanah Dayak. Pemerintah pusat seharusnya memberikan perhatian yang lebih kepada rakyat Dayak, karena banyak suara kami saat pemilu yang mendukung pemerintah.

Thursday, August 17, 2017

HUT RI ke 72

Pengantar makanan para pejuang kemerdekaan yang terlupakan

Reporter : Gede Nadi Jaya Merdeka.com - Banyak orang menilai para pahlawan adalah mereka yang berjuang mengangkat senjata melawan penjahat. Seakan tidak dipikirkan mereka yang berjuang di 'balik layar', seperti tukang masak, tukang jahit pakaian atau tenaga medis. Seperti halnya kisah Luh Candra Asih atau akrab disapa Ninik (nenek) Luh Ayu. Wanita renta berumur 94 tahun ini masih ingat betul dalam kerutan di dahinya, kenangan bagaimana saat bangsa Indonesia melawan penjajah Jepang. Nenek ini tinggal di lingkungan Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Buleleng Bali. Di usia yang begitu renta, ia masih kuat berjalan walau harus dipapah.
Bahkan diakuinya pandangan dan pendengaran masih berfungsi walau sudah berkurang. Dijumpai di rumahnya dengan diampingi sang putra, ia menuturkan saat dia berjuang di balik layar kemerdekaan ini. Sayangnya, perjuangan seperti dianggap sebelah mata oleh pemerintah daerah setempat. Bahkan dia tidak terdafar sebagai vetran. Alasannya karena keluarga dinilai cukup mampu, bukan masuk dalam daftar merah atau keluarga kurang mampu. Bagaimana kisahnya? Dalam bahasa Bali dengan terbata-bata, dia menuturkan bahwa saat itu bersama kelompok juru masak lainnya bertugas membawa makanan ke pejuang yang bersembunyi di balik Bukit Buleleng. Kala itu dia masih berumur belasan tahun. Luh Ayu yang saat itu wanita yang terlihat ABG banyak digoda para pejuang saat tiba membawa makanan. "Ingat ninik waktu orang teriak-teriak merdeka sudah umur 20-an tahun. Ninik bawa beras ke posko terus bawa makanan ke pejuang yang perang," kenangnya dengan bahasa Bali. Perjalanan menuju posko membawa beras sepikul adalah sebuah perjalanan yang berat. Dia harus berhati-hati tidak sampai tertangkap penjajah. Belum lagi para begal atau perampok di hutan. Sampai di posko, bersama remaja lainnya menunggu masakan selesai. Setelah itu dengan dikawal dua pejuang, Ayu yang mengaku begitu manis sesuai namanya langsung menyusuri bukit tempat pejuang bersembunyi. "Kalau mau ke Gigit kan ada monumen patung-patung orang perang. Nah di situ para pejuang bergerilya. Banyak pahlawan mati di sana, ninik jalan sampai 17 kilo bawa nasi," akunya. Memang tidak mudah, bagi wanita ini saat masih menginjak usia mudanya, membawa makanan ataupun beras bagi para pejuang yang bersembunyi dari incaran para penjajah. Luh Ayu merupakan satu dari sekian banyak pejuang yang merasakan pahitnya masa-masa penjajahan Jepang, dan merebut kemerdekaan. Diceritakan juga oleh putri kandungnya, Made Mertini yang juga Guru Agama di SMKN 3 Singaraja, bahwa dia mendapatkan banyak cerita tentang perjuangan di zaman penjajahan. "Ibu dulu kalau bawa makanan itu harus disembunyikan di dalam kayu bakar, itu bolak balik mencari pejuang untuk memberikan makan. Saat balik, kayu bakar itu harus dibawa lagi, biar tidak ketahuan tentara penjajah," ujar Mertini yang saat kecil didongengin oleh ibunya tentang perjuangan zaman itu. Suka dan duka terus dialami Luh Ayu semasanya, untuk memberikan makan kepada para pejuang. Sukanya, di mana Luh Ayu mampu membantu para pejuang untuk memberikan tenaga melalui makanan. Sedangkan dukanya jika ketahuan para penjajah, tentu ancaman berat bakal diterima. "Kalau zaman Belanda itu masih mending, tapi kalau zaman Jepang lebih keras, ibu yang mengalami langsung," tutur Mertini. Bahkan sempat dia diiming-imingi untuk memberi racun ke para pejuang. Namun demi kemerdekaan, ia rela makanan dirampas dan dibuang. Kendati saat itu dia mengaku bahwa makanan itu untuk bekal mencari kayu bakar. Namun sayang, perjuangan berat Luh Ayu ini tidak mendapatkan penghargaan apapun, seperti pejuang-pejuang lain yang mendapatkan penghargaan sebagai veteran. "Dulu memang ada pendataan, tapi memang tidak ada yang mengurus," kata Mertini. Dari pihak Kelurahan, kata dia, memang sempat nama Ninik Luh Ayu muncul untuk didaftarkan sebagai Veteran. Namun hingga saat ini masih belum ada pendataan lagi. Sempat terbesit untuk menanyakan, tetapi enggan karena takut dianggap kekurangan dalam hal ekonomi. "Ya sempat dulu sekitar tahun 1980-an itu, tapi memang tidak ada mengajukan lagi. Ya mudah-mudahan nantinya ada lagi dalam pendataan. Kalau tanya-tanya, sungkan," tutup Mertini. [cob]

Wednesday, August 16, 2017

Mengunjungi Veteran Tionghoa di Banjarnegara, Soegeng Budhiarto

Uje Hartono - detikNews Banjarnegara - Memperingati HUT ke-72 Kemerdekaan Republik Indonesia, tak lepas dari mengenang perjuangan para pahlawan. Kisah perjuangan kemerdekaan disampaikan oleh seorang veteran pejuang dari Banjarnegara. Soegeng Boedhiarto namanya. Pria Tionghoa ini kini berusia 88 tahun. Meski begitu ingatannya tentang suasana perjuangan melawan tentara penjajah masih sangat melekat.
Saat ditemui detikcom di kediamannya di Jalan Meyjen Panjaitan nomor 1, Banjarnegara, Kamis (17/8/2017), Soegeng menunjukkan sejumlah surat, catatan, dan foto-foto saat perjuangan yang masih tersimpan rapi. Dia menyimpannya dalam bendel buku. Soegeng menceritakan, sejak usia 17 tahun ia mulai terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Saat itu, veteran berpangkat sersan ini bertugas sebagai mata-mata. Tempat tinggalnya dekat dengan markas Belanda di Purwokerto sehingga membuat Soegeng bisa mendapat informasi dari tentara Belanda. "Kalau ada informasi tentara Belanda akan menyerang daerah tertentu saya langsung menginformasikan kepada anggota lainnya untuk pindah," ujar Soegeng. Di masa saat ini, ia berpesan agar generasi muda untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif. Ia juga mengingatkan agat jangan mudah untuk dipecah belah. Apalagi jika melihat perjuangan merebut kemerdekaan yang dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. "Indonesia tetap kuat jika terus bersatu, untuk itu jangan mudah untuk dipecah belah," pesannya. (sip/sip)