Saturday, November 18, 2017
Ketua PPM Papua Menolak Hasil Kongres LVRI Yang Menetapkan PPM Sebagai Mitra Kerja
Reporter: Hari Supriyanto
Jakarta, Suryapena.com -- Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) telah melaksanakan Kongres pada 17 Oktober 2017 lalu. Dari hasil Kongres tersebut menyatakan bahwa putra/putri veteran yang tergabung dalam wadah organisasi Pemuda Panca Marga (P PM) akan dijadikan sebagai rekan kerja (mitra).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengurus Daerah Pemuda Panca Marga (PD.PPM) Papua, Boy Markus Dawir mengatakan kalau kami dari Papua sesuai pernyataan kami semalam bahwa PD.PPM Papua sangat menolak hasil Kongres LVRI yang telah menetapkan PPM sebagai mitra kerja bukan anak/keturunan veteran. Padahal kami ini bukan mitra, tapi ini adalah anak-anak pejuang.
"Sehingga kalau orang tua kita yang sudah menjadi pejuang, maka anak-anaknya itu tidak bisa disebut sebagai mitra kerja.Jadi kami anak kandung resmi pejuang yang mendukung dan menolong orang tua meneruskan perjuangannya," ujar usai menghadiri Rapim PPM di hotel Sunlake, Jakarta, Sabtu (19/11/2017).
Boy menjelaskan sebab PPM itu tidak hanya dibawah LVRI, tapi PPM ini ada di sebuah organisasi kepemudaan yang ada juga di KNPI secara nasional. Dan organisasi PPM ini bukan hanya ada di DKI Jakarta tapi juga ada di seluruh Provinsi maupun Kabupaten/Kota se Indonesia.
Termasuk kami yang dari tanah Papua yang terdiri dari 1 Provinsi dan 29 Kabupaten/Kota. Organisasi ini besar, sehingga kewajiban kita adalah bagaimana mengawal agar pejuang veteran dan keluarganya mendapatkan hak bisa disuarakan oleh PPM bisa dilihat oleh pemerintah atau negara.
"Adanya negara ini dikarenakan ada para pejuang kemerdekaan, jangan sampai pemerintah itu lupa terhadap pendiri-pendiri negara ini yang sebagian mereka ada di dalam LVRI," katanya.
Meskipun ada pihak tertentu yang tidak suka dengan Haji Lulung sebagai Ketua Umum PPM. Namun PD.PPM tetap solid dan akan mendukung kepemimpinannya sampai selesai di periode kedua.
Lanjut Boy, ada pihak tertentu yang tidak suka dengan Haji Lulung, namun pandangan kami terhadap dia tidak demikian karena kami melihat dia adalah pemimpin yang aspiratif dan sangat baik. Sehingga kemarin dalam Munas kami mayoritas kembali memilih beliau sebagai Ketua di periode kedua ini.
"Saya kira dengan adanya situasi seperti ini,ada indikasi susupan kepentingan partai politik di dalam. Tetapi jujur bahwa kami yang ada di dalam PPM ada terdiri dari beragam partai politik. Kalau Haji Lulung sebagai Ketua Umum di PPP, saya Ketua PD Papua ada di Partai Demokrat, bahkan kawan kita dari Sulawesi Utara ada di Parta Nasdem," terangnya.
Menurut Boy, kita seluruh partai politik ada di dalam PPM, sehingga kalau cuman masalah dukung mendukung saat Pilkada DKI Jakarta jadi masalah itu merupakan hal yang konyol. Kita mengharapkan agar LVRI tidak boleh terganggu dengan statemen satu atau dua orang yang akhirnya jadi seperti ini.
Dan kami inilah ke depan yang akan menggantikan sebagai penerus untuk meneruskan cita-cita orang tua pendiri bangsa dan yang ikut membesarkan negeri ini. Karena yang di LVRI ini kan sebentar lagi akan habis masanya, terus siapa yang mengganti mereka ? Pasti kami-kami lah, sebagai anak, cucu maupun keturunannya untuk tetap menjaga NKRI tetap utuh dari Sabang sampai Merauke.
