### Hal seiring Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Letnan Jenderal TNI (purn) Rais Abin dan Mayor Jenderal TNI (purn) Sukotjo Tjokroatmodjo yang mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 33 ayat 6 UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. ######SELAMAT ATAS TERPILIHNYA KEMBALI BUNG ABRAHAM LUNGGANA ,SH,MH UNTUK MASA JABATAN 2016-2020 HASIL MUNAS IX PEMUDA PANCA MARGA TANGGAL 7-9 AGUSTUS 2016 ####

Monday, November 18, 2013

Nemui-Nyimah, Falsafah Orang Lampung dalam Bertetangga

Tri Purna Jaya - Okezone
BANDARLAMPUNG - Burhanuddin (60) masih ingat benar kejadian sekira 50 tahun lalu. Saat itu kampungnya di Kecamatan Pakuanratu, Kabupaten Waykanan, Lampung, tiba-tiba kedatangan puluhan orang tidak dikenal. Kabupaten yang dahulu hanya terdiri dari desa-desa sepi penduduk itu lambat laut menjadi ramai karena kehadiran para transmigran. Ia memiliki banyak teman baru di Sekolah Rakyat yang bahasa sehari-harinya pun berbeda. “Belakangan saya baru tahu dari guru, mereka adalah anak-anak transmigran dari Pulau Jawa. Ya, kami akhirnya berteman, meski kadang-kadang saya atau mereka enggak mengerti bahasa masing-masing,” ungkap salah satu pengurus Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) itu mengenang masa kecilnya kepada Okezone. Sekira 50 tahun lalu, tempat lahir Burhanuddin termasuk daerah terpencil. Sekeliling desa rimbun dengan pohon dan kebun. Anak-anak kecil seusianya saat itu masih bisa dihitung dengan jari. Karenanya, ia mengaku sangat gembira dengan kedatangan warga-warga baru tersebut. “Terpencil sekali, bahkan jalan pun belum ada. Kalau mau ke Tanjungkarang (Bandarlampung) harus naik perahu dulu ke Martapura, baru naik kereta ke sana. Begitu banyak warga yang baru, kampung jadi ramai. Banyak teman bermain,” tuturnya. Burhanuddin mengatakan, warga asli Lampung tidak mempermasalahkan banyaknya pendatang baru sejak gelombang transmigrasi digerakkan Pemerintah Hindia Belanda sejak 1930-an. Selain suasana desa menjadi lebih hidup, salah satu unsur falsafah hidup orang Lampung sendiri mencerminkan kebesaran hati dalam menerima keberagaman atau Nemui-Nyimah. “Nemui-Nyimah berarti sikap pemurah atau tangan terbuka. Nemui-Nyimah ini merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silarutahim,” ungkapnya. Nemui-Nyimah ini salah satu dari empat unsur falsafah hidup orang Lampung, Piil Pesenggiri. Ketiga unsur lainnya, yakni Juluk-Adek, Nengah-Nyappur, dan Sakai-Sambaiyan. “Piil Pesenggiri ini adalah semacam tatanan moral yang merupakan pedoman bersikap dan berperilaku masyarakat adat Lampung dalam segala aktivitas hidupnya,” terangnya. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, Nemui-Nyimah diterjemahkan sebagai sikap kepedulian sosial dan setia kawan. “Orang Lampung malah bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan kami jika tidak diundang kalau ada acara atau tidak disapa,” ujarnya menjelaskan bagaimana falsafah hidup itu begitu mendarah daging. Namun Burhanuddin sedikit menyesali perkembangan zaman yang justru mulai menghilangkan falsafah hidup ini. Makin berkurangnya toleransi, keramahan, ataupun tegur sapa. “Bukan hanya di masyarakat beragam, bahkan di generasi muda Lampung sendiri mulai menghilang,” sesalnya. Ia lalu teringat kembali bagaimana keramahan antarpenduduk di kampungnya dahulu yang masih menjunjung tinggi falsafah hidup itu. “Dulu itu, misalnya waktu ke kebun. Kami justru dipaksa untuk ikut makan bersama pemilik kebun sebelah. Ya mau tidak mau, selain menghormati, kami lapar juga,” kenangnya. Ia merindukan masa lalu yang penuh keakraban dan kehangatan itu terwujud dan dijunjung tinggi warga Lampung dan para pendatang, sehingga tidak ada kericuhan. (ton)

No comments:

Post a Comment