Friday, October 05, 2018
IGK Manila, Pengawal Soeharto - Penjaga Sukarno
Sudrajat - detikNews
Jakarta -
Ada dua tokoh yang amat dikagumi Mayjen TNI (Purn) IGK (I Gusti Kompyang) Manila, yakni Sukarno dan Soeharto. Bagi dia, kedua tokoh itu adalah lelanang ing jagad, lelaki yang luar biasa. Kekaguman itu antara lain karena dia pernah punya hubungan yang dekat dengan keduanya. Manila pernah menjadi petugas keamanan di Wisma Yaso, saat Sukarno tengah menyusun naskah Pidato Nawaksara pada 1967.
Hal itu bermula ketika atasannya di Pomad (Polisi Militer Angkatan Darat) Letkol Noorman Sasono memberikan tugas rahasia termasuk kepada dua rekan lainnya, Letnan Murudin dan Letnan Suyanto. Malam itu, awal Januari 1967, ketiganya diperintahkan untuk mengawal seseorang, orang tua, di sebuah rumah besar berhalaman luas di selatan Jakarta.
Sama sekali tak dijelaskan siapa gerangan orang tua dimaksud. Ketiganya hanya diminta memastikan tak ada kunjungan atau tamu menemuinya. Juga si orang tua tak boleh pergi meninggalkan rumahnya. Baru pada pagi harinya, ketiganya dibuat terkaget-kaget karena yang orang tua yang mereka kawal tak lain adalah Panglima Besar Revolusi, proklamator, Insinyur Sukarno yang masih berstatus sebagai presiden.
"Pagi itu Bung Karno hanya mengenakan pentalon dan kaos oblong," ujar Manila dalam buku IGK Manila Panglima Gajah, Manajer Juara.
Baca juga: IGK Manila, Panglima Gajah Bershio Kuda
Bagi Manila, itu bukan pertemuan perdana dengan Bung Karno. Saat berkunjung ke Akademi Militer di Magelang, sebagai taruna asal Bali dia pernah disertakan dalam jamuan makan malam dengan sang Presiden. Dia pernah ditanya Sukarno tugas apa yang diinginkannya seleas dari Akademi. "Saya ingin menjadi pengawal Presiden," ujarnya lugu. Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani dan hadirin lainnya malam itu tertawa mendengarnya.
Selama 10 hari mengawal, praktis cuma Manila yang telaten mendampingi Panglima Besar Revolusi yang kesepian itu. Dua rekannya seringkali memilih menyelinap keluar untuk menemui pacar-pacar mereka.
Meski masih berstatus Presiden, Manila bersaksi bahwa menu makan yang disantap Sukarno selama di Wisma Yaso adalah sama dengan yang jatah ransum prajurit. Karena bosa, sesekali Manila dimintanya membeli masakan Padang di Pejompongan. Menu nasi bungkus itu kemudian disantap berdua.
Pernah juga perwira muda Manila mendapat pejangan dari sang Presiden yang kesepian dan masih gemar bicara politik itu. "Manila, kalau kamu menjadi pemimpin di Indonesia, ada satu hal yang tak boleh kamu lupakan: jangan pernah mengubah kebinekaan kita. Kekuatan kita ada pada kebinekaan itu," begitu salah satu nasihat yang melekat kuat dalam ingatan Manila.
Baca juga: Jejak IGK Manila, Soeharto dan Om Liem di Olahraga Wushu
Terkait Kebinekaan itu pula, Bung Karno secara berseloroh ingin punya istri banyak, dari Sabang sampai Merauke. Kala itu, Bung Karno sudah pernah punya istri dari Sumatera, Sunda, Jawa, Sulawesi, Kalimantan. "Mungkin Papua belum, Pak?" celetuk Manila. Bung Karno pun tertawa lepas mendengar seloroh itu. "Iya ya. Lagi nyari ini," timpalnya.
Mengingat kondisi Bung Karno yang amat memprihatinkan selama menjalani masa tahanan rumah, berpuluh tahun kemudian Manila menyampaikan testimoni langsung kepada Soeharto. Dia cukup dekat dengan mantan penguasa Orde Baru itu karena pernah menjadi pengawalnya saat Soeharto masih di Kostrad.
Saat bertemu di Cendana setelah lengser dari Istana, Manila mengungkapkan bahwa betapapun sang Jenderal Besar masih jauh lebih beruntung ketimbang Sukarno. Saat sakit Soeharto masih mendapatkan perawatan di rumah sakit terbaik, ditangani tim dokter kepresidenan.
"Tapi Bung Karno itu kalau sakit hanya diberi Naspro," kata Manila kepada detik.com di kantornya, Akademi Bela Negara, beberapa waktu lalu. Mendengar cerita Manila tersebut, Soeharto mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menyuruh untuk menyengsarakan Sukarno. "Saya hanya meminta agar Bung Karno jangan berhubungan dengan media asing. Kalau beliau bicara keluar, dunia akan mendukung beliau, Asia Afrika akan mendukung, bisa membelanya, dan kita bisa perang saudara. Saya ini tidak ada artinya, Manila, dibanding Bung Karno."
(jat/jat)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment