### Hal seiring Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Letnan Jenderal TNI (purn) Rais Abin dan Mayor Jenderal TNI (purn) Sukotjo Tjokroatmodjo yang mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 33 ayat 6 UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. ######SELAMAT ATAS TERPILIHNYA KEMBALI BUNG ABRAHAM LUNGGANA ,SH,MH UNTUK MASA JABATAN 2016-2020 HASIL MUNAS IX PEMUDA PANCA MARGA TANGGAL 7-9 AGUSTUS 2016 ####

Sunday, August 29, 2010

Rakyat Sedang Menunggu Kemarahan SBY


Sabtu, 28/08/2010, 20:25 WIB
Laporan Oleh : novi aji
SIAGA-MARAH: Nota Diplomatik yang dikirimkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Malaysia dinilai tidak menghargai perasaan rakyat Indonesia. Hal itu disampaikan Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, Sabtu (28/8).

"Surat itu kan intinya mengajak damai dalam perundingan 6 September 2010 di Kinabalu. Tapi, sebenarnya bukan itu yang rakyat Indonesia inginkan. Rakyat kan maunya kan dia marah karena Malaysia sudah berkali-kali melecehkan Indonesia. Marah kalau Malaysia ganggu Indonesia," ujar Syahganda.

Kemarahan itu diperlukan agar Malaysia tidak semakin kurang ajar kepada Indonesia. "Apalagi kan dia orang Jawa. Harusnya tahu falsafah ngalah, ngalih, ngamuk. Selama ini kita sudah ngalah, ngalih lalu ngamuknya kapan?" lanjutnya.

Terkait klaim Malaysia yang berada di wilayahnya ketika terjadi insiden perairan Riau, Syahganda menilai hal tersebut mengada-ada.

"Dari jaman Majapahit kita tahu batas wilayah sendiri. Apalagi untuk orang yang sering berada di laut seperti petugas Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Jadi alasan GPS mati ya gak bener. Itu wilayah kita," lanjut mantan aktivis mahasiswa ini.

Puluhan Pemuda Kibarkan Merah Putih di Selat Malaka

Headline News / Polkam / Minggu, 29 Agustus 2010 04:13 WIB

Metrotvnews.com, Kepulauan Riau: Protes terhadap arogansi Malaysia terhadap Indonesia terus merebak di sejumlah daerah. Di Batam, Kepulauan Riau, ratusan pemuda Panca Marga mengibarkan bendera merah putih di Selat Malaka, Sabtu (28/8). Puluhan Pemuda Panca Marga (PPM) ini siap ingin menunjukkan kepada Malaysia, bahwa pemuda Indonesia siap mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aksi ini mendapat pengawalan ketat dari aparat keamanan Polisi Air Kepolisian Daerah Kepri dan Kepolisian Resor Kota Barelang. Dalam pernyataan sikapnya, PPM meminta agar pemerintah Indonesia bersikap tegas terhadap Malaysia. Mereka berpendapat, arogansi Malaysia sudah keterlaluan.(RIZ)

Friday, August 13, 2010

Buka Puasa Bersama Para Veteran dan Perintis Kemerdekaan


Proses Perjuangan dan Diplomasi Sama Pentingnya
Jakarta:Jumat, 13 Agustus 2010, 18:30:51 WIB : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan bahwa setiap memperingati hari kemerdekaan, sepatutnya melakukan refleksi atau perenungan. "Maknanya adalah mengenang, menghayati hari kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta," kata SBY saat berbuka puasa bersama para perintis kemerdekaan, veteran, purnawirawan, wredatama, warakwari pahlawan nasional, dan angkatan 45 di Istana Negara, Jumat (13/8) sore.

Kepala Negara juga menekankan bahwa kemerdekaan Indonesia ini bukan datang dari langit. "Bukan diberikan negara manapun tapi atas perjuangan masyarakat Indonesia dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa," kata Presiden. "Sepatutnya kita semua tidak pernah tidak memperingati hari bersejarah itu," tambahnya.

Menurut SBY, terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya harus diberikan kepada para pendahulu bangsa. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan dan para pendahulunya," ujar SBY. Selain itu, Presiden SBY juga mengingatkan bahwa dalam proses mencapai cita-cita bangsa yaitu bangsa yang berdaulat adil dan makmur, masih diperlukan banyak perjuangan dan harus berkesinambungan.

Oleh karena itu, apabila harus memilih antara proses perjuangan dan diplomasi, keduanya sama pentingnya. "Pertautan antara perjuangan dan diplomasi sama pentingnya, karena kedua hal itulah yang mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan," SBY menjelaskan.

Di akhir sambutannya, Kepala Negara mengingatkan jika ingin mengucapkan dalam satu kalimat tentang nilai besar apa yang telah diwariskan oleh pendahulu dan menjadi bagian tak terpisahkan adalah konsensus dasar yang menjadi pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan, dan Bhineka Tunggal Ika. "Kita tidak boleh mundur dari keempat pilar itu," tandas SBY. (yun)

Sunday, August 08, 2010

Indonesia Bukan Negara Federal


Anggaran disalahgunakan. Izin tambang sembarang, tapi susah dihukum.

Belakangan ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)rajin menyinggung soal pemerintah daerah. Dari soal anggaran yang disalahgunakan hingga soal sejumlah bupati, yang merasa seperti punya kerajaan sendiri.

Hari ini, di depan para gubernur Indonesia di Istana, Bogor, Presiden berkisah, "Saya dapat laporan ada kabupaten yang penggunaan APBD-nya tidak tepat." Presiden mengaku langsung mengajak dialog oknum bupati yang dilaporkan itu.

Dan jawaban si kepala daerah sungguh mengejutkan. Yang terpenting, kata Presiden menirukan jawaban si kepala daerah itu, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu sudah disetujui DPRD. “Ini sangat keliru dan tidak boleh dilakukan,” kata Presiden.

Pengunaan anggaran daerah haruslah patuh pada kebijakan, tatatan dan aturan yang ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika tidak, bisa kacau semuanya. Sampai di sini, pernyataan Presiden itu benar belaka. Sebab pengunaan uang yang “tidak tepat”, bisa jadi langkah permulaan menuju korupsi.

Presiden kemudian melanjutkan- dan ini keluh kesahnya yang masih menjadi perdebatan di negeri ini—bahwa kita tidak mengunakan sistem federal, konfederasi atau sejenisnya, melainkan negara kesatuan.

Bukan kali ini saja presiden berkeluh kesah soal pemerintah daerah. Kamis, 29 Juli 2010, dia mengaku sering menerima laporan yang kurang sedap mengenai penyelenggaran pemerintahan daerah. Dia bahkan mengaku menyaksikan praktek pemerintahan daerah yang “membangkang” terhadap pemerintah pusat.

Walau Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat, tegas SBY, mereka tetap di bawah pemerintahan yang dipimpin presiden. Presiden, katanya, “Adalah pemegang kekuasaan pemerintahan.” Artinya, pejabat daerah haruslah seirama dengan pemerintah pusat.

Presiden lalu memberi contoh bahwa betapa banyak perijinan di daerah yang diberikan tanpa sepengetahuan Presiden. Misalnya, kata SBY, “Perizinan tambang yang banyak sekali. Kemudian pengelolaannya tidak baik, tidak menjalankan best practices, merusak lingkungan dan sejumlah kerugian yang dialami oleh negara."

Walau sebagai Presiden, SBY mengaku tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi menindak kepala daerah yang “ngawur” itu. Menteri tidak baik, katanya, bisa direshuffle. Tapi dia melanjutkan, “ Bagaimana dengan pejabat di daerah, gubernur, bupati, walikota yang lalai tidak menjalankan tugasnya?"

Selama ini, SBY meneruskan, dia hanya bisa menindak pejabat daerah yang terkena kasus hukum. "Kalau ada masalah hukum saya sudah punya pegangan. Seorang pejabat yang ditetapkan sebagai terdakwa diberhentikan sementara, dan sudah pernah saya lakukan," katanya.

Apa yang dikeluhkan Presiden SBY itu sudah lama diramalkan sejumlah pengamat. Pengajar Hukum Administrasi Negara di Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menyatakan keluhan SBY bukan berakar pada perilaku kepala daerah.

Asal muasal dari kekisruhan itu, lanjut Zainal, terletak pada sistem pemerintahan daerah yang tidak selaras dengan negara kesatuan. Bupati dan gubernur dipilih langsung. Sehingga, lanjut Zainal, “Mereka sama-sama merasa memiliki kewenangan yang dimandatkan rakyat."

Posisi para bupati kian kuat lantaran Undang-undang Pemerintahan Daerah meletakkan tumpu otonomi pada daerah tingkat II. Jadilah kaki tangan pemerintah pusat di daerah tinggal gubernur. Seharusnya, lanjut Zainal, “Dipikirkan sebuah mekanisme garis koordinasi yang bisa menjembatani itu."

Soal perizinan yang dilakukan pejabat daerah tanpa sepengetahuan Presiden, sesungguhnya bisa diatasi dengan koherensi peraturan perundang-undangan.
"Jika daerah keberatan, bisa dilakukan mekanisme uji materiil," kata Zainal.

Solusi terbaik usul Zainal, DPR segera merevisi UU Pemerintahan Daerah dengan meletakkan tumpu otonomi pada tingkat provinsi. Dengan begitu, lanjutnya, kebijakan pusat mulus di daerah.

Solusi lain yang juga bisa dilakukan adalah dengan sistem desentralisasi asimetris yang mempertimbangkan lokalitas. Saat ini, kata Zainal, desentralisasi yang dianut adalah sama rata untuk setiap daerah. Padahal daerah punya masalah yang berbeda-beda.

Otonomi sebaiknya dibentuk berjenjang. Misalnya, 5 jenjang. Daerah yang baru mekar ditaruh ditingkat pertama. Kewenangan mereka harus terbatas. Kemudian daerah yang agak maju ditingkat kedua. “Dan begitu seterusnya, “usul Zainal.

Solusi yuridis itu tampaknya harus segera dirumuskan. Dan ini tugas DPR. Daripada sekedar berkeluh kesah, Presiden SBY bisa memulainya dengan memerintahkan Partai Demokrat dan partai koalisi, membahas soal tumpang tindih wewenang ini di Senayan.

Mark-Up Harga dan Ubah Spesifikasi di Daerah Merajalela
KPK: Tujuh Gubernur serta 21 Bupati/Wali Kota Divonis di Pengadilan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus mendorong daerah agar kreatif berinovasi tanpa takut terkena korupsi. Asalkan sesuai dengan prosedur dan undang-undang, inovasi daerah tetap mendapatkan apresiasi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin saat diskusi dan seminar sesi pertama dalam rangka penghargaan Otonomi Awards 2010 di Grand Ballroom The Empire Palace, Surabaya, kemarin (4/8). Seminar bertema Penegakan Hukum Korupsi dan Inovasi Kebijakan di Daerah tersebut diadakan The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).

Jasin menuturkan, selama tetap sejalan dengan mata anggaran, mendapatkan persetujuan DPRD, serta bersifat akuntabel, inovasi daerah tidak menjadi persoalan. "Tak ada yang dipersoalkan bila sesuai dengan jalur," kata alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya itu.

Dia menegaskan, inovasi tersebut tetap harus didorong selama kepala daerah atau pejabat tidak mengambil keuntungan pribadi. "Dalihnya inovasi, tetapi ada keuntungan yang mengalir. Itulah yang harus kami ingatkan dengan penegakan hukum," papar dia.

Menurut dia, mulanya KPK mengingatkan melalui sarana pencegahan korupsi. Namun, bila kepala daerah yang bersangkutan tetap membandel, lembaga antikorupsi itu turun tangan dengan penindakan. Dengan kata lain, KPK akan menyeret koruptor ke sidang di Pengadilan Tipikor.

