Sunday, December 27, 2015
Beli saham Freeport, gubernur Papua ajak Jokowi kerja sama
Reporter : Moch Wahyudi
Merdeka.com - Pemerintah Provinsi Papua menyatakan berminat memiliki 10,64 persen saham divestasi PT Freeport Indonesia. Untuk itu, mereka siap bekerja sama dengan pemerintah pusat.
Gubernur Papua Lukas Enembe mengungkapkan, kepemilikan saham merupan satu dari sebelas tuntutan pihaknya kepada Freeport. Tuntutan tersebut disampaikan pada saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami dulu ada 17 item yang kemudian diakomodir Presiden ada 11, salah satunya adalah permintaan saham," katanya seperti diberitakan Antara, Minggu (27/12).
Dia meyakini kepemilikan pemda atas saham di perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu bakal menjamin kesejahteraan rakyat Papua. Sayangnya, Lukas mengakui tak punya cukup modal untuk membeli sisa saham divestasi tersebut.
"Mekanisme pembayarannya seperti apa? Ini bagaimana bisa kami dapat karena itu biayanya besar. Kami tak punya uang, tapi kalau melibatkan pihak ketiga akan berdampak tidak bagus bagi kami. Pengalaman Newmont sudah ada. Jadi yang terbaik itu yang kami minta," katanya.
"Kami juga harus lihat model Blok Mahakam, pemerintah daerah dan pemerintah pusat, kenapa tidak cari seperti itu untuk di Freeport."
Untuk itu, Lukas mengaku telah membentuk tim, "Mencari jalan terbaik bagi Papua sehingga paling tidak pemerintah dan masyarakat Papua bisa mendapatkan itu dengan cara yang lebih mudah."
Friday, December 25, 2015
Panglima TNI: Negara Indonesia Telah Rusak Oleh Politikus Busuk Yang menjual Negara
Diliput oleh Edwinsyah Edwinsyah
Pada hari Minggu, 13 Desember 2015 jam 11:59 WIB
Harian Umum - Dalam Seminar Bela Negara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan Negara Indonesia saat ini sudah rusak dan dikelilingi oleh para politikus busuk yang dikendalikan negara asing. Para politikus tersebut telah menodai semangat nasionalisme di Indonesia.
"Ancaman politisi dari dalam negeri jauh lebih berbahaya dari pada ancaman langsung dari negara asing". ujar Gatot dalam seminar nasional bela negara di Hotel Sheraton Makassar, Sabtu 12/12/2015.
Ia menjelaskan para politikus dapat merusak tatanan negara dari dalam dan itulah yang dimanfaatkan pihak asing. Mereka mengendalikan orang-orang penting di negara ini untuk merusak Indonesia. Oleh karena itu, kesadaran Ikatan Almuni Resimen Mahasiswa Indonesia (IARMI) Sulawesi Selatan mempelopori semangat bela negara Indonesia sangat diapresiasi Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Gatot Nurmantyo menilai masyarakat Indonesia tidak lagi memiliki budaya sopan santun dan budaya malu seperti yang telah diwariskan turun temurun seperti dahulu.
Budaya Timur yang saling menghargai dan menghormati diganti dengan budaya baru yang sangat berbeda.
Masyarakat Indonesia saat ini memiliki budaya yang berbeda, mereka lebih suka marah-marah, parahnya itu semua dipelopori oleh politikus yang dikendalikan dari luar oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
(edw/bhi)
Topik
Panglima TNI
Politisi
Resimen Mahasiswa
Lokasi
Indonesia
Sumber
www.harianumum.com
Sungguh Terlalu! Veteran Ini Dimintai Rp 50 Ribu Agar E-KTP-nya Cepat Jadi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNJATENG.COM, PATI - Hendak mengambil e-KTP di Kantor Kecamatan Kota, Pati, seorang anggota veteran, Soendoyo (79) malah dimintai uang Rp 50 ribu.
Seorang oknum petugas kantor kecamatan memintai uang Soendoyo sebagai syarat agar e-KTPnya cepat rampung.
"Saya ngurus e-KTP untuk melengkapi syarat tunjangan veteran. Tapi malah dipersulit. Petugas kecamatan mengatakan kalau ingin cepat harus membayar uang administrasi Rp 50 ribu," kata pria yang bertempat tinggal di Gembleb Pati, Selasa (22/12/2015).
Seorang petugas kecamatan, kata dia, menawarkan jika ingin cepat, ada uang administrasi tambahan. Namun jika tidak, akan memakan waktu sebulan.
Padahal, sebelumnya, ia sudah beberapa kali pulang pergi dari rumahnya ke kantor kecamatan untuk mengecek tanda identitas penduduknya itu sudah selesai atau belum.
Merasa tak sesuai prosedur, pria paroh baya yang pernah berjuang melawan penjajah di Aceh dan Irian itu pun enggan membayar sejumlah uang itu. Padahal, ia sangat membutuhkan e-KTP dalam waktu dekat.
Pejuang Operasi Seroja Timor-Timur pada 1975 itu pun sempat memarahi petugas. Setelah itu baru petugas memberikan e-KTPnya yang ternyata sudah jadi.
"Saya tahu itu ilegal dan tidak sesuai dengan aturan. Setelah saya marah-marah, baru e-KTP diberikan. Harusnya jangan begitu," tandasnya.
Menurutnya, Rp 50 ribu memang nominal kecil. Meskipun demikian, hal tersebut jangan dijadikan budaya. Aksi marah-marahnya pun, kata dia sebagai pembelajaran bagi petugas.
"Kalau saya mau kasih Rp 50 ribu, ya pasti e-KTPnya diberikan. Namun, saya tidak mau. Jika dibiarkan terus, kasihan warga lain yang punya penghasilan pas-pasan. Tak bisa dibiarkan," tandasnya.
Penarikan tambahan uang administrasi itu, imbuhnya, sering dijumpai pada warga lain yang juga akan mengambil e-KTP secara ekspres.
"Saatnya revolusi mental. Itulah yang dikoarkan Pak Jokowi," ujarnya.(*)
Tuesday, December 22, 2015
Nasib pilu puluhan ibu penghuni panti jompo di hari istimewa
Reporter : Irwanto
Merdeka.com - Di Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember ini, semestinya menjadi momentum kebahagiaan para ibu dengan ucapan selamat, doa, hingga kado terindah dari anak atau suami mereka. Namun, tak semua ibu merasakan kebahagiaan itu.
Demikian dialami 32 wanita-wanita tua penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang atau kerap disebut panti jompo. Seperti hari-hari biasanya, mereka tetap beraktivitas normal. Tak ada kata istimewa.
Momen istimewa tersebut terasa berlalu begitu saja bagi ibu-ibu renta itu. Mayoritas dari mereka yang ada di sana hanya terlihat duduk, bersenda gurau sesama penghuni panti, ada juga sibuk melakukan kerajinan tangan.
Sama sekali tidak ada pihak keluarga mereka yang membesuk. Misnawati (70), salah seorang dari wanita renta yang tidak mendapat kunjungan dari keluarga karena memang tidak memiliki keluarga kandung di Palembang. Perempuan yang sudah tujuh bulan berada di panti jompo itu hidup sebatang kara.
Sambil terbata-bata, Misna panggilan akrabnya mengatakan, ke empat anaknya sudah meninggal dunia. Begitu juga dengan suaminya terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta.
"Biasanya ada yang mengunjungi, tapi jarang. Karena keluarga jauh," ungkap Misna kepada merdeka.com, Selasa (22/12).
Rusminah (99), penghuni lain mengaku tidak mendapat kunjungan keluarga bukan karena tidak memiliki keluarga. Namun, sanak saudaranya tinggal di Pulau Jawa. Alhasil, Rusminah setiap harinya hanya menjalani kehidupan sebatang kara di Palembang.
Meski demikian, Rusminah tetap bisa tertawa dan bercanda. Rusmina merupakan salah satu perempuan yang ikut serta melawan penjajah dari Belanda dan Jepang. Bermodalkan bambu runcing, Rusminah sudah beberapa kali berhasil membunuh penjajah dengan tangannya sendiri. Dia juga pernah secara terpaksa menjadi babu dari penjajah karena ditahan oleh para kompeni.
"Kehidupan sekarang sebenarnya jauh lebih enak ketimbang pada zaman saya dulu," kata dia.
Cek Da (69) mengaku juga sudah sebatang kara di Palembang karena sudah ditinggal suami pergi menghadap Sang Pencipta. Sayang, selama menjalin hubungan rumah tangga, dirinya tidak dikaruniai anak sehingga di usia senja sama sekali tidak memiliki keluarga.
"Ada keponakan atau adik di Palembang. Mereka sibuk juga, jarang besuk," tukasnya
Saturday, December 19, 2015
Pengamat : Jakarta Butuh Pemimpin Mapan Secara Emosional
Alfian Risfil Auton,
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ibu Kota Jakarta sedang mencari tokoh muda mapan yang berpengaruh dan mampu membawa Jakarta ke arah yang lebih baik pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017.
Beberapa calon gubernur DKI periode 2017-2022 mulai disebut-sebut potensial untuk dorong menjadi calon kuat Pilkada DKI. Salah satunya adalah politisi Gerindra, Mohamad Taufik, Sanusi, Sandiaga Uno, Haji Lulung, Ridwan Kamil dan lain-lain.
Demikian disampaikan pengamat politik, Emrus Sihombing dalam sebuah diskusi bertajuk; 'Mencari Tokoh Mudah Mapan yang Berpengaruh untuk Jakarta Lebih Baik,' di Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Menurut Emrus, mencari figur muda yang mapan secara ekonomi itu penting. Tapi jauh lebih penting lagi adalah figur pemimpin yang mapan secara emosional.
Pemimpin ideal, kata dia, adalah dia yang dalam kepemimpinannya tidak menimbulkan kegaduhan. Tetapi bisa memengaruhi masyarakat tanpa paksaan apapun.
Karena itu, lanjut dia, pemimpin yang akan berhasil di Pilkada DKI 2017 adalah dia yang mampu meyakinkan masyarakat Jakarta bahwa dia mampu mewujudkan harapan itu.
Lanjutnya, ada dua kriteria pemimpin yang saat ini paling disukai adalah orang yang mampu memengaruhi masyarakatnya tanpa memaksa.
Dalam diskusi ini tampak ketua Komunitas Peduli Jakarta, Iedfil Jaya Anwar Katua Dimensi Center, Ferry Iswan, Wakil Ketua Umum KNPI, Rifky Eki Pitung dan beberapa pimpinan komunitas Jakarta. (Icl)
Saturday, December 12, 2015
Ketum : Mohon Doa Restu Ingin Merubah Nama PPM
BERITA PPM : Dalam akhir pidato H. Abraham Lunggana ( H.Lulung ) dihadapan hadirin undangan Kastaf AD "Acara Silaturahmi Kepala Staf Angkatan Darat Dengan Keluarga Besar TNI" (Senin, 7/12/2015) bahwa pada bulan Januari 2016 akan menyelenggarakan Munas IX PPM di Jakarta, salah satu agendanya adalah ingin merubah nama Pemuda Panca Marga (PPM)dengan tidak merubah garis historisnya. Dalam sambutannya H Lulung menyampaikan tentang dampak reformasikarena reformasi memiliki agenda : 1. Melemahkan kekuatan ABRI dari kancah politik diantaranya mengeluarkan Fraksi ABRI dari parlemen dan sebagai pintu masuknya adalah mengusulkan berhentinya Suharto sebagai Presiden, ke 2 adalah menghancurkan cita-cita proklamasi, sebagaimana telah disampaikan Bapak mantan Wapres Tri Sutrisno yang telah menyampaikan pandangannya bahwa kita harus kembali ke Undang-Undang Dasar 45.
Thema silaturahmi : "Melalui Silaturahmi Keluarga Besar TNI, Kita Tingkatkan Soliditas dan Kesamaan Visi Guna Mengatasi Permasalahan Bangsa Dalam Rangka Mewujudkan Keutuhan NKRI". Selain itu dalam acara itu hadir dan memberikan pembekalan sesuai susunan acara : 1. Jend TNI (Purn) Tri Sutrisno, 2. Ketua Umum LVRI Ayahda Letjen TNI (Pur) Rais Abin, 3. Ketua Umum PEPABRI Ayahda Letjen TNI (Purn) Agum Gumelar, 4. Ketua Umum PPAD Ayahda Letjen TNI (Purn) Soeryadi, 5. Ketua Umum FKPPI Bung Ponco Sutowo, 6. Ketua Umum PPM Bung H.Lulung ( MEKOBAS )
Komandan Kopassus pilih bawa rokok daripada 100 peluru saat perang
Reporter : Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Para veteran Kopassus memperingati 40 tahun penerjunan Dili 7 Desember 1975. Tak cuma heroik, banyak kisah menarik dalam misi penyerbuan lintas udara terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Salah satunya adalah cerita Komandan Nanggala V/Kopasandha Letkol Inf Soegito. Soegito dan pasukannya ditugaskan untuk merebut tiga sasaran penting: Bandara Dili, pelabuhan dan pusat pemerintahan.