Boy mengingatkan jangan karena kepentingan politik di Jakarta saja lalu PPM mau diobok-obok, tidak boleh itu terjadi. Kita PPM seluruh Indonesia terutama Papua sepakat untuk tetap mendukung penuh Lulung sebagai Ketua Umum sampai akhir periode. Untuk kami PPM Papua sendiri hubungan kami antara PPM dan LVRI baik-baik saja dan aman tidak terpengaruh dengan hal demikian.
Karena antara kami di Papua itu berpikir untuk tetap sama-sama jalan, apalagi kami yang di PPM ini ada yang di birokrat contohnya saya sendiri ada di DPR Provinsi Papua yang mengawal seluruh kepentingan pembangunan-pembangunan di sana."Termasuk kami melihat bagaimana kesejahteraan para pejuang yang ada di Papua. Kalau LVRI tingkat pusat arah pikirnya lain, yang mengucilkan PPM nanti kami yang di daerah-daerah bisa terganggu," katanya.
Contoh, tambah Boy, kami yang saat ini ada di lingkar kekuasaan, kalau kami terganggu lalu kami ganggu lagi LVRI yang ada di daerah bagaimana mereka mau hidup ? Kalau anggarannya kita potong, misalnya saya Gubernur, Bupati/Walikota atau di DPRD mempunyai kuasa untuk mengalokasikan anggaran kegiatan kemasyarakatan termasuk juga pada LVRI. Kalau saya disakiti kasih habis saja tidak perlu untuk biaya hidup mereka, itulah contohnya seperti itu.
Terus apakah ada tuntutan undang-undang ? Saya rasa tidak ada, karena ini hanya kewajiban moral kita terhadap nasib para pejuang."Untuk itu saya harapkan ayahanda kita yang ada di LVRI melihat PPM ini bukan sebagai rekan kerja atau mitra, tapi lihatlah PPM ini sebagai anak mu. Karena untuk PPM Papua sampai hari ini tetap jalan, kita di sana tidak ada masalah apapun dan tetap solid," ungkapnya
Usai Gelar Rapim PPM Tetap Solid, Anak Veteran Satu Untuk Indonesia
Reporter: Hari Supriyanto
Jakarta, Suryapena.com -- Pemuda Panca Marga (PPM) telah berhasil menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) selama dua hari sejak tanggal 17 sampai 18 November 2017 di hotel Sunlake, Danau Sunter, Jakarta Utara. Pada Rapim tersebut dibahas beberapa hal diantaranya pasca Kongres LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) beberapa waktu lalu.
Ketua Umum PPM, H. Lulung AL, SH mengatakan satu tahun sekali kami selalu mengadakan Rapim, dan untuk kali ini lebih pada konsolidasi meminta perkembangan di Markas Daerah (Mada) Provinsi dengan Provinsi. Dalam rapim tadi sudah banyak hal-hal yang disampaikan tentang perkembangan tepat waktu mereka melakukan konsolidasi organisasi.
"Kemudian ada hal-hal lain mengenai persoalan ekonomi terutama ekonomi kerakyatan. Selain itu disinggung juga, persoalan CSR, hak tanah ulayat (tanah adat), dan yang terakhir kita bahas keputusan Kongres LVRI," ujarnya seusai Rapim di hotel Sunlake, Jakarta, Sabtu (18/11/2017).
Lanjut Lulung, dimana ada beberapa hal yang hari ini kita reduksi artinya apa saja yang bisa diterima ? Yang pertama adalah dimasukan anak veteran garis miring mitra binaan, sehingga ini menjadi abu-abu jika anak ya anak saja kita tidak masalah kalau kita kembali pada anak organisasi. Yang kedua adalah dikatakan bahwa Pemuda Panca Marga tidak boleh ada jabatan rangkap sebagai Ketua Partai, kita harus memilih salah satu. Hal tersebut lah yang tadi minta ditanggapi.
Kenapa kita bikin Rapim ? Karena tidak ada satu pun teman-teman Provinsi (Markas Daerah) kita pengaruhi dengan adanya dalam Rapim membahas keputusan Kongres LVRI."Mereka bebas mengungkapkan semua masalah yang ada di organisasi, karena itu merupakan kebutuhan-kebutuhan kehidupan organisasi di seluruh daerah," kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta tersebut.
Oleh karenanya, sambung Lulung, ada kesepakatan bahwa jabatan rangkap itu tidak setuju jika dihilangkan. Karena sepertinya akan merampas hak-hak politik dan demokrasi kepada kita. Di dalam UUD 1945 sudah jelas memberikan penuh tentang demokrasi, tentang hak politik bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam pemerintahan.
Kemudian kemarin itu ada saran dalam Kongres bahwa cucu veteran itu tidak boleh menjabat atau masuk dalam organisasi. Sehingga hal ini saya pikir harus diluruskan, bukan keliru ya tapi harus diluruskan karena dalam AD/ART disampaikan bahwa PPM adalah wadah berhimpun anak-anak pejuang dan keturunannya.
"Jadi sampai keturunan berapa pun selama dia memiliki legitimasi sebagai keturunan veteran. Jika hal tersebut dihilangkan maka akan menghilangkan marwah PPM sebagai organisasi keturunan veteran," terangnya.
Dalam Pilkada serentak 2018, tambah Lulung, saya sampaikan kepada seluruh PPM uang pertama mensukseskan dan mengamankan itu harga mati. Yang kedua menggunakan haknya sebagai warga negara Indonesia.
"Dan yang ketiga jangan menggunakan PPM sebagai organisasi yang independen secara kelembagaan untuk mendukung salah satu calon. Artinya PPM tidak boleh dibawa ke ranah politik, karena kita sadari dan mengerti tentang itu," tegas politis PPP tersebut.
Sementara itu, Sekjen PPM Saharuddin Arsyad, S.Ip mengungkapkan dalam Rapim yang telah berlangsung selama dua hari ini, peserta yang hadir terdiri dari 31 Provinsi. Yang tidak hadir Ketua maupun Sekretaris PD.PPM dikarenakan sibuk mengikuti pencalonan Pilkada 2018.
"Sampai pada hari ini PPM tetap solid, anak veteran satu untuk Indonesia. Dalam kesempatan tersebut hadir juga Ketua PD.PPM Sulawesi Selatan yang juga Wakil Gubernur Sulsel dan Walikota Jambi sekaligus Ketua PD.PPM Jambi," tutupnya.
Friday, November 10, 2017
Kisah Merapatnya Mallaby dan Gurkha di Tanjung Perak
Red: Karta Raharja Ucu
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ronggo Astungkoro, wartawan Republika
Pada 25 Oktober, di bawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby, Brigade 49 yang membawa sekitar 4.000 personel pasukan Gurkha mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Menggunakan kapal perang Inggris HMS Wavenley, pasukan Inggris itu turun di dermaga Modderlust Surabaya.
Saat itu, ada kisah yang menurut Ady unik untuk diketahui. Kamis pagi sekitar pukul 09.00 hingga 12.30 WIB itu, ketika Mallaby dan pasukannya datang, tak ada perwira yang berjaga di Modderlust. Ketika itu, yang berjaga di sana adalah para wartawan dari kantor berita Antara dan mereka sedang bersantai.
Kemudian, armada Inggris tiba-tiba kelihatan mendatangi pelabuhan dan para wartawan itu pun bingung semua. Perwira tak ada di tempat, hanya ada prajurit-prajurit kecil yang tidak berani mengambil keputusan apa pun. Bahkan, para prajurit kala itu tak paham kode morse yang diberikan kapal Inggris.
