Wednesday, January 28, 2015
Danjen Koppasus Utarakan Alasan Digelarnya Ekspedisi NKRI
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komandan Jenderal (Danjen) Koppasus, Mayjen TNI Doni Monardo mengungkapkan, alasan ekspedisi NKRI melibatkan masyarakat sipil seperti mahasiswa, serta unsur kepolisian, agar ekspedisi tersebut bisa menjadi sarana bertemunya berbagai komponen masyarakat. Tentu saja tujuannya agar bisa memberikan kontribusi untuk rakyat.
Dalam kesempatan tersebut, Doni sempat menyinggung bahwa, kepesertaan perempuan dalam ekspedisi NKRI tahun ini, merupakan yang terbanyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
‘’Banyak peserta remaja putri yang ikut dalam ekspedisi ini. Mungkin karena di kabinet yang sekarang ada banyak menteri perempuannya. Apalagi Menko PMK kita ini baru saja mendapatkan rekor sebagai wanita pertama yang menjabat menko dan termuda dalam sejarah kabinet,’’ jelasnya usai melakukan pembekalan terhadap peserta ekspedisi di Markas PusdikPassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (28/1).
Untuk itu, Doni berharap bahwa ekspedisi tersebut dapat dijadikan sarana belajar bagi seluruh peserta ekspedisi. Sebab, kata dia, akan banyak pelajaran yang dipetik dalam perjalanan tersebut. ‘’Kalau belajar di sekolah ada kalanya kita tidak belajar melainkan hanya sekedar formalitas sementara melalui ekspedisi, peserta akan mendapatkan kesempatan belajar bagaimana pertanian kita, kebudayaan kita,’’ tambahnya.
Doni mengungkapkan, dalam memilih peserta untuk berangkat ekspedisi, pihaknya melakukan seleksi terhadap seluruh peserta dari perguruan tinggi, di sleuruh tanah air. Dari seleksi awal melalui email dan telepon, ada 1.000 lebih peserta yang mendaftar.
Kemudian, lanjut dia, peserta diseleksi, seperti psikologi, kesehatan, dan pengetahuan. Karena alokasi anggaran yang memang terbatas. Untuk itu, dirinya berharap mudah –mudahan kedepan pesertanya bisa lebih banyak lagi. Sebab, hal ini terkait dukungan anggaran, kalau dukungan anggaran lebih besar. Pihaknya pasti akan menambah kuota peserta.
‘’Mereka yang tidak berhasil bergabung dalam ekspedisi ini, bukan karena kurang bagus. Tapi salah satu syarat ekspedisi ini adalah fisik, ketahanan dan juga kesehatan. Jangan sampai ketika bergabung, ditempat terpencil, mungkin juga tidak ada fasilitas memadai, bukannya menolong rakyat, malah merepotkan orang,’’ jelasnya.
Thursday, January 22, 2015
PPM Diharapkan Jadi Agen Pembangunan Jakarta
MENTENG (Pos Kota) – Wagub DKI Djarot Syaiful Hidayat mengharapkan organisasi Pemuda Panca Marga (PPM) dapat menjadi agen pembangunan kota Jakarta. Lembaga yang didirikan anak-anak Legiun Veteran yang telah berusia 34 tahun ini diminta terus bersinergi dengan Pemprov DKI sebagai abdi masyarakat.
Hal itu disampaikan Djarot yang diwakili Walikota Jakarta Pusat, Mangara Pardede, saat menghadiri perayaan HUT ke-34 PPM. “Pak Wagub juga menyampaikan rasa salut kepedulian PPM terhadap BKR/TKR yang merupakan cikal bakal berdirinya TNI. Beliau mengucapkan selamat ulang tahun PPM. sukses selalu,” ujar Mangara pada puncak acara yang berpusat di Museum Barisan Keamanan Rakyat/Tentara Keamanan Rakyat (BKR/TKR) di kawasan Menteng, Kamis (22/1).
Dalam rangka meyarakan HUT, PPM melakukan rangkaian bakti sosial membersihkan dan mengecat sejumlah gedung bersejarah. “Kami membersihkan sejumlah situs di Jakarta yang kondisinya telantar,” ujar Ketua Mada PPM DKI Jakarta Syaharudin Arsyad. Tujuannya agar monumen berupa museum maupun makam tokoh, agar lebih bersih dan awet sehingga nyaman bagi pengunjung.
Kegiatan yang berlangsung sejak sepekan lalu, PPM mengerahkan ratusan personil ke lima wilayah. “Kami mengerahkan sekitar 100 personil di tiap wilayah untuk membersihkan sampah, merapikan tanaman dan mengecat gedung yang sudah kusam,” kata Arsyad pada acara yang dihadiri ratusan undang, termasuk sejumlah pejabat pemprov, TNI, polri, dan lainnya.
