Yogyakarta (ANTARA) - Pancasila harus dikembalikan kepada "fitrahnya" sebagai pandangan dan jalan hidup, kepribadian dan jiwa bangsa, dan dasar negara, kata pengamat sosial budaya dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Daud Aris Tanudirjo.
"Betapa pun sulitnya, berbagai upaya harus dilakukan untuk menyelamatkan bangsa ini agar tidak menjadi bangsa lain. Cara yang paling utama adalah dengan mengembalikan Pancasila kepada `fitrahnya`," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Ia mengatakan, gejala peminggiran Pancasila yang terjadi dalam satu dasa warsa terakhir memberikan tekanan yang sangat kuat terhadap eksistensi dasar negara itu di tengah kehidupan bangsa Indonesia.
Berbagai keterpurukan yang terjadi di negeri ini, menurut dia, membuktikan bangsa Indonesia sedang kehilangan pegangan dan terombang-ambing dalam arus gelombang budaya dunia.
"Dampak peminggiran tersebut sangat terasa, bangsa Indonesia kini menjadi bangsa yang cenderung materialistis, konsumtif, tidak kreatif, dan berkiblat pada budaya lain," katanya.
Menurut dia, setelah mengalami masa-masa suram, refleksi nasional tentang Pancasila perlu dilakukan untuk merumuskannya kembali sebagai kepribadian bangsa.
"Pancasila sebagai kepribadian bangsa adalah sumber rasa dan harga diri bangsa Indonesia, sekaligus merupakan sumber vitalitas dan kreativitas bangsa," katanya.
Ia mengatakan, kepribadian bangsa tidak hanya dibentuk dari fakta-fakta sejarah masa lampau dan masa kini, tetapi juga harus menjadi visi ke depan.
Pancasila, menurut dia, secara konseptual merupakan salah satu karya budaya yang dihasilkan oleh para pendiri negara Indonesia saat menjelang kemerdekaan.
"Namun, secara substansial sesungguhnya Pancasila telah ada dalam unsur-unsur kebudayaan komunitas dan suku-suku bangsa yang ada di nusantara," katanya.
No comments:
Post a Comment