Friday, June 20, 2014
Bentuk Tim Gabungan, Kejagung Janji Kembali Usut Perkara HAM
JPNN.COM JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) berjanji menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masuk ke institusi hukum itu. Bahkan pihaknya pun kembali membuka pintu lebar-lebar bagi lembaga atau masyarakat untuk melaporkan kasus yang belum sempat ditangani oleh Korps Adhyaksa itu.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono kemarin (20/6) menegaskan, Kejagung tidak pernah menolak laporan kasus HAM yang masuk. "Asalkan laporan itu memenuhi persyaratan," jelasnya.
Dia mencontohkan tujuh laporan kejahatan kemanusiaan dari Komnas HAM. Widyo menjelaskan bahwa pihaknya terpaksa mengembalikan berkas laporan tersebut. Alasannya, dokumen yang dikirim belum lengkap. "Masih ada poin-poin yang belum dipenuhi oleh Komnas HAM," uangkapnya.
Tujuh pelanggaran HAM yang dilaporkan itu termasuk dalam kategori pelanggaran berat. Antara lain terkait dengan peristiwa Trisaksti, penembak misterius 1982-1985, peristiwa 1965-1966, Talangsari Lampung 1989, kerusuhan Mei 1998, Semanggi I dan II, Wasior dan Wamena. Namun semuanya dikembalikan lantaran kejagung menilai dokumen laporan belum lengkap.
Widyo mengatakan, berkas pelaporan itu tidak boleh asal langsung dilaporkan. Namun harus dari pemeriksaan yang mendalam terlebih dahulu. Sebab, menangani perkara kejahatan kemanusiaan berbeda dengan perkara korupsi atau pidana umum. Menurut Widyo butuh kejelian ketika menangani kasus tersebut. Pasalnya melibatkan kepentingan individu dan masyarakat luas.
ebih lanjut, Widyo menegaskan Kejagung mempersilakan jika Komnas HAM kembali memasukkan tujuh laporan tersebut. Dengan catatan, laporan tersebut harus lengkap. "Poin-poinnya harus dipenuhi terlebih dahulu," paparnya.
Menanggapi kabar tersebut, Komisioner Komnas HAM, Siti Nur Laila mengatakan pihaknya sudah menggelar pertemuan dengan Kejagung sesudah laporan kasus HAM itu ditolak. Menurut dia, penolakan itu disebabkan ada ketidaksepahaman antara keduanya. "Intepretasi antara kami dan kejagung tidak sama," uangkapnya.
Misalnya dalam melihat satu kasus. Komnas HAM menilai kasus tersebut masuk dalam pelanggaran HAM sedangkan kejagung menilai kasus tersebut hanya pidana biasa. Perbedaan pandangan itu, kata dia, membuat lembaga pembela HAM dan Kejagung tidak pernah saling seia-sekata.
Untuk mengatasi permasalahan itu, pihaknya dan kejagung sepakat membentuk tim gabungan. Di dalamnya terdapat orang-orang dari Kejagung dan Komnas HAM. Tim tersebut bertugas mengkaji kasus-kasus pelanggaran kejahatan kemanusiaan. "Intinya penyamaan intepretasi antara dua lembaga," terangnya.
Laila mengatakan dengan terbentuknya tim tersebut menumbuhkan secercah harapan untuk menyelesaikan kasus HAM di Indonesia. Pasalnya kasus peenyelesaian kasus kejahatan manusia merupakan tanggung jawab pemerintah. "Penyelesaiannya membutuhkan political will dari pemerintah," ujarnya.(aph)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment