Wednesday, June 02, 2010
Janda Pahlawan Akan Bongkar Makam
Pulomas, Warta Kota Rabu, 2 Juni 2010 | 11:56 WIB
Dua terdakwa janda pahlawan, Soetarti Soekarno (78) dan Roesmini (78), mengaku akan membongkar makam suami mereka di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan memindahkannya ke pemakaman umum biasa jika mereka dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Keduanya terancam hukuman dua tahun penjara atas dakwaan tindak pidana penghunian rumah dinas milik Perum Pegadaian, atau dipidana dalam kasus tersebut.
Selain itu, mereka juga akan mengembalikan seluruh tanda jasa almarhum suami mereka kepada negara melalui Presiden RI dengan menyerahkannya ke Istana Negara.
Mereka bersama Timoria Manurung (68) terdakwa kasus yang sama juga akan mengajukan permohonan penghentian tunjangan pensiun kepada Menteri Keuangan jika mereka dinyatakan bersalah.
Hal tersebut diungkapkan Soetarti dan Roesmini serta Timoria Manurung menjelang sidang yang ketiga belas kasus mereka di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (1/6).
"Kami sudah membicarakan dengan seluruh keluarga kami dan kami rela serta sepakat akan membongkar makam suami kami di Kalibata serta mengembalikan semua tanda jasa, jika dinyatakan bersalah," ujar Soetarti yang diamini Roesmini kepada Warta Kota di PN Jakarta Timur, Senin kemarin.
Menurut Soetarti mereka merasa tidak pantas memiliki tanda jasa pahlawan yang didapat suami mereka serta tunjangan pensiun jika mereka benar-benar dinyatakan bersalah.
"Karena bagi kami tidak pantas seorang terpidana mendapat tunjangan dari negara dan memiliki tanda jasa pahlawan yang didapat suami kami," katanya dengan mata berkaca-kaca.
Soetarti mengatakan ada 12 tanda jasa pahlawan yang dianugerahkan negara kepada suaminya yang akan ia kembalikan jika dinyatakan bersalah. Selain itu tunjangan pensiun sebesar Rp 975.000 per bulan juga akan ia mohon untuk dihentikan.
Menurut Soetarti rencana pembongkaran makam dan pengembalian tanda jasa pahlawan ini bukanlah suatu ancaman atau untuk mengintervensi keputusan hakim melainkan kesadaran mereka karena mereka meras tak layak atas semua itu jika sudah menjadi terpidana.
Sementara Roesmini mengungkapkan sebagai janda pahlawan ia merasa sangat ironis jika negara menghargai jasa-jasa almarhum suaminya namun mempidanakan dirinya melalui Perum Pegadaian.
"Karenanya kami akan bongkar makam suami dan kembalikan semua tanda jasa pahlawan kepada negara," katanya.
Menurut Roesmini ada 9 tanda jasa pahlawan yang dimiliki suaminya yang akan ia kembalikan ke negara jika dirinya dinyatakan bersalah. Selain itu juga enggan menerima lagi uang tunjangan pensiun sebear Rp 1,1 juta perbulan jika benar-benar dinyatakan bersalah.
Roesmini mengatakan dengan bertepatan pada Hari Kesaktian Pancasila 1 Juni 2010 kemarin, mereka berharap sila ke 5 yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia benar-benar terwujud di Indonesia.
Saksi ahli menangis
Sementara itu dalam sidang ke 13 kasus perkara penghunian rumah dinas Perum Pegadaian dengan terdakwa dua janda pahlawan Soetarti Soekarno (78) dan Roesmini (78) serta Timoria Manurung (68) yang digelar di PN Jakarta Timur, Senin (1/6) kemarin beragenda mendengarkan kesaksian saksi ahli yang diajukan kuasa hukum terdakwa yakni Pakar Perumahan dan Properti Panangian Simanungkalit dan Ahli Hukum Pidana dari UI Rudi Satrio.
Kesaksian keduanya sebagai pakar dan ahli dalam sidang dilakukan bergiliran. Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Rudy Satrio, yang didengar kesaksiannya dalam sidang tersebut tiba-tiba terdiam dan tak tak kuasa menahan tangis ketika ia mencoba menjelaskan mengenai objek dan subyek hukum pidana.
Sebagai saksi ahli, Rudi menyatakan ada ketidakadilan dalam perkara pidana ini. Ia beranggapan para janda pahlawan tak layak dipidanakan karena jasa suami mereka sebagai pahlawan jauh lebih besar harganya dibandingkan harga rumah yang kini mereka perkarakan.
"Jasa para suami mereka jauh lebih besar harganya dibandingkan rumah yang kini mereka tempati," kata Rudi sembari terisak dan meneteskan air mata.
Keharuan Rudi ini membuat suasana sidang menjadi ikut haru dan tak terkecuali para majelis hakim. Ketua Majelis Hakim Kusnawi Mukhlis lalu mengatakan bahwa disinilah hukum diuji keadilannya.
"Sebab hukum bukan hanya bagaimana palu diketok tetapi bagaimana paku ditancapkan," katanya.
Dalam kesaksiannya Rudi menganggap kasus pidana terhadap dua janda pahlawan ini mesti dihentikan karena ada kasus perdata di PTUN dengan unsur hukum yang sama yang sedang berjalan.
"Jadi dakwaan JPU yang mempidanakan mereka prematur dan mesti menunggu kasus perdatanya dulu untuk menghindari pertentangan hukum sebagai akibatnya," katanya.
Sebelumnya dalam kesaksian Ahli Perumahan dan Properti Panangian Panangian Simanungkalit di sidang tersebut ia mengatakan fungsi sosial dalam penghunian rumah dinas jauh lebih penting dan menjadi jiwa hukum itu sendiri.
Menurutnya perubahan status Perjan Pegadaian menjadi Perum Pegadaian pada tahun 1990 an menjadi inti utamanya.
"Jadi rumah dinas yang tadinya milik negara berubah menjadi asset perusahaan. Saat perubahan itu semestinya negara dan Perum Pegadian memberitahu ke penghuni dan bahkan memikirkan konsekuensinya," ujarnya.
JPU Ibnu Suud mengungkapkan kesaksian para ahli tidak bertentangan dengan dakwaan yang sudah diajukannnya. "Jadi dakwaan pidana ini akan terus berjalan agar status hukum terdakwa jelas," katanya singkat.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Kusnawi Mukhlis dan Hakim Anggota Thamrin dan Djumadi akhirnya memutuskan akan melanjutkan sidang pada Selasa (8/6) mendatang dengan agenda pemeriksaan terhadap tiga terdakwa. (Budi SL Malau)
Rencana Janda Pahlawan, Jika Dinyatakan Bersalah
> Membongkar makam suami mereka di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan dipindahkan ke TPU biasa.
> Mengembalikan tanda jasa pahlawan suami mereka ke Negara melalui Presiden RI
> Memohon agar uang pensiun tunjangan mereka dihentikan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment