Jakarta - Obligasi Rekapitalisasi (obligasi
rekap) terus memberatkan APBN RI hingga saat ini. Pemerintah dituntut
untuk menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi yang
mencapai Rp 60 triliun per tahun pada industri perbankan.
Ekonom yang juga Mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie mengatakan bank-bank yang telah diberi suntikan melalui bunga obligasi rekap sudah meraih keuntungan triliunan.
"Kami himbau segera stop pembayaran bunga yang disubsidi APBN itu. DPR harus stop, tidak boleh lagi Menteri Keuangan kasih subsidi. Banyak bank sudah kaya apalagi pemiliknya," ungkap Kwik di Gedung DPR, Senin (11/6/2012).
Obligasi rekap adalah obligasi yang diterbitkan pemerintah sehubungan dengan Program Rekapitalisasi Perbankan di 1997/1998. Ketika itu, pemerintah menerbitkan obligasi senilai kurang lebih Rp 430 triliun. Obligasi ini untuk memperkuat permodalan perbankan nasional yang sekarat terhempas krisis.
Selain Kwik, ekonom yang juga guru besar UI Sri Edi Swasono mengatakan penyertaan modal negara dibarengi dengan transfer obligasi tersebut ke dalam aset bank peserta Program Rekapitalisasi Perbankan, serta Program Divestasi Pemerintah menimbulkan kontroversi.
"Ini bagi saya ada permainan politiknya. Orang-orang BLBI sekarang lebih kaya dari sebelum kasus BLBI dulu," tuturnya.
Lebih lanjut Edi pun mendorong DPR untuk segera menindaklanjuti kasus ini. Menurutnya DPR harus cekatan dan sigap bukan hanya menyelesaikan kasus yang tergolong lebih kecil, melainkan kasus besar seperti ini harus mendapat perhatian khusus.
"Jangan cuma memikirkan yang puluhan miliar, yang triliunan ini harus dibahas. Saya berharap sebetulnya, DPR diharapkan bisa fokus kesini memutuskan keputusan yang radikal, harus radikal dan ektraordinari (luar biasa)," kata Edi.
Sejalan dengan Kwik Kian Gie dan Edi Swasono, ekonom Fadhil Hasan pun mengatakan DPR harus menyelidiki atau bahkan menuntut siapa saja yang terlibat dalam kasus BLBI ini.
"Kami minta DPR melakukan sesuatu atau menuntuk mereka," ungkap Fadhil.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis menegaskan hal ini akan dibicarakan serius dengan Badan Anggaran. Harry menilai kasus ini harus segera diselidiki, dan apabila ada pihak-pihak yang terbukti bersalah, DPR akan segera menindaklanjuti hal ini.
"Apakah si pengambil kebijakan ini memiliki potensi dan memperoleh manfaat dari dirugikannya keuangan negara, akan kita selidiki. Kita akan melakukan rapat, nanti keputusannya distop apa tidak, nanti dibicarakan," kata Harry.
(zul/dru)
Ekonom yang juga Mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie mengatakan bank-bank yang telah diberi suntikan melalui bunga obligasi rekap sudah meraih keuntungan triliunan.
"Kami himbau segera stop pembayaran bunga yang disubsidi APBN itu. DPR harus stop, tidak boleh lagi Menteri Keuangan kasih subsidi. Banyak bank sudah kaya apalagi pemiliknya," ungkap Kwik di Gedung DPR, Senin (11/6/2012).
Obligasi rekap adalah obligasi yang diterbitkan pemerintah sehubungan dengan Program Rekapitalisasi Perbankan di 1997/1998. Ketika itu, pemerintah menerbitkan obligasi senilai kurang lebih Rp 430 triliun. Obligasi ini untuk memperkuat permodalan perbankan nasional yang sekarat terhempas krisis.
Selain Kwik, ekonom yang juga guru besar UI Sri Edi Swasono mengatakan penyertaan modal negara dibarengi dengan transfer obligasi tersebut ke dalam aset bank peserta Program Rekapitalisasi Perbankan, serta Program Divestasi Pemerintah menimbulkan kontroversi.
"Ini bagi saya ada permainan politiknya. Orang-orang BLBI sekarang lebih kaya dari sebelum kasus BLBI dulu," tuturnya.
Lebih lanjut Edi pun mendorong DPR untuk segera menindaklanjuti kasus ini. Menurutnya DPR harus cekatan dan sigap bukan hanya menyelesaikan kasus yang tergolong lebih kecil, melainkan kasus besar seperti ini harus mendapat perhatian khusus.
"Jangan cuma memikirkan yang puluhan miliar, yang triliunan ini harus dibahas. Saya berharap sebetulnya, DPR diharapkan bisa fokus kesini memutuskan keputusan yang radikal, harus radikal dan ektraordinari (luar biasa)," kata Edi.
Sejalan dengan Kwik Kian Gie dan Edi Swasono, ekonom Fadhil Hasan pun mengatakan DPR harus menyelidiki atau bahkan menuntut siapa saja yang terlibat dalam kasus BLBI ini.
"Kami minta DPR melakukan sesuatu atau menuntuk mereka," ungkap Fadhil.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis menegaskan hal ini akan dibicarakan serius dengan Badan Anggaran. Harry menilai kasus ini harus segera diselidiki, dan apabila ada pihak-pihak yang terbukti bersalah, DPR akan segera menindaklanjuti hal ini.
"Apakah si pengambil kebijakan ini memiliki potensi dan memperoleh manfaat dari dirugikannya keuangan negara, akan kita selidiki. Kita akan melakukan rapat, nanti keputusannya distop apa tidak, nanti dibicarakan," kata Harry.
(zul/dru)
No comments:
Post a Comment