Pasukan Kopasandha (kini Kopassus) dilengkap dengan parasut utama T-10 dan senapan serbu AK-47. Setiap orang menerima 750 butir peluru kaliber 7,62 mm. Mereka juga membawa dua buah granat, ransum tempur untuk tiga hari. Para personel juga membawa ransel berisi baju loreng, baju kaos, sepatu lapangan dan topi rimba.
Letkol Soegito membawa senapan AK-47 dengan popor lipat. Dia sempat ditawari untuk membawa Uzi, namun ditolak. Alasannya Soegito tak familiar dengan senjata buatan Israel itu.
"Karena perokok berat, Soegito memilih meninggalkan 100 butir peluru dan menggantinya dengan empat slof rokok Gudang Garam!" demikian ditulis dalam buku Hari H 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis yang disunting Atmadji Sumarkidjo.
Dalam buku terbitan Kata Penerbit ini dituliskan Kopasandha merupakan pasukan Stoottroepen atau pasukan pemukul yang hanya bertugas merebut sejumlah sasaran penting. Karena itu tak ada bantuan senjata berat. Setiap regu hanya dilengkapi senapan mesin dan mortir untuk bantuan tembakan.
Lalu bagaimana kalau ternyata pertempuran di Dili berlangsung lebih dari tiga hari?
Mayjen Benny Moerdani hanya berucap dengan dingin. "Makanan, air, senjata dan peluru ada pada musuh. Rebut dari mereka!"
Pagi hari 7 Desember 1975, pasukan Nanggala diterjunkan di atas Dili. Sejak terjun mereka sudah ditembaki dari bawah. Lewat pertempuran sengit, kota Dili jatuh ke tangan pasukan Indonesia. Namun 19 prajurit terbaik Korps Baret Merah itu gugur dalam tembak menembak.
[ian]
Saturday, December 05, 2015
Lulung Janji Tak Akan Coreng Nama Keluarga
WAWANCARA KHUSUS : Ranny Virginia Utami & Bragus Widjanarko, CNN Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia -- Keluarga menjadi pilar utama bagi Abraham Lunggana atau yang akrab disapa Lulung. Wakil Ketua DPRD DKI itu mengaku sudah berjanji kepada keluarga besarnya tidak akan membuat nama besar mereka tercoreng. Hal ini dilontarkannya menanggapi banyaknya opini-opini miring soal dirinya baik di media massa atau media sosial.
Secara khusus Lulung berpesan soal persoalan-persoalan hukum yang berkembang. Ia menganggap media banyak melakukan opini-opini yang menyudutkan dirinya. “Saya diadili di depan publik oleh beberapa media-media swasta,” kata Lulung.
Lulung tak ambil pusing menanggapi hal itu. Ia masih melihat bahwa ke depan pemberitaan media bakal menjadi baik. Alasannya sebagai lembaga penyiaran publik, media menurutnya harus sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ia masih percaya dengan marwah awal media yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lihat juga:
Masalah Jakarta dari Kacamata Haji Lulung
Diam tak berarti tidak melakukan apa-apa. Lelaki yang pernah menguasai jurus golok yang bisa menghilang ketika dipegang ini sengaja mengacu bahwa ke depan yang benar mengalahkan yang salah. “Ada juga yang mempelesetkan saya di Twitter. Ada cuit 'Nanti lu di penjara, élu bilang ini musibah',” kata dia.
Lulung sengaja mengedepankan permufakatan. Ia sudah mengikhlaskan dan memaafkan pihak-pihak yang sudah mencoreng nama baiknya. Menurutnya, sebelum memojokkan pihak atau orang sebelum dianggap salah adalah sebuah kebodohan.
Salah satu contoh pengadilan publik yang dianggap Lulung mengadili dirinya adalah dalam perkara dugaan korupsi Uniterruptible Power Supply (UPS). Publik kata dia dalam hal ini sudah menjatuhkan vonis bahwa dirinya bersalah. “Padahal pembuktian di pengadilan belum mendakwa bahwa Haji Lulung dinyatakan bersalah,” katanya.
Lihat juga:
Lulung: Publik Lupa Janji-janji Ahok
Sudah beberapa kali Badan Reserse dan Kriminal Polri memanggil Lulung. Ia menganggap sebagai warga taat hukum akan selalu mengedepankan hukum. Ini dilakukannya untuk mencontohkan pencegahan tindakan pidana korupsi.
Fulus berlimpah dan nama besar saja belum cukup bagi Lulung. Lelaki yang besar di Tanah Abang ini ingin berkontribusi bagi wilayah yang telah membesarkan dirinya tersebut. “Saya mempunyai konsep investasi lingkungan yakni mensinergikan potensi lingkungan dan keuangan di Tanah Abang,” kata pria yang mengawali bisnisnya dengan mengais sampah bal-balan bekas kain saat duduk di kelas 3 SMP ini. (sip)
Saturday, September 19, 2015
Peristiwa 65 dalam Rekaman Dokumen Intelijen CIA (1)
Dokumen CIA dan Tragedi 1965
Sandy Indra Pratama, CNN Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia -- Rabu lalu, Badan Intelijen Amerika Serikat membuka dokumen soal banyak hal yang terjadi di dunia pada rentang periode 1961 hingga 1969. Dalam situs resminya, CIA mendedahkan laporan dan analisis mereka mengenai apa yang terjadi dan patut di waspadai oleh pemerintah Amerika Serikat.
Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia pada dokumen yang dirilis dalam situs berita CIA, tanggal 1 Oktober 1965, dipaparkan telah terjadi penculikan terhadap enam jenderal petinggi angkatan darat, termasuk Jenderal Ahmad Yani.
“Kondisi yang terjadi cukup membingungkan, semua dalam posisi yang meragukan,” bunyi dokumen yang mereka sebut sebagai “Brifeing Harian untuk Presiden”.
Masih menurut dokumen CIA itu, Mayor Jenderal Soeharto memimpin upaya kontra kudeta, beberapa jam setelah insiden penculikan diketahui. Seoharto disebut telah menguasai jaringan radio di Jakarta.
Meski cukup terperinci, namun dokumen yang didedahkan CIA tidak komplit. Sebab dalam penelusuran ada beberapa alinea yang sengaja tak dipublikasikan. Segmen peristiwa 1965 ini, sebenarnya satu bagian dari banyak laporan dan pantauan intelijen Amerika Serikat dari berbagai penjuru dunia.
Lihat juga :
Nama Kolonel Untung, Peristiwa 65 dalam Dokumen CIA (2)
Menariknya, dalam akhir laporan CIA pada tanggal 1 Oktober 1965, badan telik sandi itu menganalisis soal belum pastinya reaksi dari kalangan komunis di Indonesia. “Satu laporan mengatakan partai komunis di Indonesia sudah bersiap untuk bentrok dalam beberapa hari ke depan, sedangkan tentara mencari jalan untuk terus mereduksi kekuatan komunis di daerah, ” ujar laporan tertulis CIA itu.
Kondisi Indonesia, menurut analisis CIA yang dituangkan dalam laporannya, sangat bergantung kepada kesehatan Soekarno. “Apabila ia meninggal, perang sipil bisa diprediksikan terjadi di Indonesia, atau kemungkinan lainnya adalah daerah-daerah di luar Pulau Jawa bakal melepaskan diri dari dominasi Jawa,” ujar laporan tersebut.
Tahun ini persis setengah abad peringatan terjadinya tragedi 1965. Rabu lalu, Badan intelijen Amerika Serikat membuka kepada publik memo intelijen yang disampaikan kepada presiden mereka dalam kurun waktu 1961-1969.
Lihat juga:
Cerita Soal Soekarno, Soeharto dan Penilaian CIA (3)
Ikuti diskusi dan kirim pendapat anda melalui form di bawah ini atau klik di sini
(sip)
Baca juga :
--Dokumen CIA dan Tragedi 1965
Dokumen CIA yang Memotret Aksi Antikomunis di Ibu Kota (4)
----- CIA Merekam Relasi Soekarno dan Militer yang Kian Rucing (5)
Saturday, September 05, 2015
Pesawat Tempur Singapura Kerap Latihan di Ruang Udara RI
Elza Astari Retaduari - detikNews
Jakarta - Wilayah udara Indonesia ternyata sering dijadikan daerah latihan oleh pesawat tempur Singapura. Itu terjadi di utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Bukan hanya dengan Malaysia saja Indonesia harus bermasalah terkait pelanggaran batas wilayah. Diketahui, Singapura sering melakukan latihan pesawat tempurnya di ruang udara yang berada di Kepulauan Riau.
"Ya betul, itu terjadi di utara Pulau Bintan," ujar Komandan Lanud Tanjungpinang Letkol Pnb I Ketut Wahyu Wijaya saat dikonfirmasi, Sabtu (5/9/2015).
Sebenarnya ini berkaitan dengan perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang Military Training Areas (MTA). MTA merupakan wilayah udara Indonesia yang diperkenankan untuk latihan udara Singapura karena mereka tidak memiliki wilayah udara untuk latihan.
Menurut Ketut, perjanjian tersebut diatur dalam agreement between the goverment of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore on Military Training in Areas 1 and 2. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Jenderal TNI (Purn) Edi Sudrajat yang kala itu menjabat sebagai Menhankam dan Menhan Singapura saat itu Tony Tan. Kemudian perjanjian tersebut disahkan melalui Keppres No.8/1996.
"Itu mengatur soal MTA 1 yang ada di atas Sumatera dan MTA 2 di utara Pulau Bintan. Tapi perjanjian itu sudah habis pada 2001 karena waktunya hanya 5 tahun. Mereka nggak punya ruang udara untuk latihan akhirnya sign perjanjian itu," kata Ketut.
Selama bertahun-tahun, Singapura Airforce mengadakan latihan tempur pesawat udaranya di wilayah Indonesia dan bahkan hingga perjanjian habis, Singapura masih tetap melakukannya. Wilayah MTA 1 ini dipatok dari sebelah barat daya Singapura hingga Tanjung Pinang, Kepri, termasuk di utara Pulau Bintan.
Sementara MTA 2 yang berada di sebelah barat, membentang dari sisi timur Singapura hingga Kepulauan Natuna. Untuk wilayah yang berada dalam yuridiksi kepemimpinan Ketut adalah di MTA 1. Dari perjanjian sebenarnya Singapura juga memberikan timbal balik untuk Indonesia.
"Tapi dalam 5 tahun (perjanjian) berjalan lebih banyak merugikan Indonesia. Sehingga tahun 2001 tidak diperpanjang. Setelahnya Singapura terus berusaha untuk memperpanjang perjanjian," jelas Ketut.
"Mereka beralasan 'MTA itu danger area jadi harus dioperasikan oleh saya, Singapura Airforce'. Makanya setiap hari mereka latihan di sana sampai hari ini," sambungnya.
Dengan kondisi seperti itu, pesawat-pesawat tidak ada yang boleh melintas di MTA. Termasuk pesawat tempur milik TNI AU. Singapura terus mengejar sehingga perjanjian lanjutan sempat digagas sehingga pada sekitar 2007 muncul draft mengenai perpanjangan perjanjian yang dikenal dengan Defence Cooperation Agreement (DCA).
Dalam DCA selain mengatur MTA, ada perjanjian yang memberikan hak bagi Indonesia untuk melakukan ekstradisi. Ini terkait dengan pemulangan penjahat seperti koruptor Indonesia yang lari ke Singapura termasuk pengembalian aset. Namun karena diyakini Singapura tak akan pernah mengekstradisi koruptor dan dana yang dilarikan ke Singapura, perjanjian itu tidak pernah terwujud.
"Draft perjanjian itu lebih banyak menguntungkan mereka dan itu tidak berlaku karena tidak jadi. Tapi mereka masih tetap saja latihan di wilayah udara kita," tutur Ketut.
Singapura yang berlatih dengan pesawat tempur F-5 dan F-16 di wilayah Indonesia disebut Ketut akan lari saat melihat ada kekuatan militer Indonesia. Untuk itu kekuatan pertahanan udara di wilayah Tanjungpinang dirasa perlu untuk membuat takut Singapura.
"Kebetulan di Pulau Kepri tidak ada kekuatan udara, adanya di Pekanbaru dan Pontianak. Jaraknya ke Bintan jauh sekali. Makanya setiap hari latihan di sana. Begitu ada kekuatan kita hadir mereka tidak kembali. Makanya harus ada kekuatan di Kepri, harus ada minimal 4 pesawat tempur," ucapnya.
Untuk penempatan pesawat tempur sendiri juga masih terkendala dengan Lanud di wilayah tersebut yaitu di Tanjungpinang dan Natuna yang masih memiliki banyak keterbatasan. Padahal ini berkaitan dengan wilayah perbatasan dan menyangkut kedaulatan RI. Tipe Lanud kelas C di Kepri selayaknya ditingkatkan menjadi kelas B.
"Landasan hanya pendek, apron kecil, itu untuk 1 heli SAR, 1 hercules untuk angkutan dan 1 Boeing pengintai aja sudah penuh. Belum lagi ada airlines juga, jadi penuh. Makanya di Tanjungpinang sering terjadi delay," ujar Ketut.
Terlepas dari MTA, masalah ruang udara Indonesia di Kepri juga masih dikuasai oleh Singapura. Ini terkait Flight Information Region (FIR) yang sejak tahun 1946 diserahkan kepada Singapura sesuai mandat ICAO. Ini terkait izin penerbangan pesawat berjadwal. Airlines yang melintas di seluas 100 nautical mile atau 200 km di wilayah udara Kepri harus melalui izin ATC Singapura, termasuk pesawat Indonesia.
"Indonesia punya 2 FIR yang di Jakarta sama Ujungpandang. Di Kepri dan Natuna, itu FIR Singapura. FIR Indonesia sebenarnya ada mengatur wilayah Timorleste dan Pulau Christmas tapi di sana lalu lintasnya sepi," terang Ketut.
Sementara itu FIR Singapura merupakan lalu lintas penerbangan padat di mana dalam semenit, untuk satu jalur saja ada puluhan pesawat airlines yang melintas, termasuk penerbangan luar negeri. Mereka harus membayar fee kepada Singapura dan Indonesia hanya mendapat kompensasi kecil.
"FIR Singapura adalah jalur gemuk. Soal FIR, ada yang bilang SDM kita belum siap karena di sana (ruang udara Kepri) crowded kan, infrastukur mereka lebih canggih. Tapi dulu tahun 1945 Belanda balik ke Indonesia karena warga Indonesia belum bisa berdikari, nggak bisa berdiri di kaki sendiri. Nyatanya bisa kan. Kalau mikirnya kayak gitu artinya seperti mental penjajah," tukas Ketut.
Ketut berharap agar Indonesia bisa berjuang untuk merebut FIR yang dikuasai Singapura. Pasalnya keuntungan akan lebih banyak didapat pemerintah jika FIR dioperasikan sendiri dibanding didelegasikan kepada negara tetangga.
"Saya dikasih tahu ATC Indonesia, tiap pesawat airlines yg melintas di wilayah FIR itu bayar 6 dolar AS, padahal setiap menit untuk satu jalur aja ada puluhan pesawat yang lewat. Kalau 24 jam berapa. Kompensasi ke Indonesia, hanya 50 sen. Bayangkan berapa yang akan didapat Indonesia kalau FIR bisa kita pegang sendiri," Ketut menjelaskan.
Namun bagi Ketut sebagai pihak penjaga kedaulatan tanah air, perilaku Singapura yang seenaknya berlatih militer di wilayah Indonesia lebih penting. Jika kekuatan udara di Kepri ditingkatkan, ia yakin Singapura akan pikir-pikir lagi untuk berulah.
"Otomatis kehadiran (gelar kekuatan) TNI AU di sini akan buat mereka nggak bisa ke daerah sana (MTA). Terus nantinya juga FIR bisa diambil alih," tutup Ketut.
(ear/Hbb)
Monday, August 17, 2015
Dorong Revisi UU Veteran
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - LIPUTAN KHUSUS Dukungan agar purnawirawan yang pernah bertugas di Timor Timur setelah integrasi 1976 mendapatkan gelar kehormatan Veteran juga muncul dari kalangan Veteran. Seperti yang diungkapkan oleh Totot Wahyu, Pengurus DPD Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) DIY.
Menurut Totot, memang secara Undang‑undang tentang Veteran yang saat ini, purnawirawan yang bertugas setelah Juli 1976 tidak masuk dalam kategori Veteran. Namun bukan tidak mungkin hal tersebut bisa diakomodasi dan secara pribadi dirinya mendukung.
Menurutnya, jika memang ada rencana atau saran untuk mengakomodasi purnawirawan yang tergabung dalam operasi keamanan dalam negeri untuk bisa diangkat menjadi veteran bisa diajukan melalui mekanisme yang ada.
"Kalau tidak ada masukan dari bawah ada kemungkinan pemerintah tidak tahu. Atau mungkin sudah tau, namun malas karena tidak ada dorongan dari bawah. Oleh karena itu, saran saya yang sudah diakui oleh Undang‑undang bahwa kami Veteran, ya silahkan ajukan, dengan cara yang legal dan sesuai mekanisme yang ada," lanjutnya.
Lebih lanjut, saran dan masukan tersebut dirasa sangat penting oleh Totot, dan sebenarnya menurut Totot itu adalah kewajiban warga negara yang baik.
"Jadi beliau‑beliau untuk mengajukan dengan tekad dan semangat, Bismillah, ajukan," kata Totot.
Tentu hal tersebut dengan segala kriteria dan alasan‑alasan yang logis. Terkait dengan kondisi yang ada saat setelah Timor Timur terintegrasi, memang status operasi saat itu sudah menjadi operasi keamanan dalam negeri. Tetapi bahwa nantinya ada kriteria khusus yang memungkinkan menjadikan Veteran, Totot mendukung itu
penghargaan buat pengorbanan mereka," ujar Totot.
Hal tersebut menurut Totot bukan tidak mungkin akan bisa terwujud, asalkan bisa pro aktif karena itu juga bagian dari kewajiban warga negara.
"Hanya untuk namanya saran, diterima Alhamdulilah, tidak diterima ojo ngamuk, kita tunjukan kepada generasi penerus, kita adalah berakhlak mulia, jujur dan toleran," ujarnya. (*)
Saturday, August 15, 2015
Kisah sedih Bung Hatta tak mampu bayar iuran air PAM
Reporter : Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Ali Sadikin terhenyak mendengar kabar itu. Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta tak mampu membayar iuran air PAM. Saking kecilnya uang pensiun, Hatta juga kesulitan membayar listrik dan uang pajak dan bangunan.
Gubernur legendaris Jakarta itu terharu melihat kondisi Hatta. Seorang pemimpin yang jujur hingga hidup susah di hari tua.
"Begitu sederhananya hidup pemimpin kita pada waktu itu," kata Bang Ali terharu. Hal itu dikisahkan Bang Ali dalam biografinya Bang Ali, Demi Jakarta 1966-1977 yang ditulis Ramadhan KH.
Bang Ali tak cuma terharu, dia langsung bergerak. Sang Letnan Jenderal Marinir itu melobi DPRD DKI untuk menjadikan Bung Hatta sebagai warga kota utama. Dengan begitu Bung Hatta terbebas dari iuran air dan PBB.
DPRD setuju. Pemerintah Pusat juga memberikan sejumlah bantuan, di antaranya bebas bayar listrik.
Ironi, seorang proklamator, mantan wakil presiden, mantan perdana menteri dan seorang Bapak Bangsa Indonesia tak punya uang untuk membayar listrik dan air. Tapi itulah kejujuran seorang Mohammad Hatta. Padahal jika mau main proyek, Hatta tentu bisa kaya tujuh turunan macam pejabat bermental bandit.
Banyak kisah kesederhanaan Hatta yang bisa membuat air mata meleleh. Saat Hatta tak bisa membelikan mesin jahit untuk istrinya karena kekurangan uang. Atau sepatu Bally yang tak terbeli hingga akhir hayatnya. Guntingan iklan sepatu itu masih tersimpan rapi di perpustakaannya. Namun sepatunya tak terbeli oleh sang proklamator.
Hatta tak meninggalkan banyak uang. Dia mewariskan keteladanan untuk Bangsa ini. Keteladanan yang kini makin jauh dengan perilaku korup para pejabat negara.
[ian]
Monday, June 29, 2015
Kisah Bung Karno Jual Mobil Demi Bangun Patung Pancoran
Oleh : Siti Ruqoyah, Dody Handoko
Pada 1964, proyek patung itu berbiaya Rp12 juta.
VIVA.co.id - Tak banyak yang tahu tentang pembangunan monumen Patung Dirgantara atau lebih dikenal dengan nama Patung Pancoran. Patung yang letaknya di kawasan Pancoran, Jakarat Selatan, di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron .
Rancangan patung ini berdasarkan atas permintaan Bung Karno untuk menampilkan keperkasaan bangsa Indonesia di bidang dirgantara. Desain patung tersebut maknanya mencapai keperkasaan, bangsa Indonesia mengandalkan sifat-sifat jujur, berani dan bersemangat.
Berat patung yang terbuat dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan kaki patung mencapai 27 Meter. Total biaya pembuatan pada tahun 1964 adalah Rp12 juta.
Dalam buku sejarah singkat Patung-patung dan monumen di Jakarta dituliskan, patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar tahun 1964-1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta. Proses pengecorannya dilakukan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono.
Proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana.
Biaya awal ditanggung oleh Edhi Sunarso, sang pemahat. Bung Karno menjual mobil pribadinya seharga Rp1 juta pada waktu itu. Pemerintah hanya membayar Rp 5 juta. Sisanya, sebesar Rp 6 juta, menjadi hutang pemerintah yang sampai saat ini tidak pernah terbayar.
Proyek itu sempat berhenti gara-gara peristiwa 30 September 1965. Bung Karno didemo tiap hari. Puncaknya adalah penolakan MPRS atas pertanggungjawaban Bung Karno, terhadap peristiwa pemberontakan PKI tadi. Lalu Bung Karno dilengserkan, dan Soeharto jadi Presiden.
Meski kondisinya buruk, Bung Karno tetap bertekad meneruskan patung itu. Ia selalu menyempatkan diri memantau pengerjaannya. Tiang penyangga patung sudah selesai, tapi pekerjaan terancam berhenti.
Edhi tak sanggup meneruskan pekerjaan itu, mengingat dirinya banyak hutang untuk pekerjaan itu.
Melihat kondisi tersebut, Bung Karno lantas memanggil Edhi dan memberinya uang Rp1,7 juta. Belakangan Edhi baru tahu, uang itu hasil penjualan mobil pribadi Bung Karno. Sekalipun uang itu belum cukup menutup semua biaya, Edhi meneruskan pengerjaan patung dirgantara itu.
Hari Minggu tanggal 21 Juni 1970, ketika ia sedang berada di puncak Tugu Dirgantara. Tiba-tiba, melintas iring-iringan mobil jenazah. Salah seorang pekerja memberi tahu Edhi, bahwa yang barusan lewat adalah iring-iringan mobil jenazah Bung Karno. Sang Proklamator meninggal.
Ia pun langsung turun dari puncak Tugu Dirgantara, dan menyusul ke Blitar, memberi penghormatan terakhir kepada Putra Sang Fajar. (ren)
Monday, June 15, 2015
Cari 2.000 jasad prajurit Perang Dunia II, AS kerjasama dengan TNI
Reporter : Iqbal Fadil
Merdeka.com - Militer Amerika Serikat dan TNI menyepakati kerjasama antara kedua negara untuk melakukan penelitian bersama untuk menyelidiki dan mengekskavasi peninggalan serta jasad personel tentara AS di Indonesia.
Berdasarkan siaran pers Kedubes AS yang diterima merdeka.com, Senin (15/6), kerjasama itu disepakati setelah melalui serangkaian koordinasi antara United States Defense Prisoners of War/Missing in Action (POW/MIA) Accounting Agency (DPAA), Defense Attache Office (DAO) di Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta, dengan TNI dan Pusjarah TNI. Kedua pihak sepakat bahwa DPAA akan mencari sisa-sisa lebih dari 2.000 personel AS yang hilang saat Perang Dunia II di Indonesia.
Kesepakatan itu ditandatangani pada Jumat, 12 Juni lalu. Saat upacara penandatanganan, Mayor Jenderal Angkatan Udara AS Kelly McKeague mengatakan, misi kemanusiaan ini tidak mungkin terlaksana tanpa persetujuan dan dukungan pemerintah dan masyarakat Indonesia.
"Penandatanganan kesepakatan ini membangun kemitraan yang memungkinkan kita mencapai misi yang mulia ini dan membantu memberikan kepastian bagi para keluarga yang masih menanti. Atas nama keluarga Amerika yang anggota keluarganya hilang di Indonesia saat Perang Dunia II, saya ucapkan terima kasih kepada Brigjen TNI Zaedun dan tim Pusjarah atas kesediaannya untuk membantu kami. Persetujuan ini merupakan cerminan persahabatan antara Republik Indonesia dan Amerika Serikat," paparnya.
Sementara Duta Besar AS untuk Indonesia Robert Blake mengungkapkan, kesepakatan ini merupakan penghormatan terhadap kenangan warga negara Amerika dan Indonesia yang membela negara mereka.
"Kerja sama AS-Indonesia kini lebih erat dan komprehensif, dan kami bangga menjadi mitra pertahanan utama Indonesia dalam latihan bersama dan kegiatan-kegiatan lainnya. Selain latihan rutin, program pertukaran antar-militer, serta penjualan dan kesepakatan antara kedua negara kita, kesepakatan ini meneguhkan kerja sama antara negara kita, yang berdasarkan prinsip kemanusiaan, kesetaraan, saling menguntungkan, non-interferensi, dan saling menghormati," ujarnya.
"Kami sangat berterima kasih atas kerja sama ini dan atas pertimbangan untuk mengizinkan kami untuk menemukan kembali personel Amerika yang hilang pada masa PD II," imbuh Blake.
Dalam kesepakatan ini, seluruh biaya penelitian dan proses didanai oleh pemerintah Amerika Serikat, dan semua penelitian dan kegiatan di lapangan akan dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh DPAA dan Pusjarah TNI.
Sunday, June 07, 2015
Sukmawati: Bung Karno Lahir di Surabaya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putri mantan Presiden Pertama RI, Sukmawati Soekarnoputri, mengatakan ayahnya lahir di Surabaya. Menurutnya, penelusuran akurasi tempat kelahiran Bung Karno harus merujuk kepada buku otobiografi beliau.
"Lokasi kelahiran bapak di Surabaya. Selama ini keluarga mengetahui hal itu. Kalau ada dua pendapat soal lokasi kelahiran beliau, kami tegaskan beliau lahir di Surabaya,"kata Sukmawati saat dijumpai ROL di Gedung Proklamasi, Sabtu (6/6).
Kota Blitar, lanjutnya, baru disinggahi keluarga kakeknya, Raden Soekemi Sosrodihardjo, setelah tinggal di Surabaya. "Setelah Surabaya, justru keluarga kakek sempat berpindah-pindah ke beberapa daerah lain di Jawa Timur, " tuturnya.
Dia menambahkan, masyarakar hendaknya merujuk kepada sumber yang akurat jika ingin merunut akurasi tempat kelahiran Bung Karno. "Lihat otobiografi beliau yang ditulis Cindy Adams. Di situ jelas dipaparkan lokasi kelahiran yang benar," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, akurasi tempat kelahiran Bung Karno menjadi perdebatan usai kesalahan penyebutan oleh Presiden Jokowi, Senin (1/6) lalu. Presiden menyebut Bung Karno lahir di Blitar. Sebagian masyarakat menganggap Bung Karno lahir di Surabaya. Sebagian lain memahami beliau dilahirkan di Blitar.
Baca Juga >>Sukmawati: Koreksi Penulisan Nama Lengkap Bung Karno!
Saturday, June 06, 2015
Bung Karno: Bapak Dipindah ke Surabaya dan di Sanalah Aku Dilahirkan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah literatur sejarah menyebutkan bahwa Sukarno lahir di Surabaya. Proklamator kemerdekaan RI tersebut pun secara tersirat pernah mengakui lokasi kelahirannya di Kota Pahlawan.
Dalam autobiografi Bung Karno yang ditulis Cindy Adams berjudul 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat', Presiden RI pertama itu pun membuat testimoni soal tempat kelahirannya. "Karena merasa tidak disenangi di Bali, bapak kemudian mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk pindah ke Jawa. Bapak dipindah ke Surabaya dan disanalah aku dilahirkan"
Dalam buku 'Bung Karno Putera Sang Fajar' karya Solichin Salam, penulis dengan gamblang menceritakan peristiwa lahirnya Bung Karno.
Orang tua Bung Karno yakni Raden Soekemi dan Idayu Nyoman Rai menikah di Bali dengan tata cara Islam. Keluarga Idayu yang notabene seorang hindu dari kasta Brahmana tak terima. Mereka pun diasingkan dari khalayak ramai.
Setelah mealhirkan seorang anak perempuan bernama Soekarmini, Soekemi dan Idayu meninggalkan Bali. Soekemi yang seorang guru dipindahtugaskan ke Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya ini, Bung Karno kemudian dilahirkan.
"Di daerah yang subur serta di kota pahlawan yang masyhur itu - Surabaya - pada hari Kamis Pon tanggal 18 Sapar tahun 1831 windu sanjaya, wuku "wayang", bertepatan dengan tanggal 6 Juni 1901 di kala fajar menyingsing di Lawang Seketeng (sumber lain mengatakan Bung Karno lahir di gang Pandean III, Surabaya) lahirlah putra dari kandungan Ibu Idayu Nyoman Rai."
Literatur lainnya, Sukarno Sebuah Biografi Politik karya John D Legge pun mengungkap hal yang sama. Di buku itu tertulis Sukarno dilahirkan usai Sukemi pindah ke Surabaya. "Sukemi mengajukan permohonan dan diizinkan untuk pindah ke Surabaya; dan disanalah Sukarno dilahirkan."
Guruh: Bung Karno Lahir di Blitar
Laporan dari Den Haag
Eddi Santosa - detikNews
Den Haag - Di mana tempat Sang Proklamator, Presiden RI Pertama Soekarno dilahirkan? Jauh sebelumnya, sumber-sumber di Belanda sudah mencatat kontroversi mengenai tempat Soekarno dilahirkan, bahkan ketika Bung Karno masih hidup dan sedang di puncak kekuasaan.
Dari dua tempat kelahiran yang menjadi kontroversi, deskripsi menurut penuturan Soekarno sendiri dalam otobiografinya lebih tepat menunjuk ke Blitar daripada Surabaya.
"Masih ada pertanda lain ketika aku dilahirkan. Gunung Kelud, yang tidak jauh letaknya dari tempat kami, meletus." (Cindy Adams: Bung Karno Penjambung Lidah Rakyat, hal 22, edisi Revisi).
Secara visual, Gunung Kelud memang lebih dekat ke Blitar daripada Surabaya. Masyarakat sekitar akan mengiyakan dan membenarkan sesuai ucapan Bung Karno sendiri.
Data geografi juga membuktikan dan memperkuat ucapan Bung Karno. Jarak antara Gunung Kelud ke kota Blitar dalam satuan metrik cuma 37,4 km. Sebaliknya jarak antara gunung berketinggian 1,731 m itu dengan Surabaya empat kali lipat lebih jauh, yakni 130,5 km.
Pemahaman yang sudah terlanjur diterima dan ditulis oleh sebagian kalangan bahwa masa kecil Soekarno ada di Surabaya juga perlu diberi tanda tanya dan dilihat ulang secara kritis.
Sebab, sumber di Belanda mencatat bahwa masa kecil Soekarno dan pendidikan sekolah dasarnya ditempuh di Mojokerto, bukan di Surabaya
In Modjokerto ging de jonge Soekarno op school, eerst op de inlandse, later (zijn vader wilde zijn zoon vooruit brengen in de wereld) op de Europese lagere school... Di Mojokerto Soekarno kecil pergi ke sekolah, mula-mula ke sekolah pribumi, kemudian (ayahnya ingin membawa anaknya maju di dunia) ke Sekolah Dasar Eropa...(red)," (Het Vrije Volk, Sabtu 4 Desember 1965).
Keterangan tersebut mementahkan pemahaman bahwa masa kecil Soekarno berada di Surabaya dan menggugah kesadaran semua pihak untuk perlu menggali lebih lanjut kehidupan Soekarno usia balita atau SD di Mojokerto.
Mojokerto itu posisinya kira-kira 50 km arah Barat Laut dari Surabaya, suatu jarak yang cukup jauh, apalagi untuk tahun 1901-1912. Jika masa kecil Soekarno ada di Surabaya, maka juga tidak masuk akal pada zaman itu seorang anak kecil usia SD berangkat pulang pergi ke sekolah dari Surabaya ke Mojokerto menempuh jalanan sepi dengan sisi kiri kanan masih hutan.
Apalagi transportasi saat itu tidak seperti sekarang. Teknologi otomotif saat Soekarno usia SD masih baru berkembang, produksinya sangat terbatas dan di Jawa baru Paku Buwono X saja yang punya. Soekarno hanya seorang anak guru desa. Artinya, dikaji dari segala sisi tidak memungkinkan Soekarno melaju pergi-pulang Surabaya-Mojokerto.
Soekarno baru pindah ke Surabaya untuk menempuh pendidikan ke sekolah lanjutan Hogere Burgerschool (HBS), sekolah lanjutan tinggi setingkat SMA. Di Surabaya dia menumpang atau in de kost di rumah pemimpin nasionalistis terkemuka saat itu, Tjokroaminoto.
"...zijn verblijf ten huize van destijds meest vooraanstaande nastionalistische leider van Indonesie, Tjokroaminoto... tinggalnya di rumah pemimpin nasionalistis terkemuka saat itu, Tjokroaminoto (red)," (Paul van 't Veer, Het Vrije Volk, Sabtu 4 Desember 1965).
Dari teks ini dapat dipahami bahwa Soekarno selama di Surabaya untuk menempuh pendidikan sekolah lanjutan HBS tidak tinggal di rumah sendiri bersama orangtuanya, melainkan di rumah H.O.S. Tjokroaminoto. Suatu hal biasa kalau seorang anak harus menempuh pendidikan jauh di luar kota.
Putra kandung Soekarno sendiri, Guruh Soekarnoputra, menyebut dengan eksplisit dan jelas bahwa si Bung dilahirkan di Blitar. Blitar adalah kota kelahiran Bung Karno.
"Bung Karno, kata Guruh, tak pernah minta dimakamkan di Blitar, kota kelahirannya...," (TEMPO, 6 November 2012)
Tapi, sebagaimana dikatakan oleh Paul van 't Veer, seorang penulis biografi Soekarno: Kopstukken uit de Twintigste Eeuw (Soekarno: Tokoh Abad Ke-20), kesimpangsiuran memang ditemukan dalam biografi-biografi resmi Indonesia mengenai Soekarno.
Satu hal absolut adalah Soekarno dilahirkan pada 6 Juni 1901. Di mana dia dilahirkan, Bung Karno sudah mendeskripsikan tempat kelahirannya dekat Gunung Kelud, tapi pada kesempatan lain disebut Surabaya. Guruh Soekarnoputra jelas mengatakan: Blitar.
Monday, June 01, 2015
Ini asal mula 1 Juni jadi hari lahirnya Pancasila
Reporter : Laurencius Simanjuntak, Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Pohon sukun itu berdiri di atas sebuah bukit kecil menghadap ke teluk. Hampir saban hari selama pembuangan di Ende, Flores, Soekarno selalu mengunjungi pohon itu untuk sekadar memandanginya selama berjam-jam.
"Suatu kekuatan gaib memaksaku ke tempat itu hari demi hari," kata Soekarno yang dibuang pemerintah Belanda ke pulau sunyi itu dari 1934 sampai 1938.
Dalam otobiografinya 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia', sang proklamator menganggap pohon itu bukan sekadar pohon. Tetapi juga pemberi ilham menggali Pancasila.
Soal ilham pohon bernama latin Artocarpus communis itu pernah diungkapkan Bung Karno di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945, atau tepat 67 tahun lalu.
"Di Pulau Flores yang sepi, di mana aku tidak memiliki kawan, aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di bawah sebatang pohon di halaman rumahku, merenungkan ilham yang diturunkan oleh Tuhan, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila," cetus Bung Karno.
Bung Karno mengatakan, apa yang dia kerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi dan tradisi-tradisi nusantara sendiri. "Dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah," ujarnya.
Lima mutiara itu adalah berharga itu adalah: Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan inilah yang kemudian menjadi Pancasila sekarang.
"Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, maka dapatlah aku satu perkataan Indonesia tulen, yaitu perkataan gotong-royong," kata Bung Karno.
Pidato Soekarno di BPUPKI itu mendapat tepuk tangan meriah. Pancasila diterima secara aklamasi.
BPUPKI kemudian membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin). Mereka ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.
Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.
Hingga kini setiap 1 Juni diperingati sebagai hari lahir Pancasila.
[ian]
Sunday, May 24, 2015
Kelaparan, Veteran 81 Tahun Nekad Telepon 911
Bukannya marah, petugas 911 justru dengan rela melayani permintaan veteran tersebut.
Dream.Co.Id - Perasaan lapar bisa membuat seseorang bertindak nekad. Tengok saja tindakan yang dilakukan veteran North Carolina Army berusia 81 tahun. Aksi nekadnya ini membuat heboh petugas panggilan darurat 911 awal pekan ini.
Clarence Blackmon, veteran renta ini baru saja kembali ke apartemennya di Fayetteville, NC. Balckmon, setelah menghabiskan waktu berbulan-bulan di pusat rehabilitasi kanker di rumah sakit. Sesampai di rumah, ia dapati kulkasnya kosong. Tak ada satupun makanan terlihat di mesin pendingin tersebut.
Tanpa keluarga dekat di rumah dan tidak bisa ke toko, Blackmon pun membuat tindakan nekat. "Saya hampir tidak bisa berjalan tanpa berpegangan kursi," katanya kepada petugas 911 seperti dikutip dari laman Washingtonpost, Minggu, 17 Mei 2015.
Tanpa berpikir panjang, Blackmon langsung menelepon 911 untuk minta pertolongan. Permintaan Blackmon ini sungguh tak lazim. Layanan 911 biasanya hanya menerima telepon darurat semisal kecelakaan atau peristiwa mengancam lainnya
"Yang saya butuhkan adalah seseorang yang bisa ke toko dan membawakan saya beberapa makanan karena saya lapar," katanya dalam rekaman 911. "Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya tidak bisa pergi ke mana pun. Saya tidak bisa keluar dari kursi sialan ini."
Bukannya marah, petugas 911, Marilyn Hinson, justru melayani permintaan veteran tersebut. Seorang petugas mencatat daftar belanjaan Blackmon, termasuk menu favoritnya popcorn. Namun Blackmon mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar belanjaan itu.
Hinson, bersama dengan petugas polisi Fayetteville, mengirimkan pesanan Blackmon ke rumahnya. Hinson mengatakan dia terpaksa tinggal beberapa jam di rumah Blackmon untuk membuatkannya beberapa sandwich ham.
"Dia lapar," kata Hinson kepada WTVD-TV. "Saya tidak tahan mendengar orang kelaparan."
Kepada Huffington Post, Blackmon mengatakan dia menderita kanker prostat.
"Dokter bilang saya hanya bertahan 6 bulan saja. Tapi dia dan saya tidak tahu kapan. Hanya Tuhan yang tahu dan saya bersyukur pada Tuhan saya masih di sini," kata Blackmon.
Tuesday, April 21, 2015
Inilah Lima Tokoh Penggagas KAA 1955
TEMPO.CO, Jakarta - Ide membuat Konferensi Asia-Afrika datang ketika Ali Sastroamidjojo menerima surat dari Perdana Menteri Sri Lanka John Kotelawala pada awal 1954. Kotelawala mengajak Perdana Menteri Ali, PM India Jawaharlal Nehru, PM Birma (kini Myanmar) U Nu, dan PM Pakistan Muhammad Ali bertemu untuk menurunkan ketegangan di Indocina (sekarang Vietnam).
Ali Sastroamidjojo menyebut lima perdana menteri ini sebagai "Panca Lima", yang nantinya menjadi penggagas Konferensi Asia-Afrika 1955. Namun jalan ke sana tidaklah mudah.
Waktu itu dunia tegang. Amerika Serikat berkonflik dengan Uni Soviet, yang populer disebut dengan "Perang Dingin". Semua negara terpecah antara mendukung Amerika atau Soviet, yang dikenal sebagai Blok Barat dan Timur.
Kotelawala mengusulkan lima perdana menteri itu bertemu di Kolombo, Sri Lanka. Ali Sastroamidjojo menyanggupi datang dengan tujuan menggagas kemungkinan pertemuan para kepala negara yang lebih besar.
Ali dan rombongan berangkat ke Kolombo pada 26 April 1954. Presiden Sukarno berpesan secara khusus kepada Ali agar memperjuangkan ide membuat konferensi yang lebih besar daripada pertemuan Kolombo. Sukarno punya rencana lebih besar, menyingkirkan setiap bentuk penjajahan. "Kalau mereka tak mau, biar kita sendiri yang menyelenggarakannya," kata Sukarno, seperti dikutip Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Roeslan Abdulgani dalam bukunya, The Bandung Connection.
Di Kolombo, meski empat perdana menteri lain berfokus pada penyelesaian konflik Cina dan Amerika Serikat yang berebut Vietnam, Ali menekankan pentingnya sebuah pertemuan besar semua negara Asia-Afrika jika ingin konflik itu berakhir. "Sebab, saya yakin bahwa soal-soal dunia tidak dihadapi oleh bangsa-bangsa Asia saja, melainkan bangsa-bangsa Afrika juga," kata Ali dalam bukunya, Tonggak-tonggak di Perjalananku.
Menurut Ali, ide itu disetujui para perdana menteri. Namun mereka menganggap ide itu sulit terealisasi. Alasannya, peserta yang banyak dengan beragam kepentingan akan sulit menentukan topik konferensi. Akan susah pula memilih peserta yang diundang karena sebagian negara Asia-Afrika terbelah akibat Perang Dingin.
Ali pantang mundur. Ia meyakinkan mereka bahwa pemerintah Indonesia sanggup mengerjakannya. "Atas saran Nehru, konferensi menyetujui untuk memberikan dukungan moril sepenuhnya kepada Indonesia," ujar Ali.
Seusai sidang Kolombo, Ali gencar melobi negara-negara Asia-Afrika sembari terus meyakinkan Nehru dan U Nu. Nehru bulat mendukung Ali dan bahkan mengatakan konferensi itu perlu dipercepat.
Di Jakarta Ali bergerak cepat. Ia mengirim undangan kepada para perdana menteri tadi untuk berkunjung ke Jakarta menyiapkan konferensi itu. Panca Lima bertemu di Bogor pada 28-29 September 1954.
Sidang Panca Lima menyepakati pemerintah Indonesia sebagai pengundang KAA dan panitia penyelenggara. Mereka membentuk pula sekretariat bersama beranggotakan duta besar keempat negara di Indonesia dengan ketua Roeslan Abdulgani.
Para peserta menyerahkan waktu pertemuan kepada pemerintah Indonesia. Setelah lobi kanan-kiri, Ali mendapat kepastian ada 25 kepala negara yang bersedia hadir. "Lalu saya memutuskan Bandung sebagai tempat konferensi," katanya.
Nama resmi pertemuan itu adalah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika. Para peserta, dalam percakapan di rapat-rapat cukup menyebutnya "Konferensi Bandung".
Konferensi itu digelar di Gedung Merdeka. Jumlah resmi peserta pertemuan itu 29 negara. Kelak, pada 1961, konferensi ini mengilhami Gerakan Non-Blok karena ketegangan Blok Barat dan Timur tak juga mereda.
TIM TEMPO
Monday, April 13, 2015
Cerita Abah Landoeng Sewaktu Mengumpulkan Mobil untuk Delegasi KAA 1955
60 Tahun KAA Oleh : Baban Gandapurnama - detikNews
Jakarta - Landoeng masih mengingat rinci memori tak terlupakan saat sibuk mencari dan mengumpulkan 14 mobil untuk para delegasi peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) di Kota Bandung pada 1955. Abah Landoeng, sapaan akrabnya, salah satu relawan yang menjadi saksi sejarah di balik kegiatan internasional tersebut.
Lelaki berusia 83 tahun ini merasa bangga turut andil menyukseskan perhelatan KAA yang berlangsung 60 tahun silam. Waktu itu Landoeng memasuki umur 28 tahun. Selepas bekerja menjadi guru dan membuka les mata pelajaran, Landoeng meraih sepeda kayuh kesayangannya.
"Setelah Magrib, saya pakai sepeda ontel ke beberapa tempat di Kota Bandung untuk cari mobil," kata Landoeng sewaktu berbincang bersama detikcom, di Museum KAA, Jalan Braga, Kota Bandung, Jumat (10/4/2015) pekan lalu.
Sepanjang perjalanan, dia bermandikan keringat. Landoeng tak patah semangat. Segala penjuru Bandung telah Landoeng lewati guna menemui kolega yang punya mobil.
"Selama dua minggu saya bisa kumpulkan 14 mobil antara lain merek Mercy, Dodge dan Impala. Waktu itu waktunya sudah mepet," ujarnya.
Dia mendapatkan ragam dari beberapa relasinya antara lain Muhammad Safak, Udin, Endang, dan Tubagus Drajat Marta. Satu orang itu ada yang meminjamkan dua hingga tiga mobil.
"Pemilik mobil tahunya kan saya guru. Saya sampaikan kalau mobil dipinjam untuk para delegasi. Karena kepercayaan mereka kepada saya, mobil-mobil itu bisa dibawa tanpa perlu disewa," ucap Landoeng.
Sebanyak 14 mobil itu lalu dikumpulkan bersama ratusan mobil yang disiapkan bagi para delegasi KAA.
"Sopir-sopirnya ialah polisi berpangkat perwira. Sebagian delegasi dan pimpinan negata diantar untuk rapat ke Gedung Dwiwarna di Jalan Diponegoro. Setelah itu kembali ke Hotel Homann. Saat hari terakhir, mobil digunakan untuk mengantar delegasi ke Bandara Husein Sastranegara," tuturnya.
Thursday, April 02, 2015
Kowani Kumpulkan Cap Telapak Tangan Para Pejuang
JAKARTA (Pos Kota)- Untuk mengingatkan perjuangan para pahlawan kepada generasi muda, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) menginisiasi cap telapak tangan kanan dari para generasi penerus (keturunan) dari keluarga pahlawan nasional. Tahapan mengumpulkan cap telapak tangan kanan tersebut dikatakan Ketua Umum Kowani Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo kini sudah memasuki tahapan ke-3 dan berhasil mengumpulkan hampir 200 cap telapak tangan kanan.
“Targetnya kita bisa mengumpulkan 1.000 cap telapak tangan dari keturunan pahlawan nasional,” papar Giwo disela seminar nasional pengusulan alm Prof KH Anwar Musaddad sebagai pahlawan nasional, Kamis (2/4).
Dari sekian banyak cap telapak tangan, yang sudah membubuhkan antara lain Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta yang menjadi generasi penerus dari keluarga Pahlawan Nasional Mohammad Hatta dan Mantan Menteri PP dan PA Linda Amaliasari.
Sedang keturunan dari Presiden Soekarno, Presiden Soeharto dan keluarga Ibu Fatmawati hingga kini belum berpartisipasi dalam aksi tersebut.
Giwo mengaku sudah mengirimkan surat permohonan kepada keluarga para pahlawan nasional, keluarga mantan presiden maupun wakil presiden untuk ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mengingat membubuhkan cap telapak tangan bukan sekedar seremoni atau catatan sejarah. Ini adalah bagian dari upaya membangkitkan nilai-nilai patriotisme, nasionalisme dan kepahlawanan ditengah era globalisasi.
“Kita sadar bahwa nilai kepahlawanan semakin jauh dari generasi muda. Karena itu harus kita pupuk terus,” katanya.
Disatu sisi mereka yang menjadi sosok pahlawan bangsa terus berguguran. Termasuk generasi keturunannya. Hasil pengumpulan cap telapak tangan tersebut nantinya akan dipajang di Museum (gedung) Joang Menteng, Jakpus.
Terkait usulan alm KH Anwar Musaddad sebagai pahlawan nasional, Giwo menyatakan dukungannya. Sosok alm KH Anwar menurutnya adalah sosok teladan yang baik. Ia bukan saja berjasa bagi umat Islam tetapi juga masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
“Tentu jika tim peneliti dan pengkaji gelar daerah (TP2GD) propinsi jabar menemukan fakta-fakta pendukungnya. Kita setuju,” pungkas Giwo. (inung/yo)
Saturday, March 28, 2015
Ini Proses Perekrutan dan Kemampuan Personel Gultor Sat-81 Kopassus
Elza Astari Retaduari - detikNews
Jakarta - Menjadi personel satuan penanggulangan teror Satuan-81 Kopassus tidaklah mudah. Tes yang harus dijalani sangat sulit karena setiap anggota Sat-81 harus memiliki kemampuan luar biasa.