Jasin membeberkan, selama ini banyak sekali modus korupsi di daerah. Modus itu dipelajari dari banyaknya pejabat yang terjerat kasus korupsi dan ditangani KPK selama ini. Dia mencontohkan, para pejabat daerah sering bermain di arena pengadaan barang dengan mark up (menggelembungkan) harga dan mengubah spesifikasi barang. Modus itu mudah terlacak dan melibatkan banyak pejabat daerah. Bahkan, dia menyebut modus tersebut tidak hanya menggejala dalam praktik pemerintahan daerah, tetapi juga pusat.

Modus lain, terang Jasin, adalah memanfaatkan sisa dana tanpa pertanggungjawaban hingga memanipulasi sisa APBD, perizinan, gratifikasi dari dana BPD penampung anggaran daerah, dan bantuan sosial yang tidak sesuai dengan peruntukan. "Modus-modus seperti itu sudah kami lacak. Mereka (pejabat atau kepala daerah, Red) yang terungkap harus bertanggung jawab," tegas Jasin.

Dia lantas menjelaskan, sejak berdiri pada 27 Desember 2003, hingga kini KPK menyeret tujuh gubernur serta 21 bupati/wali kota ke pengadilan dan penjara karena terlibat dalam kasus korupsi. "Yang perlu dicatat, setiap upaya kami terbukti di pengadilan," ucap dia. Dengan kata lain, gubernur dan bupati/wali kota yang terjerat kasus korupsi divonis penjara oleh pengadilan.

Jasin menyatakan, KPK tidak selalu menerapkan langkah penindakan. Selama ini, KPK juga mendorong daerah memiliki inisiatif antikorupsi. Hal itu dilakukan, salah satunya, dengan survei integritas secara periodik. "Kami juga melakukan sejumlah studi penilaian terhadap daerah. Ada juga studi pengadaan publik secara elektronik," imbuh dia.

Anggota VI BPK Rizal Djalil, yang juga menjadi pembicara dalam seminar itu, mengungkapkan adanya modus baru korupsi di daerah. Bentuknya adalah penyalahgunaan APBD dengan modus investasi. Salah satu yang mengemuka adalah kasus penyelewengan di Kabupaten Kutai Timur. "Sebanyak Rp 70 miliar dana daerah diinvestasikan kepada lembaga keuangan yang tidak prudent," terang mantan anggota komisi anggaran DPR tersebut.

Menurut Rizal, investasi sebenarnya merupakan langkah kreatif untuk mendapatkan dana daerah. Tetapi, yang kerap menjadi persoalan, jalur yang ditempuh tidak prosedural. Salah satunya, mengabaikan persetujuan DPRD. "Investasi macam itu baik saja. Asal, tolok ukurnya jelas," katanya.

Dia melanjutkan, modus lain yang kerap tercium penegak hukum adalah penggelembungan anggaran dalam pelaksanaan program. "Yang itu juga kerap terjadi di sejumlah daerah," beber dia. Yang paling parah, tambah dia, penggelembungan tersebut terjadi dalam pelaksanaan proyek pembangunan gedung oleh daerah. "Kami kerap menemukan uang habis, tapi kantor yang dibangun tidak ada," lanjutnya.

Selama ini, terang dia, BPK selalu mendorong daerah membikin laporan pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Laporan BPK per 30 Juni 2010 menyebutkan, sudah 74 persen daerah meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan masing-masing. "Tetapi, yang perlu dicatat, meski laporan keuangan baik, belum tentu tidak ada korupsi," ucapnya.

BPK juga kerap menemukan inovasi yang dilakukan oleh kepala daerah menjelang pilkada (pemilihan kepala daerah). Langkah itu bertujuan menggaet respons masyarakat bila kepala daerah yang bersangkutan mencalonkan diri lagi.

Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo memiliki perspektif lain soal penyebab rendahnya inovasi daerah. Disinkronisasi regulasi pemerintah pusat membuat banyak kabupaten dan kota ragu menuangkan inovasi. Mereka tidak mau mengambil risiko. "Ada kekhawatiran dana sosial dikucurkan sebagai hibah. Padahal, hibah murni untuk masyarakat yang sangat miskin," ungkapnya.

Menurut Soekarwo, kata hibah dari segi gramatika sebenarnya terputus. Begitu pula yang diatur Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah. Mantan Sekdaprov Jatim itu sudah mengusulkan kepada instansi terkait soal hibah untuk masyakat yang sangat miskin. Menurut dia, seharusnya ada diskresi. "Saya sudah ketemu kepala kejaksaan tinggi dan ketua pengadilan tinggi (Jatim, Red). Kuncinya tetap ada di pusat," terang Soekarwo.

Dia menyatakan tidak bisa bertindak ketika BPK mempermasalahkan laporan hasil penggunaan (LHP) hibah tersebut dalam APBD. Sebab, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan mengharuskan pencatatan melalui belanja modal, bukan barang dan jasa. "Saya bukan Mendagri yang bisa langsung take over. Peran saya hanya mendorong," ujar Soekarwo.

Pada sesi pertama, seminar tersebut menghadirkan empat narasumber. Yakni, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana, Staf Ahli Kapolri Chairul Huda, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim M. Farela, serta Direktur Investigasi Instansi Pemerintah BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) M. Yusuf. Saat itu juga terungkap dorongan agar daerah menerapkan inovasi.

Denny menuturkan, para pejabat daerah tidak perlu takut berinovasi. "Selama tidak ada keuntungan (untuk kepentingan pribadi, Red), tidak ada diskon pembelian perumahan, atau kickback dalam bentuk apa pun, saya kira inovasi mempercepat kemajuan daerah," kata sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu.

Menurut dia, garis demarkasi antara inovasi dan korupsi adalah persoalan meraih keuntungan pribadi. Pria yang juga menjabat sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum itu berharap aparat bertindak sangat hati-hati dalam menegakkan hukum untuk melawan korupsi. "Jangan sampai penegak hukum kemudian mengorupsi inovasi mereka (pejabat atau kepala daerah, Red) meski tidak ada keuntungan pribadi yang mengalir ke kantong mereka," ujarnya.

Vivanews dan Jawapos

Monday, August 02, 2010

Pemerintah Pusat Kurang Perhatian Terhadap Entikong




Entikong, Sanggau (ANTARA)-VIVANEWS
Antara - Selasa, 3 Agustus

- Kawasan perbatasan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, masih kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat, sehingga dapat memicu terjadi kesenjangan sosial dan memudarnya semangat nasionalisme masyarakat yang ada di wilayah perbatasan.

"Ke depan kita berharap pemerintah pusat dan provinsi memfokus perencanaan pembangunan pada kawasan perbatasan Entikong," kata seorang tokoh pemuda perbatasa, Marno di Entikong, Senin.

Lebih lanjut ia mengatakan dengan adanya perhatian dari pemerintah pusat dan provinsi dapat memperkecil kesenjangan sosial dan memperkuat semangat nasionalisme masyarakat.

"Pemerintah pusat dan provinsi mesti mendukung upaya pemerintah kabupaten Sanggau dalam membangun perbatasan," ujar dia. Karena kewenangan membangun perbatasan sepenuhnya ada pada pemerintah pusat.

Menurut Marno keberadaan perbatasan Indonesia - Malaysia di Entikong mesti lebih diperhatikan lagi baik di dalam melakukan penataan maupun melengkapi berbagai fasilitas dan sarana.

Sehingga bisa mempercepat pergerakan perekonomian masyarakat di kawasan perbatasan tersebut.

Marno juga mengemukakan pembangunan wilayah perbatasan sebagai upaya memperkuat pertahanan dan keamanan.

Daerah perbatasan, sangat rentan sekali terhadap gangguan pihak luar seperti seringkali kita mendengar pergeseran tapal batas. Maka dari itu, pembangunan perbatasan menjadi skala prioritas, katanya.

Hal senada juga di sampaikan oleh Camat Entikong, Ignatius Irianto bahwa kewenangan pusat sepenuhnya untuk mengembangkan wilayah perbatasan.

Namun demikian pemerintah kabupaten atau provinsi sendiri tidak mungkin lepas tangan. "Kita kerap menyampaikan keluhan maupun aspirasi dari masyarakat perbatasan kepada pejabat yang berkunjung, namun sampai sekarang belum ada yang betul-betul terwujud," katanya.