### Hal seiring Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Letnan Jenderal TNI (purn) Rais Abin dan Mayor Jenderal TNI (purn) Sukotjo Tjokroatmodjo yang mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 33 ayat 6 UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. ######SELAMAT ATAS TERPILIHNYA KEMBALI BUNG ABRAHAM LUNGGANA ,SH,MH UNTUK MASA JABATAN 2016-2020 HASIL MUNAS IX PEMUDA PANCA MARGA TANGGAL 7-9 AGUSTUS 2016 ####

Friday, November 10, 2017

Kisah Merapatnya Mallaby dan Gurkha di Tanjung Perak

Red: Karta Raharja Ucu REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ronggo Astungkoro, wartawan Republika Pada 25 Oktober, di bawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby, Brigade 49 yang membawa sekitar 4.000 personel pasukan Gurkha mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Menggunakan kapal perang Inggris HMS Wavenley, pasukan Inggris itu turun di dermaga Modderlust Surabaya.
Saat itu, ada kisah yang menurut Ady unik untuk diketahui. Kamis pagi sekitar pukul 09.00 hingga 12.30 WIB itu, ketika Mallaby dan pasukannya datang, tak ada perwira yang berjaga di Modderlust. Ketika itu, yang berjaga di sana adalah para wartawan dari kantor berita Antara dan mereka sedang bersantai. Kemudian, armada Inggris tiba-tiba kelihatan mendatangi pelabuhan dan para wartawan itu pun bingung semua. Perwira tak ada di tempat, hanya ada prajurit-prajurit kecil yang tidak berani mengambil keputusan apa pun. Bahkan, para prajurit kala itu tak paham kode morse yang diberikan kapal Inggris. "Yang paham morse justru para wartawan ini. Mereka bingung mengambil keputusan karena kapal Inggris itu memberikan morse terus. 'We are going on land, waiting for instruction' berjalan terus seperti itu morsenya," kisah Ady. Wartawan yang telah mencoba menghubungi para perwira dan tak tersambung pun akhirnya membalas morse dari kapal Inggris itu. Ady lupa persisnya balasan para wartawan itu. Yang jelas, mereka membalasnya tidak dengan menggunakan bahasa militer. "Intinya 'Jangan mendarat dulu, tunggu instruksi petinggi kami'," kata dia. Berdasarkan buku The British Occupation of Indonesia 1945-1946 karya Richard McMillan, kapal Inggris mendapatkan balasan morse dari Modderlust yang berarti "Do NOT land until we recieve orders from Dr. Moestopo". Mengerti tidak dibalas dengan bahasa militer, sekutu marah. Sekutu pun akhirnya membalas morse tersebut dengan arti "we don't take orders from anybody". Hingga akhirnya mereka tetap merapat ke dermaga dan menurunkan pasukan-pasukannya. Pasukan Inggris Duduki Lokasi Strategis di Surabaya Kini, bangunan Modderlust, tempat pemantauan kapal yang keluar masuk pelabuhan kala itu sudah tak tampak lagi. Di lokasi bekas berdirinya gedung itu, hanya terdapat sebuah monumen di sana. "Setelah turun, mereka akhirnya ditemui oleh orang-orang perwakilan RI. Mereka juga menghadap ke Gubernur Soerjo juga pada waktu itu dan ditentukan mereka tidak boleh masuk lebih jauh dari jarak yang telah ditentukan dari wilayah pelabuhan," tutur Ady. Tapi ternyata, mereka mengingkari kesepakatan itu dan membangun pos-pos mereka di sekitar sana. Richard McMillan menuliskan, pasukan Inggris mulai menduduki beberapa lokasi di Kota Surabaya pada sore hari setelah mereka mendarat. Mereka telah memilih lokasi mana saja yang dijadikan target untuk diduduki. Termasuk stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) dan beberapa kantor pelayanan publik lainnya. Di Pelabuhan Tanjung Perak sendiri, selain gedung Modderlust yang hanya tinggal monumen, memang tak banyak bangunan kuno yang ada di sana. Ketika Republika melihat-lihat dengan membawa foto Pelabuhan Tanjung Perak tempo dulu, sudah banyak yang tidak tampak di kawasan itu. Bangunan-bangunan yang ada di sana sudah banyak berbeda berdasarkan foto tempo dulu. Ketika bertanya kepada petugas keamanan pelabuhan, mereka mengatakan hanya tinggal satu bangunan yang dipertahankan bentuknya, yaitu gedung yang saat ini menjadi Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak Surabaya. Bangunan yang berarsitektur khas zaman kolonial belanda itu terletak tak jauh dari Terminal Penumpang Gapura Surya Nusantara Pelabuhan dan berada di muara Kalimas. Tamu yang ingin masuk ke dalam wilayah gedung itu harus melewati dua pos penjagaan. Republika harus berputar-putar lebih dulu sebelum menemukan prasasti yang ditandatangani oleh Panglima Armada RI Laksamana Muda TNI Prasodjo Mahdi pada 1978. Dalam prasasti itu diterangkan, bangunan itu digunakan sebagai markasi Serikat Pelayaran Indonesia (SPI) pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Letak prasasti itu ada di pojok muara kalimas. Dekat dengan pagar pembatas antara bangunan itu dengan dermaga. Mungkin, prasasti itu tak akan terlihat jika pengunjung tak melihat gedung itu dari sisi depan.

No comments:

Post a Comment