Sat-81 yang berisi orang-orang pilihan merupakan satuan elite dari Pasukan Khusus TNI AD. Berdasarkan buku 'Kopassus untuk Indonesia' yang ditulis oleh Iwan Santosa dan E.A Natanegara, sedikitnya ada 4 tes yang harus dilalui dalam seleksi masuk sebagai anggota Sat-81 Kopassus.
"Proses rekrutmen prajurit penanggulangan teror (Gultor) dimulai sejak seorang prajurit selesai mengikuti pendidikan Para dan Komando di Batujajar," tulis Iwan dan Natanegara dalam bukunya, seperti dikutip pada Minggu (29/3/2015).
Setelah lulus dari pendidikan tersebut, mereka lalu ditempatkan di satuan tempur Grup 1 dan Grup 2 untuk mendapat orientasi atau mendapatkan pengalaman operasi. Dari situ, prajurit yang ingin bergabung dengan satuan elite Gultor harus melewati beberapa tahapan dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Pertama adalah tes IQ yang harus di atas rata-rata 110.
"Kedua tes kesehatan (stakes II), ketiga tes jasmani (kategori BS), dan tes akhir (Pantukhir)," terang buku 'Kopassus untuk Indonesia'.
Stakes II merupakan standar penilaian pada tes kesehatan dengan kondisi yang meski memiliki kelainan atau penyakit derajat ringan, penyakit tersebut tidak mengganggu fungsi tubuh. Sementara kategori BS dalam tes Jasmani berarti orang tersebut memiliki Jasmani Baik Sekali. Untuk tes Pantukhir sendiri biasanya prajurit akan diterjunkan di lapangan untuk diketahui tingkat kemampuannya.
Saat ini Satuan-81 Kopassus dipimpin oleh Kolonel Inf Thevi Zebua dengan wakil Letkol Inf Murbianto. Markas Sat-81 berada di kompleks Mako Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur. Grup satuan elit ini memiliki personel paling sedikit dari grup-grup lain di Kopassus.
"Karena Sat-81 terdiri dari prajurit-prajurit pilihan yang diseleksi dari setiap grup Kopassus lainnya," kata Thevi kepada detikcom, Sabtu (28/3/2015).
Prajurit Gultor itu harus memiliki spesialisasi kemampuan tinggi. Di antaranya adalah tembak runduk (bakduk) dan freefall atau terjun bebas. Mereka juga memiliki regu dengan spesifikasi kemampuan khusus, yaitu Tim Pasukan Katak (Paska) dan K9 (gugus jihandak).
"Tim Paska adalah Tim Pasukan Katak yang ada di Batalyon bantuan di Sat-81 Kopassus. Prajurit-prajurit di Gultor yang memiliki kemampuan operasi di atas dan di bawah permukaan air. K9 itu Satuan Cakra yang dalam melaksanakan tugasnya menggunakan satwa anjing," jelas Thevi.
Wednesday, March 18, 2015
Jokowi Akan Hidupkan Lagi Jabatan Wakil Panglima TNI
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo akan mengubah struktur organisasi di Tentara Nasional Indonesia. Kelak akan ada sejumlah penambahan jabatan pimpinan.
"Ada Wakil Panglima TNI, Panglima Komando Operasi Angkatan Udara jadi tiga, Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat jadi tiga, dan Armada juga jadi tiga," ujar Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko di kantor Presiden, Selasa, 17 Maret 2015.
Jabatan Wakil Panglima TNI sebelumnya pernah ada. Jabatan tersebut dihapus Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2000. "Organisasi TNI adalah organisasi yang sifatnya penggunaan, bukan pembinaan. Sehingga diharapkan Wakil Panglima TNI itu kalau tak ada Panglima TNI bisa bertindak," katanya.
Panglima Komando Operasi Angkatan Udara nantinya, kata Moeldoko, akan menjadi Pangkoops I, II, dan III. Sedangkan Komando Armada akan menjadi Komando Armada Barat, Timur, dan Tengah. "Wilayah tengah laut bisa di Makassar, udaranya bisa di Sorong," ujarnya.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan rencana ini sudah muncul sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertemuan dengan Moeldoko, kata Andi, untuk menelaah rancangan peraturan presiden. "Kemudian, dibuat tahapan implementasi organisasi sampai 2019," ujarnya.
Untuk jabatan Wakil Panglima TNI sendiri, kata Andi, selama ini tak ada fungsi komando yang menggantikan Panglima apabila bertugas ke luar negeri. "Tapi dengan menggunakan nama Wakil Panglima seperti yang dulu pernah ada. Wakil Panglima menggantikan Panglima untuk fungsi komando itu," ujar dia.
Andi mengatakan dalam tiga bulan ke depan rencana ini akan mulai diimplementasikan. Namun, implementasinya secara bertahap. "Secara regulasi akan ada Perpres Organisasi TNI 2015, tapi implementasinya bertahap sampai 2019," kata dia.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan perubahan ini harus dilakukan bertahap karena berkaitan dengan rekrutmen dan penganggaran. "Bayangkan angkat satu bintang tiga itu kan bawahannya akan ikut sekian banyak. Nah, ini kan butuh tambahan infrastruktur, personel, dan sebagainya," ujar Tedjo.
TIKA PRIMANDARI
Saturday, February 28, 2015
M Irwansyah Resmi Jabat Ketua Umum PPM Babel
Laporan Wartawan Bangka Pos, Agus Nuryadhyn
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Panglima Kodam II Sriwijaya Mayjend TNI Iskandar MS melantik M Irwansyah selaku Ketua Majelis Daerah Pemuda Panca Marga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
M Irwansyah yang juga Walikota Pangkalpinang, terpilih pada Musda PPM untuk periode 2015-2019.
Pelantikan Ketua Mada PPM Bangka Belitung, berlangsung di Halaman Makodim 0413 Bangka di Pangkalpinang, Jumat (27/2).
Kegiatan dihadiri Kapolda Babel Brigjen Gatot Subiyaktoro, Danrem 045 Gaya Kolonel Inf Murlim Mariadi, Kapolres Pangkalpinang AKBP Nur Romdhoni Dandim 0413 Bangka Letkol Inf Utten Simbolon, Dandim 0414 Belitung Letkol Inf Marthen, Ketua Umum PPM H Abraham Lunggana (H Lulung), Ketua Harian FKPPI Babel H Tjahyono Mukmin, serta pengurus PPM Babel, Majelis Cabang PPM, pejabat eselon II Pemkot Pangkalpinang, Camat dan Lurah se Pangkalpinang
Tuesday, February 24, 2015
Tatang, Sniper Legendaris TNI di Timor Leste ini Kini Hidup Membuka Warung Makan
PASTI LIBERTI MAPPAPA - detikNews
Bandung - Tatang Koswara (68) hidup seadanya. Pangkat terakhir Pembantu Letnan Satu (Peltu) membuat uang pensiunnya tak besar. Kakek tujuh orang cucu ini pun membuka warung makan di lingkungan Kodiklat TNI AD di Bandung.
Tatang pensiun pada 1994, bersama istrinya Tati Hayati yang dinikahi pada 1968, mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di Cibaduyut. Di ruang tamu berjejer sejumlah medali, sertifikat dan brevet tanda pendidikan yang pernah diikutinya.
Selain uang pensiun dan membuka warung makan, dia juga kadang melatih para sniper TNI. Meski di tanah air tak banyak yang mengenalnya, di dunia militer internasional justru mengakui reputasi Tatang sebagai sniper. Dalam buku “Sniper Training, Techniques and Weapons” karya Peter Brokersmith yang terbit pada 2000, nama Tatang berada di urutan ke-14 sniper hebat dunia. Di situ disebutkan bila Tatang dalam tugasnya berhasil melumpuhkan sebanyak 41 target orang-orang Fretilin.
"Tahun lalu saya selama dua bulan melatih 60-an calon sniper Kopassus. Juga ada permintaan dari Komandan Paskhas di Soreang untuk melatih," kata Tatang yang ditemui majalah detik, 3 Februari lalu di rumahnya.
Setahun sebelum pensiun, ia pernah memamerkan kemahirannya sebagai sniper dengan menembak pita balon di atas kepala Jenderal Wismoyo Arismunandar.
"Waktu itu saya diminta memutus pita dengan peluru yang melintas di atas kepala KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat). Pak Wismoyo tak marah, malah memberi saya uang ha-ha-ha," ujar Tatang.
Mantan Inspektur Jenderal Mabes TNI Letnan Jenderal (Purn) Gerhan Lantara mengakui reputasi Tatang sebagai pelatih sniper. "Pak Tatang adalah salah satu pelatih menembak runduk terbaik yang dimiliki Indonesia. Mungkin saya salah satu muridnya yang terbaik he-he-he," ujarnya.
Sementara Kolonel (Purn) Peter Hermanus, 74 tahun, mantan ahli senjata di Pindad, menyebut Tatang sebagai prajurit yang lurus. Dia mengingatkan agar bekas anak buahnya itu tetap mensyukuri kondisi yang ada sekarang.
"Dia hidup sederhana karena tidak pandai korupsi, tapi itu lebih baik ketimbang punya rekening gendut ha-ha-ha," ujar Peter melalui telepon.
===================
Tulisan selengkapnya bisa dibaca gratis di edisi terbaru Majalah Detik (Edisi 169, 23 Februari 2015)
Saturday, February 14, 2015
Sibuk Valentine, ingatkah remaja Indonesia pada pemberontakan PETA?
Reporter : Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Bagi yang merayakan, 14 Februari lebih dikenal sebagai hari kasih sayang. Sebagian orang memang gemar merayakan hari itu sebagai Hari Valentine, baik bersama kekasih maupun keluarga.
Namun, nampaknya hanya segelintir mengingat peristiwa bersejarah pada 14 Februari. Yaitu tentang pemberontakan tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar pimpinan Shodancho Supriyadi.
PETA dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia pada Oktober 1943. Mereka merekrut pemuda Indonesia buat dijadikan tentara teritorial guna mempertahankan Jawa, Bali dan Sumatera jika pasukan sekutu tiba.
Shodancho Supriyadi, Shodancho Muradi dan rekan-rekannya adalah lulusan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Daidan (Batalyon) Blitar.
Nurani komandan muda itu tersentak melihat penderitaan rakyat yang diakibatkan perlakuan tentara Jepang. Kondisi Romusha, atau orang yang dikerahkan untuk kerja paksa membangun perbentengan di pantai sangat menyedihkan. Banyak yang mati akibat kelaparan dan penyakit disentri tanpa diobati.
Para prajurit PETA geram melihat tentara Jepang melecehkan wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini dijanjikan mendapat pendidikan di Jakarta, tapi ternyata malah menjadi pemuas nafsu tentara Jepang.
Selain itu, ada aturan walau sekelas Komandan Batalyon atau Daidan, tentara PETA wajib memberi hormat pada serdadu Jepang walau pangkatnya lebih rendah. Harga diri para perwira PETA pun terusik.
Dalam buku Tentara Gemblengan Jepang yang ditulis Joyce J Lebra dan diterjemahkan Pustaka Sinar Harapan tahun 1988, dibeberkan persiapan-persiapan yang dilakukan Supriyadi dan para Shodanco lain sebelum memberontak.
Pertemuan rahasia digelar sejak September 1944. Supriyadi merencanakan aksi itu bukan hanya pemberontakan tetapi sebuah revolusi. Para pemberontak itu menghubungi Komandan Batalyon di wilayah lain untuk sama-sama mengangkat senjata. Mereka juga berniat menggalang kekuatan rakyat.
Namun persiapan belum matang benar, Kenpetai atau polisi rahasia Jepang sudah mencium aksi mereka. Supriyadi cemas. Khawatir mereka keburu ditangkap sebelum aksi dimulai.
Malam tanggal 13 Februari 1945, dia memutuskan pemberontakan harus dimulai. Siap atau tidak siap, ini saatnya tentara PETA membalas perlakuan tentara Jepang.
Banyak yang menilai pemberontakan ini belum siap, termasuk Soekarno. Dia meminta Supriyadi memikul tanggung jawab jika pemberontakan ini gagal.
Tak semua anggota Daidan Blitar memberontak. Supriyadi meminta para pemberontak tak menyakiti sesama PETA walaupun tak mau memberontak. Tetapi semua orang Jepang harus dibunuh.
Tanggal 14 Februari 1945 pukul 03.00 WIB, pasukan Supriyadi menembakkan mortir ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira Jepang. Markas Kenpetai juga ditembaki senapan mesin.
Namun rupanya kedua bangunan itu sudah dikosongkan. Jepang telah mencium pemberontakan itu.
Aksi lainnya, salah seorang bhudancho (bintara PETA) merobek poster bertuliskan Indonesia Akan Merdeka. Dia menggantinya dengan tulisan Indonesia Sudah Merdeka!
Tapi Pemberontakan tak berjalan sesuai rencana. Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak. Rencana pemberontakan ini pun terbukti sudah diketahui Jepang.
Dalam waktu singkat Jepang mengirimkan pasukan untuk memadamkan pemberontakan itu. Para pemberontak terdesak. Difasilitasi dinas propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui Shodancho Muradi, salah satu pentolan pemberontak. Katagiri meminta seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas batalyon.
Muradi mengajukan syarat pada Kolonel Katagiri. Pertama, senjata para pemberontak tidak dilucuti. Yang kedua para pemberontak tak diperiksa atau diadili.
Katagiri setuju. Dia memberikan pedangnya sebagai jaminan. Ini janji seorang samurai yang harus ditepati.
Namun janji Katagiri tak bisa diterima komandan tentara ke-16. Mereka malah mengirim Kenpetai untuk mengusut pemberontakan itu. Jepang melanggar janjinya.
78 Perwira dan prajurit PETA dari Blitar diseret ke penjara. Mereka lalu diadili di Jakarta. Enam divonis hukuman mati, enam dipenjara seumur hidup, sisanya dihukum sesuai tingkat kesalahan.
Namun nasib Supriyadi tak diketahui. Dia menghilang tanpa ada seorang pun yang tahu kabarnya. Sebagian meyakini dia tewas di tangan tentara Jepang dalam pertempuran.
Sebagian lagi meyakini Supriyadi masih hidup. Namun pemberontakan Supriyadi menginspirasi anggota PETA dan Heiho yang lain untuk tidak selamanya tunduk pada Jepang.
Slamet Riyadi misalnya, dia lari dari Kaigun (Angkatan Laut Jepang) untuk bergabung dengan Supriyadi. Namun sebelum Slamet Riyadi bergabung, pemberontakan keburu dipadamkan.
"Pemberontakan PETA seperti di Blitar juga terjadi di Gumilir (Cilacap) dan Pangalengan, Bandung," kata sejarawan Petrik Matanasi.
Setelah Indonesia merdeka, Supriyadi diangkat menjadi menteri keamanan yang pertama oleh Soekarno. Namun Supriyadi tak pernah muncul. Tetapi pemerintah mengakui jasa-jasanya dan mengangkatnya sebagai salah satu pelopor kemerdekaan.
[did]
Wednesday, January 28, 2015
Danjen Koppasus Utarakan Alasan Digelarnya Ekspedisi NKRI
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komandan Jenderal (Danjen) Koppasus, Mayjen TNI Doni Monardo mengungkapkan, alasan ekspedisi NKRI melibatkan masyarakat sipil seperti mahasiswa, serta unsur kepolisian, agar ekspedisi tersebut bisa menjadi sarana bertemunya berbagai komponen masyarakat. Tentu saja tujuannya agar bisa memberikan kontribusi untuk rakyat.
Dalam kesempatan tersebut, Doni sempat menyinggung bahwa, kepesertaan perempuan dalam ekspedisi NKRI tahun ini, merupakan yang terbanyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
‘’Banyak peserta remaja putri yang ikut dalam ekspedisi ini. Mungkin karena di kabinet yang sekarang ada banyak menteri perempuannya. Apalagi Menko PMK kita ini baru saja mendapatkan rekor sebagai wanita pertama yang menjabat menko dan termuda dalam sejarah kabinet,’’ jelasnya usai melakukan pembekalan terhadap peserta ekspedisi di Markas PusdikPassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (28/1).
Untuk itu, Doni berharap bahwa ekspedisi tersebut dapat dijadikan sarana belajar bagi seluruh peserta ekspedisi. Sebab, kata dia, akan banyak pelajaran yang dipetik dalam perjalanan tersebut. ‘’Kalau belajar di sekolah ada kalanya kita tidak belajar melainkan hanya sekedar formalitas sementara melalui ekspedisi, peserta akan mendapatkan kesempatan belajar bagaimana pertanian kita, kebudayaan kita,’’ tambahnya.
Doni mengungkapkan, dalam memilih peserta untuk berangkat ekspedisi, pihaknya melakukan seleksi terhadap seluruh peserta dari perguruan tinggi, di sleuruh tanah air. Dari seleksi awal melalui email dan telepon, ada 1.000 lebih peserta yang mendaftar.
Kemudian, lanjut dia, peserta diseleksi, seperti psikologi, kesehatan, dan pengetahuan. Karena alokasi anggaran yang memang terbatas. Untuk itu, dirinya berharap mudah –mudahan kedepan pesertanya bisa lebih banyak lagi. Sebab, hal ini terkait dukungan anggaran, kalau dukungan anggaran lebih besar. Pihaknya pasti akan menambah kuota peserta.
‘’Mereka yang tidak berhasil bergabung dalam ekspedisi ini, bukan karena kurang bagus. Tapi salah satu syarat ekspedisi ini adalah fisik, ketahanan dan juga kesehatan. Jangan sampai ketika bergabung, ditempat terpencil, mungkin juga tidak ada fasilitas memadai, bukannya menolong rakyat, malah merepotkan orang,’’ jelasnya.
Thursday, January 22, 2015
PPM Diharapkan Jadi Agen Pembangunan Jakarta
MENTENG (Pos Kota) – Wagub DKI Djarot Syaiful Hidayat mengharapkan organisasi Pemuda Panca Marga (PPM) dapat menjadi agen pembangunan kota Jakarta. Lembaga yang didirikan anak-anak Legiun Veteran yang telah berusia 34 tahun ini diminta terus bersinergi dengan Pemprov DKI sebagai abdi masyarakat.
Hal itu disampaikan Djarot yang diwakili Walikota Jakarta Pusat, Mangara Pardede, saat menghadiri perayaan HUT ke-34 PPM. “Pak Wagub juga menyampaikan rasa salut kepedulian PPM terhadap BKR/TKR yang merupakan cikal bakal berdirinya TNI. Beliau mengucapkan selamat ulang tahun PPM. sukses selalu,” ujar Mangara pada puncak acara yang berpusat di Museum Barisan Keamanan Rakyat/Tentara Keamanan Rakyat (BKR/TKR) di kawasan Menteng, Kamis (22/1).
Dalam rangka meyarakan HUT, PPM melakukan rangkaian bakti sosial membersihkan dan mengecat sejumlah gedung bersejarah. “Kami membersihkan sejumlah situs di Jakarta yang kondisinya telantar,” ujar Ketua Mada PPM DKI Jakarta Syaharudin Arsyad. Tujuannya agar monumen berupa museum maupun makam tokoh, agar lebih bersih dan awet sehingga nyaman bagi pengunjung.
Kegiatan yang berlangsung sejak sepekan lalu, PPM mengerahkan ratusan personil ke lima wilayah. “Kami mengerahkan sekitar 100 personil di tiap wilayah untuk membersihkan sampah, merapikan tanaman dan mengecat gedung yang sudah kusam,” kata Arsyad pada acara yang dihadiri ratusan undang, termasuk sejumlah pejabat pemprov, TNI, polri, dan lainnya.
Ketua panitia Syahindun Iin Al Halim menambahkan untuk wilayah Jakpus targetnya adalah Museum BKR/TKR, sekaligus pemancangan batu prasasti. “Untuk Jakut adalah Makam Si Pitung, Jakbar Makam P. Wijayakusuma, Jaksel Makam Jenderal Achmad Yani, dan Jaktim Makam P. Jayakarta,” ujar Iin yang juga Wakil Ketua Mada PPM DKI Jakarta. Acara diakhiri dengan pemotongan nasi tumpeng. (joko)
Saturday, January 17, 2015
Bripda Taufik yang 'Menampar' Nurani
By Putu Merta Surya Putra
Liputan6.com, Jakarta - Dia bukan jenderal, politisi, apalagi selebritis. Namun, kesederhanaan hidup yang dia jalani berhasil mencuri perhatian publik. Siapa yang tak terenyuh mengetahui seorang polisi muda berpangkat brigadir polisi dua (bripda) tinggal di bekas kandang kambing bersama ayah dan 3 adiknya.
Ini bukan sinetron atau telenovela, tapi kisah nyata yang bisa ditelusuri ke Desa Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta. Di kampung inilah Bripda Muhammad Taufik Hidayat tinggal sejak 2 tahun terakhir, di sebuah bangunan yang dia sewa Rp 170 ribu per tahun.
Menamatkan pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Selopamioro akhir 2014 lalu, Taufik menegaskan bergabung dengan korps kepolisian adalah cita-citanya sejak lama.
"Cita-cita saya memang jadi anggota Polri. Insya Allah bisa memberi kebanggaan pada keluarga," ucap Taufik saat ditemui di rumahnya Kamis 15 Januari 2015.
Polisi yang sehari-hari bertugas di Direktorat Sabhara Polda DIY ini mengaku dengan menjadi polisi dirinya berharap bisa membantu ekonomi keluarga yang selama ini sangat pas-pasan. "Saya tak mau terpuruk oleh keadaan dan harus bisa bangkit," tegas anggota polisi kelahiran 20 Maret 1995 ini.
Wajar kalau Taufik ingin mengubah hidup. Dilihat dari kondisinya saat ini, kehidupan Taufik bersama ayah dan 3 adiknya bisa dibilang memprihatinkan. Bayangkan, rumah kontrakan yang ditempati Taufik adalah bangunan semi permanen yang dulunya digunakan sebagai kandang sapi oleh kelompok peternak di kampungnya.
Bahkan, tak jauh dari rumahnya terlihat beberapa kandang sapi lain milik warga. Aroma khas kandang sapi pun menjadi pewangi seisi rumah. Batako yang melapisi rumah itu tidak mampu menutup seluruh bangunan rumah. Bahkan, banyak rongga di dinding yang tak bisa ditutupi.
Tak terlihat pula daun pintu, selain kain seadanya yang digantung untuk menutupi jalan masuk ke dalam rumah. Selain itu, jika hujan turun, dipastikan air akan gampang masuk karena atap rumah yang sudah banyak bocor.
Di dalam rumah kondisinya tak kurang memprihatinkan. Selain ruangan yang sempit, hanya satu kasur yang tersedia untuk ditiduri penghuni rumah. Seragam dinas Taufik pun hanya digantungkan di seutas kabel yang melintang di tengah rumah.
Kini, bangunan berukuran 3x4 meter itu menjadi istana bagi Taufik bersama ayahnya Priyanto dan ketiga adiknya Muhammad Agus Prasetyo (kelas 2 SD), Muhammad Hafis Hidayat (kelas 3 SD) dan Latifah Nur Hidayah (kelas 1 SMK).
"Rumah sudah nggak muat buat ditiduri. Saya sering sedih, soalnya kalau saya tidur di dalam rumah, Bapak terpaksa tidur di luar rumah," jelas Taufik.
Akibat Perceraian Orangtua
Taufik menceritakan awal mula keluarganya tinggal di bekas kandang sapi. Yakni lantaran orangtuanya bercerai. Taufik dan adiknya ikut sang ayah. Setelah itu, rumah dijual dan uang hasil jual rumah hanya bisa digunakan untuk membeli mobil pikap sebagai modal usaha dan sewa lahan di kandang sapi itu.
"Rumah waktu itu kan sejak Bapak Ibu cerai rumah dijual sama Ibu. Rencananya mau bikin rumah lagi nggak bisa. Akhirnya saya sama adik-adik dan Bapak di situ dan Ibu saya nikah lagi. Anak-anak semuanya ikut Bapak," ujar polisi yang punya hobi nyanyi itu.
Sudah cukup lama Taufik tinggal terpisah dengan ibunya. Walau demikian, Taufik tetap berkomunikasi dengan wanita yang melahirkannya itu. Bahkan saat diterima jadi polisi, ia sempat menelepon sang bunda.
Meski dengan kondisi keluarganya seperti ini, Taufik mengaku dirinya tak mengizinkan adik-adiknya ikut dengan ibunya. Hal itu lantaran Taufik ingin dirinya yang bertanggung jawab untuk mengurus adik-adiknya.
"Ibu tahu saya jadi polisi, ya jelas senengnya anaknya jadi polisi. Selama saya sudah di polda ini belum pernah ketemu, soalnya di Bogor. Komunikasi lewat HP sering. 1 tahun nggak ketemu dengan ibu. Ibu pernah datang ke rumah. Saya nggak bolehin ikut Ibu, ya alasanya saya yang tahu. Intinya saya ingin tanggung jawab adik-adik saya," jelas dia.
Terpisah dari sang Ibu, dia mengaku pernah melihat adik-adiknya menangis karena merasa kangen. Namun dia berusaha selalu menghibur agar adiknya tetap tegar dan kuat. "Adik saya nangis ya paling kangen sama Ibu saya. Tapi kan dia banyak main sama temennya. Jadi nggak gitu sedih ya. Ada lah rasa sedih tapi nggak pernah nangis kenceng," kata Taufik.
Selain itu, Taufik mengaku pernah memiliki seorang kekasih. Namun karena ingin fokus mengejar cita-cita sejak masuk sekolah polisi, ia akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkan perihal hubungan cinta.
"[Belum punya pacar]( 2161677 ""). Dulu pernah punya pacar pas masuk sekolah itu saya fokus ke sekolah. Nggak kepikiran lagi. Belum kepikiran. Yang penting adik-adik saya sekolah dulu," tandas Taufik.
Bangga Jadi Polisi
Namun, semua itu tak membuat semangatnya menjalankan tugas sebagai anggota Polri menjadi tergerus. Sebaliknya, setiap pagi dengan langkah tegap dia menyusuri jalan menuju tempat tugasnya.
"Ya, kadang jalan kaki, kadang berlari ke Polda (DI Yogyakarta) sekitar 5-7 kilometer. Pernah juga saya dihukum karena terlambat," ucap Taufik yang mengaku tak punya kendaraan sendiri menuju tempatnya bertugas.
Bahkan tak jarang dia meminjam sepeda milik tetangganya. "Pernah minjam tetangga. Tapi nggak enak juga karena selalu minjem, Mas. Ya sudahlah jalan saja," ujar Taufik.
Putra dari pasangan Priyanto dan Martinem ini mengaku tidak pernah menangisi keadaan agar adik-adiknya dapat meniru ketegaran hati demi masa depan. "Adik saya juga jalan kaki ke sekolah. Jaraknya juga satu kilometer. Tapi sekarang sudah punya sepeda," ucap alumni SMKN 1 Sayegan itu.
Taufik menegaskan, semua kondisi itu diterimanya dengan lapang dada lantaran kebanggaan menjadi anggota polisi telah mengalahkan semua kekurangan yang ada.
"Waktu baru jadi polisi saya sempat nggak percaya. Bahkan, setelah dilantik juga belum percaya, sampai-sampai saya minta Bapak untuk menampar saya biar yakin kalau ini bukan mimpi," cerita Taufik.
Semangatnya makin bertambah karena dia tahu sang ayah dan adik-adiknya sangat mendukung serta memiliki kebanggaan yang sama atas profesi yang kini dia jalani. Hingga kini, Taufik masih ingat dengan ucapan ayahnya yang seorang buruh bangunan itu.
"Waktu dilantik (jadi polisi) saya dipeluk Ayah. Kata Ayah saya, kalau seorang anak jadi lebih baik dari orangtuanya, itu akan membuat bangga orangtua manapun," ujar Taufik dengan mata berkaca-kaca.
Apa yang disampaikan Taufik dibenarkan ayahnya. Priyanto mengaku memilih tinggal di antara puluhan kandang sapi dan kambing karena tidak ingin bergantung kepada orang lain. Ia mengaku sebenarnya memiliki sanak keluarga yang bisa memberinya tumpangan, Tapi dia tidak mau bergantung dan menyusahkan orang lain.
"Nggak pengin ke rumah saudara. Sebenarnya ada saudara punya rumah luas, tapi saya cuma pengin sendiri. Tidak ingin menyusahkan orang lain," ujar dia.
Rasa bangga terasa dari kata-kata Priyanto saat membicarakan anak sulungnya itu. Ia teringat saat disuruh Taufik menampar Taufik, setelah sang anak lulus dari sekolah kepolisian dan dilantik menjadi anggota polisi. Saat mengenang peristiwa itu, Priyanto tiba-tiba menitikkan air mata.
"Nggak ngira kalau Taufik lulus. Saya terenyuh, sampai anak saya jadi ini," ujar ayah Taufik.
Priyanto mengaku, semua yang terjadi karena sikap sederhana yang selalu diajarkan kepada anak-anaknya. Prihatin, itulah kata yang selalu diucapkan Priyanto dan terekam ke kepala anak-anaknya hingga Taufik diterima di kepolisian.
"Saya prihatin istilahe orang Jawa. Betah ngeleh (kuat lapar) dikit dikit gitu lho. Ya saya nggak makan 3 hari saya lakoni supaya anak bisa makan," ujar dia sembari sesunggukan.
Pada akhir pertemuan, terucap harapan tulus dari sang ayah agar kelak anaknya dapat sekolah lagi dan bisa sukses dalam karier. Ia berharap agar anaknya dapat bekerja keras dalam menjalankan tugasnya.
"Ya harus kerja keras. Harapannya, ya moga bisa kuliah lagi sekolah lagi apa yang dicapai mundak pangkat itu lho," ungkapnya dengan polos.
Taufik mengaku tidak masalah dengan keadaan hidupnya bersama sang ayah dan adik-adiknya. Ia mengakui, rumah yang dihuninya tidak memadai untuk adik-adiknya yang masih kecil. Nyamuk sudah menjadi kawan akrab, dan ular sesekali datang ke rumahnya.
Ia pun mengaku jika keluarganya masih menggunakan sungai untuk kebutuhan MCK. "Kalau ke belakang ya di sungai sebelah rumah itu, Mas. Di sebelah timur rumah itu kan ada kali ya di situ," ujar Taufik datar.
Di lingkungannya, Taufik dikenal baik dan soleh oleh para tetangga. Anggota Dit Sabhara Polda DIY itu juga aktif dalam kegiatan kepemudaan di Kampung Jongke Tengah.
"Pribadinya bagus, agamanya bagus, sama orangtuanya dan pemuda aktif juga. Anaknya rajin, soleh. Silakan saja tanya tetangga lainnya," kata seorang tetangga Taufik bernama Basuni di Sleman.
Sebagai tetangga, Basuni mengaku mengenal betul perjalanan hidup Taufik sekeluarga. Dia mengungkapkan, sang polisi harus hidup di bekas kandang sapi sejak perceraian kedua orangtuanya.
"Rumahnya kan dijual ibunya, akhirnya nggak punya rumah dan tinggal di kandang ini. Sebagai tetangga, [saya ya kasihan, Mas]( 2161869 ""). Tapi juga nggak bisa bantu, cuma sedih saja," ujar dia.
Perhatian Terus Berdatangan
Kabar tentang kondisi hidup Taufik yang memprihatinkan ternyata sampai ke telinga atasan serta rekan-rekan sekerjanya. Ingin membuktikan kebenaran cerita itu, Dir Sabhara Polda DIY Kombes Pol Yulza Sulaiman memutuskan mendatangi kediaman anak buahnya itu.
Bersama sejumlah staf Sabhara Polda DIY, Yulza pun mendatangi sendiri 'istana' milik Taufik. Sesampainya di depan bekas kandang sapi itu, hati Yulza pun terenyuh. Namun, di antara perasaan itu, rasa bangga menyelimuti sang atasan.
"Saya bangga karena Bripda Taufik memiliki kemauan dan etos kerja lebih dari temannya. Terlihat dari upaya dia ke kantor dengan jalan kaki dengan jarak yang jauh," kata Yulza.
Setelah melihat sendiri hidup yang harus dijalani bawahannya itu, Yulza berniat untuk meminjamkan 1 sepeda motornya kepada Taufik.
"Setelah tahu kondisi ini saya siapkan sarana tempat tinggal di atas di aula barak. Saya pinjamkan kendaraan roda dua selama dia beraktivitas di sini. Ke depannya kita akan lakukan lebih lagi," ujar Yulza.
Yulza pun mengimbau rekan-rekan Taufik yang lain untuk meniru semangat polisi muda tersebut. "Motivasi dia tetap disiplin datang tepat waktu. Dia mempunyai motivasi yang tinggi untuk merubah dirinya sendiri. Ini harapannya mempengaruhi di korpsnya bisa memberi motivator ke rekan kerja lainnya. Keterbatasan sisi material tidak pengaruhi kondisi," ujar dia.
Di sisi lain, Yulza meminta Taufik tetap rendah hati jika nanti sukses. Pemberitaan mengenai sosoknya yang sederhana jangan sampai membuat lupa diri. Dia mengingatkan adanya kasus polisi yang tenar setelah jadi bahan pemberitaan, lalu berubah jalur ke dunia hiburan, yaitu Norman Kamaru. Yulza meminta kepada Taufik agar belajar dari kasus Briptu Norman tersebut.
"Kalau dia kan sudah briptu, kakaknya dia kan. Nah dia kan baru bripda masih baru, makanya jangan sampai dia lupa siapa dirinya. Baju dia apa, polisi kan," ujar Yulza di Yogyakarta.
Dia mengingatkan kepada Taufik agar tidak berpaling dari cita-citanya, tetap konsisten, dan kerja keras. Ia ingin melihat anak buahnya sukses di kepolisian. "Apa yang sudah kamu pupuk cita cita dari awal jangan pernah padam. Sekarang kamu jadi polisi maka kamu tingkatkan," imbaunya.
Wakil Direktur Sabhara Polda DIY AKBP Pri Hartono juga berpesan kepada Taufik untuk memegang prinsip hidup yang sudah dipegangnya. Dia berharap, Taufik tidak melupakan siapa dirinya yang berasal dari korps kepolisian.
"Yang jelas jangan sampai lupa siapa dirimu. Jadilah dirimu sendiri prinsip komitmen bahwa kamu adalah anggota insan Bhayangkara. Jangan lupa diri," kata dia.
Tidak hanya mengundang simpati atasan dan rekan kerjanya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga menaruh empati atas kondisi Taufik. Pri Hartono mengatakan, Ahok melalui staf khususnya telah menghubungi untuk memberikan bantuan kendaraan bagi Taufik.
"Tadi stafnya Pak Ahok, Bu Ririn mau kasih bantuan. Silakan kalau mau milih kendaraan apa. Saya yakin dia tidak mau memilih mobil. Tidak akan mau. Dia dapat rezeki ya diterima saja. Silakan," ujar Pri kepada Wartawan di Mako Polda DIY.
Semangat hidup Taufik juga mengundang perhatian Kompol Dedy Muryi Haryadi yang bertugas di Poso, Sulawesi Tengah. Dia berjanji akan memberi Taufik seekor kambing.
Pri menyebutkan bantuan kambing itu mungkin ditujukan untuk Priyanto, ayah Taufik agar bisa beternak. "Ada Pak Ahok sama yang mau ngasih kambing tadi junior saya di Poso," ujar dia.
Selain para tokoh, sejak jauh hari empati juga diperlihatkan rekan-rekan dan senior Taufik di Polda DIY. Mereka patungan membantu sang junior yang saat ini tak memiliki uang sepeser pun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Dia dikasih kakak-kakak seniornya. Bantingan (patungan) kakak-kakak seniornya. Sampai terkumpul Rp 370 ribu. Buat dia makan dan keperluan lain. Dia kan nggak punya duit. Kakak seniornya menjamin selama di sini makannya ditanggung," ujar Pri yang diamini Taufik.
Namun, semua pemberian itu diharapkan Pri tidak membuat Taufik lupa diri. "Pemberian itu pasti dia tetap terima. Boleh empati, tapi jangan sampai menganggu dia," pungkas Pri.
Taufik memang beda, karena dia muncul ketika publik sedang terlena dengan cerita tentang pejabat kepolisian yang diduga punya simpanan uang berlimpah. Selain itu, tanggung jawab yang diperlihatkan Taufik kepada ayah dan adik-adiknya menyadarkan banyak orang kalau nilai-nilai keluarga belum sepenuhnya hilang.
Mungkin setelah ini kehidupan Taufik akan berbeda dan wajar kalau kita berharap kehidupannya akan menjadi lebih baik. Lebih dari itu, kita lebih berharap Taufik tetaplah menjadi polisi yang baik, dengan kehidupan yang lebih baik juga tentunya, agar dia bisa fokus bekerja sebagai bhayangkara negara.
Subscribe to:
Posts (Atom)