"Yang paham morse justru para wartawan ini. Mereka bingung mengambil keputusan karena kapal Inggris itu memberikan morse terus. 'We are going on land, waiting for instruction' berjalan terus seperti itu morsenya," kisah Ady.
Wartawan yang telah mencoba menghubungi para perwira dan tak tersambung pun akhirnya membalas morse dari kapal Inggris itu. Ady lupa persisnya balasan para wartawan itu. Yang jelas, mereka membalasnya tidak dengan menggunakan bahasa militer.
"Intinya 'Jangan mendarat dulu, tunggu instruksi petinggi kami'," kata dia. Berdasarkan buku The British Occupation of Indonesia 1945-1946 karya Richard McMillan, kapal Inggris mendapatkan balasan morse dari Modderlust yang berarti "Do NOT land until we recieve orders from Dr. Moestopo".
Mengerti tidak dibalas dengan bahasa militer, sekutu marah. Sekutu pun akhirnya membalas morse tersebut dengan arti "we don't take orders from anybody". Hingga akhirnya mereka tetap merapat ke dermaga dan menurunkan pasukan-pasukannya.
Pasukan Inggris Duduki Lokasi Strategis di Surabaya
Kini, bangunan Modderlust, tempat pemantauan kapal yang keluar masuk pelabuhan kala itu sudah tak tampak lagi. Di lokasi bekas berdirinya gedung itu, hanya terdapat sebuah monumen di sana.
"Setelah turun, mereka akhirnya ditemui oleh orang-orang perwakilan RI. Mereka juga menghadap ke Gubernur Soerjo juga pada waktu itu dan ditentukan mereka tidak boleh masuk lebih jauh dari jarak yang telah ditentukan dari wilayah pelabuhan," tutur Ady.
Tapi ternyata, mereka mengingkari kesepakatan itu dan membangun pos-pos mereka di sekitar sana. Richard McMillan menuliskan, pasukan Inggris mulai menduduki beberapa lokasi di Kota Surabaya pada sore hari setelah mereka mendarat. Mereka telah memilih lokasi mana saja yang dijadikan target untuk diduduki. Termasuk stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) dan beberapa kantor pelayanan publik lainnya.
Di Pelabuhan Tanjung Perak sendiri, selain gedung Modderlust yang hanya tinggal monumen, memang tak banyak bangunan kuno yang ada di sana. Ketika Republika melihat-lihat dengan membawa foto Pelabuhan Tanjung Perak tempo dulu, sudah banyak yang tidak tampak di kawasan itu.
Bangunan-bangunan yang ada di sana sudah banyak berbeda berdasarkan foto tempo dulu. Ketika bertanya kepada petugas keamanan pelabuhan, mereka mengatakan hanya tinggal satu bangunan yang dipertahankan bentuknya, yaitu gedung yang saat ini menjadi Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak Surabaya.
Bangunan yang berarsitektur khas zaman kolonial belanda itu terletak tak jauh dari Terminal Penumpang Gapura Surya Nusantara Pelabuhan dan berada di muara Kalimas. Tamu yang ingin masuk ke dalam wilayah gedung itu harus melewati dua pos penjagaan.
Republika harus berputar-putar lebih dulu sebelum menemukan prasasti yang ditandatangani oleh Panglima Armada RI Laksamana Muda TNI Prasodjo Mahdi pada 1978. Dalam prasasti itu diterangkan, bangunan itu digunakan sebagai markasi Serikat Pelayaran Indonesia (SPI) pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Letak prasasti itu ada di pojok muara kalimas. Dekat dengan pagar pembatas antara bangunan itu dengan dermaga. Mungkin, prasasti itu tak akan terlihat jika pengunjung tak melihat gedung itu dari sisi depan.
Subscribe to:
Posts (Atom)