Monday, August 17, 2015
Dorong Revisi UU Veteran
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - LIPUTAN KHUSUS Dukungan agar purnawirawan yang pernah bertugas di Timor Timur setelah integrasi 1976 mendapatkan gelar kehormatan Veteran juga muncul dari kalangan Veteran. Seperti yang diungkapkan oleh Totot Wahyu, Pengurus DPD Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) DIY.
Menurut Totot, memang secara Undang‑undang tentang Veteran yang saat ini, purnawirawan yang bertugas setelah Juli 1976 tidak masuk dalam kategori Veteran. Namun bukan tidak mungkin hal tersebut bisa diakomodasi dan secara pribadi dirinya mendukung.
Menurutnya, jika memang ada rencana atau saran untuk mengakomodasi purnawirawan yang tergabung dalam operasi keamanan dalam negeri untuk bisa diangkat menjadi veteran bisa diajukan melalui mekanisme yang ada.
"Kalau tidak ada masukan dari bawah ada kemungkinan pemerintah tidak tahu. Atau mungkin sudah tau, namun malas karena tidak ada dorongan dari bawah. Oleh karena itu, saran saya yang sudah diakui oleh Undang‑undang bahwa kami Veteran, ya silahkan ajukan, dengan cara yang legal dan sesuai mekanisme yang ada," lanjutnya.
Lebih lanjut, saran dan masukan tersebut dirasa sangat penting oleh Totot, dan sebenarnya menurut Totot itu adalah kewajiban warga negara yang baik.
"Jadi beliau‑beliau untuk mengajukan dengan tekad dan semangat, Bismillah, ajukan," kata Totot.
Tentu hal tersebut dengan segala kriteria dan alasan‑alasan yang logis. Terkait dengan kondisi yang ada saat setelah Timor Timur terintegrasi, memang status operasi saat itu sudah menjadi operasi keamanan dalam negeri. Tetapi bahwa nantinya ada kriteria khusus yang memungkinkan menjadikan Veteran, Totot mendukung itu
penghargaan buat pengorbanan mereka," ujar Totot.
Hal tersebut menurut Totot bukan tidak mungkin akan bisa terwujud, asalkan bisa pro aktif karena itu juga bagian dari kewajiban warga negara.
"Hanya untuk namanya saran, diterima Alhamdulilah, tidak diterima ojo ngamuk, kita tunjukan kepada generasi penerus, kita adalah berakhlak mulia, jujur dan toleran," ujarnya. (*)
Saturday, August 15, 2015
Kisah sedih Bung Hatta tak mampu bayar iuran air PAM
Reporter : Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Ali Sadikin terhenyak mendengar kabar itu. Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta tak mampu membayar iuran air PAM. Saking kecilnya uang pensiun, Hatta juga kesulitan membayar listrik dan uang pajak dan bangunan.
Gubernur legendaris Jakarta itu terharu melihat kondisi Hatta. Seorang pemimpin yang jujur hingga hidup susah di hari tua.
"Begitu sederhananya hidup pemimpin kita pada waktu itu," kata Bang Ali terharu. Hal itu dikisahkan Bang Ali dalam biografinya Bang Ali, Demi Jakarta 1966-1977 yang ditulis Ramadhan KH.
Bang Ali tak cuma terharu, dia langsung bergerak. Sang Letnan Jenderal Marinir itu melobi DPRD DKI untuk menjadikan Bung Hatta sebagai warga kota utama. Dengan begitu Bung Hatta terbebas dari iuran air dan PBB.
DPRD setuju. Pemerintah Pusat juga memberikan sejumlah bantuan, di antaranya bebas bayar listrik.
Ironi, seorang proklamator, mantan wakil presiden, mantan perdana menteri dan seorang Bapak Bangsa Indonesia tak punya uang untuk membayar listrik dan air. Tapi itulah kejujuran seorang Mohammad Hatta. Padahal jika mau main proyek, Hatta tentu bisa kaya tujuh turunan macam pejabat bermental bandit.
Banyak kisah kesederhanaan Hatta yang bisa membuat air mata meleleh. Saat Hatta tak bisa membelikan mesin jahit untuk istrinya karena kekurangan uang. Atau sepatu Bally yang tak terbeli hingga akhir hayatnya. Guntingan iklan sepatu itu masih tersimpan rapi di perpustakaannya. Namun sepatunya tak terbeli oleh sang proklamator.
Hatta tak meninggalkan banyak uang. Dia mewariskan keteladanan untuk Bangsa ini. Keteladanan yang kini makin jauh dengan perilaku korup para pejabat negara.
[ian]
Subscribe to:
Posts (Atom)