### Hal seiring Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Letnan Jenderal TNI (purn) Rais Abin dan Mayor Jenderal TNI (purn) Sukotjo Tjokroatmodjo yang mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 33 ayat 6 UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. ######SELAMAT ATAS TERPILIHNYA KEMBALI BUNG ABRAHAM LUNGGANA ,SH,MH UNTUK MASA JABATAN 2016-2020 HASIL MUNAS IX PEMUDA PANCA MARGA TANGGAL 7-9 AGUSTUS 2016 ####

Friday, March 14, 2014

Empat Kali Amandemen UUD 1945 Sesatkan Kemerdekaan Bangsa

JAKARTA (Pos Kota) - Ketua Dewan Pembina DPP Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) Try Sutrisno menegaskan, hasil empat kali amandemen UUD 1945 di era reformasi, ternyata menyesatkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketatanegaraan jadi rumit dan menyimpang.
“Kondisi bangsa saat ini sungguh sulit, rumit, dan kompleks sebagai akibat dari hasil amandemen UUD 1945 yang menyesatkan dan menyimpang dari cita-cita kemerdekaan Indonesia. Untuk itu, kami berharap MPR RI melakukan kajian konstitusi hasil amandemen itu secara komprehensif, agar keluar dari berbagai penyimpangan saat ini,” kata Try Soetrisno saat bertemu Ketua MPR Sidarto Danusubroto, di MPR, Selasa (11/3). Dalam pertemuan itu, Try Sutrisno didampaingi para tokoh sepuh dalam jajaran pengurus DPP GPP, antara lain Sekjen Saiful Sulun, Wijoyo Suyono, Nyoman Gede Soewita, Monang Siburian, dll. Sedangkan pimpinan MPR yang hadir selain Sidarto adalah , Wakil Ketua MPR RI M. Lukman Hakim Saifuddin, dan Ketua Fraksi Hanura MPR RI Erik Satrya Wardhana. Try Soetrisno berharap, MPR dalam kajiannya tersebut merujuk kepada hasil kajian Komisi Konstitusi (KK) yang pernah diketuai oleh Prof Dr Sri Soemantri berdasarkan TAP MPR RI No.4 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan KK. “Hasil kajian KK itu ternyata selama amandemen tidak terpengaruh atau tidak ada tercantum sama sekali, sehingga buku UUD 1945 hasil amandemen 1,2,3 dan 4 serta kompilasinya ikut menyesatkan,” ujar mantan Wapres Soeharto itu. Karena itu DPP GPP kata Try, MPR RI mengkaji ulang hasil amandemen selama reformasi tersebut secara komprehensif, dengan melakukan penyempurnaan dan bukannya pergantian pasal per pasal. Hal itu bisa dilakukan berdasarkan TAP MPR RI No.1 tahun 2002. “Saya juga berharap MPR RI menjadi lembaga tertinggi negara,” pungkasnya. Sebelumnya Saiful Sulun menegaskan hal yang sama, hasil amandemen itu menyesatkan dan terjadi banyak penyimpangan. Baik dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik luar negeri dan lain-lain. “Cita-cita pembangunan bangsa ini harus berpijak pada Pancasila dan UUD 1945. Tapi, amandemen itu justru menghilangkan ideologi dan demokrasi Pancasila sendiri,” tandas Saiful Sulun. HARUS DILURUSKAN Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto menegaskan jika dalam sistem kelola negara selama reformasi termasuk hasil amandemen 4 kali UUD 1945 ini harus ada yang diluruskan. Akibat amandemen itu, kini banyak banyak kepala daerah, baik bupati, walikota, dan gubernur, kini telah menjadi raja-raja kecil di daerah, melanggar konstitusi. “Mereka seenaknya membabat hutan, menguras tambang dan sebagainya, sementara rakyatnya tetap miskin. Jadi, otonomi daerah yang kebablasan itu harus ditindak. Kalau melanggar, bisa diimpeach, Presiden saja kalau melanggar juga diimpeach,” ujarnya. Karena itu MPR RI membentuk tim kajian sistim tata kelola negara yang beranggotakan sebanyak 45 anggota DPR RI dan DPD RI. Tim kajian tersebut juga melibatkan berbagai kelompok masyarakat termasuk kalangan kampus, akademisi, ormas, masyarakat, dan sebagainya. “Dalam kajian itu juga MPR RI merundukan menjadi lembaga tertinggi kembali dan perluanya GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) sebagai acuan program pembangunan yang akan dijalankan oleh Presiden RI terpilih. Selain itu, Presiden dan lembaga tinggi negara juga harus melaporkan kinerjanya setiap setahun sekali kepada MPR RI,” kata Sidaro. Kajian tersebut menurut Sidarto, agar presiden mempunyai arah program pembangunan ke depan, di mana GBHN itu bersifat vertikal dan horisontal. Yaitu presiden harus bertanggung jawab kepada rakyat dan MPR RI. Hanya saja kata Sidarto mempertanyakan, “Kalau saja presiden yang dianggap melanggar konstitusi bisa diimpeachment, dimakzulkan, diberhentikan, lalu bagaimana dengan kepala daerah?” ujarnya. (winoto)

No comments:

Post a Comment