Ketua panitia Syahindun Iin Al Halim menambahkan untuk wilayah Jakpus targetnya adalah Museum BKR/TKR, sekaligus pemancangan batu prasasti. “Untuk Jakut adalah Makam Si Pitung, Jakbar Makam P. Wijayakusuma, Jaksel Makam Jenderal Achmad Yani, dan Jaktim Makam P. Jayakarta,” ujar Iin yang juga Wakil Ketua Mada PPM DKI Jakarta. Acara diakhiri dengan pemotongan nasi tumpeng. (joko)
Saturday, January 17, 2015
Bripda Taufik yang 'Menampar' Nurani
By Putu Merta Surya Putra
Liputan6.com, Jakarta - Dia bukan jenderal, politisi, apalagi selebritis. Namun, kesederhanaan hidup yang dia jalani berhasil mencuri perhatian publik. Siapa yang tak terenyuh mengetahui seorang polisi muda berpangkat brigadir polisi dua (bripda) tinggal di bekas kandang kambing bersama ayah dan 3 adiknya.
Ini bukan sinetron atau telenovela, tapi kisah nyata yang bisa ditelusuri ke Desa Jongke Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta. Di kampung inilah Bripda Muhammad Taufik Hidayat tinggal sejak 2 tahun terakhir, di sebuah bangunan yang dia sewa Rp 170 ribu per tahun.
Menamatkan pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Selopamioro akhir 2014 lalu, Taufik menegaskan bergabung dengan korps kepolisian adalah cita-citanya sejak lama.
"Cita-cita saya memang jadi anggota Polri. Insya Allah bisa memberi kebanggaan pada keluarga," ucap Taufik saat ditemui di rumahnya Kamis 15 Januari 2015.
Polisi yang sehari-hari bertugas di Direktorat Sabhara Polda DIY ini mengaku dengan menjadi polisi dirinya berharap bisa membantu ekonomi keluarga yang selama ini sangat pas-pasan. "Saya tak mau terpuruk oleh keadaan dan harus bisa bangkit," tegas anggota polisi kelahiran 20 Maret 1995 ini.
Wajar kalau Taufik ingin mengubah hidup. Dilihat dari kondisinya saat ini, kehidupan Taufik bersama ayah dan 3 adiknya bisa dibilang memprihatinkan. Bayangkan, rumah kontrakan yang ditempati Taufik adalah bangunan semi permanen yang dulunya digunakan sebagai kandang sapi oleh kelompok peternak di kampungnya.
Bahkan, tak jauh dari rumahnya terlihat beberapa kandang sapi lain milik warga. Aroma khas kandang sapi pun menjadi pewangi seisi rumah. Batako yang melapisi rumah itu tidak mampu menutup seluruh bangunan rumah. Bahkan, banyak rongga di dinding yang tak bisa ditutupi.
Tak terlihat pula daun pintu, selain kain seadanya yang digantung untuk menutupi jalan masuk ke dalam rumah. Selain itu, jika hujan turun, dipastikan air akan gampang masuk karena atap rumah yang sudah banyak bocor.
Di dalam rumah kondisinya tak kurang memprihatinkan. Selain ruangan yang sempit, hanya satu kasur yang tersedia untuk ditiduri penghuni rumah. Seragam dinas Taufik pun hanya digantungkan di seutas kabel yang melintang di tengah rumah.
Kini, bangunan berukuran 3x4 meter itu menjadi istana bagi Taufik bersama ayahnya Priyanto dan ketiga adiknya Muhammad Agus Prasetyo (kelas 2 SD), Muhammad Hafis Hidayat (kelas 3 SD) dan Latifah Nur Hidayah (kelas 1 SMK).
"Rumah sudah nggak muat buat ditiduri. Saya sering sedih, soalnya kalau saya tidur di dalam rumah, Bapak terpaksa tidur di luar rumah," jelas Taufik.
Akibat Perceraian Orangtua
Taufik menceritakan awal mula keluarganya tinggal di bekas kandang sapi. Yakni lantaran orangtuanya bercerai. Taufik dan adiknya ikut sang ayah. Setelah itu, rumah dijual dan uang hasil jual rumah hanya bisa digunakan untuk membeli mobil pikap sebagai modal usaha dan sewa lahan di kandang sapi itu.
"Rumah waktu itu kan sejak Bapak Ibu cerai rumah dijual sama Ibu. Rencananya mau bikin rumah lagi nggak bisa. Akhirnya saya sama adik-adik dan Bapak di situ dan Ibu saya nikah lagi. Anak-anak semuanya ikut Bapak," ujar polisi yang punya hobi nyanyi itu.
Sudah cukup lama Taufik tinggal terpisah dengan ibunya. Walau demikian, Taufik tetap berkomunikasi dengan wanita yang melahirkannya itu. Bahkan saat diterima jadi polisi, ia sempat menelepon sang bunda.
Meski dengan kondisi keluarganya seperti ini, Taufik mengaku dirinya tak mengizinkan adik-adiknya ikut dengan ibunya. Hal itu lantaran Taufik ingin dirinya yang bertanggung jawab untuk mengurus adik-adiknya.
"Ibu tahu saya jadi polisi, ya jelas senengnya anaknya jadi polisi. Selama saya sudah di polda ini belum pernah ketemu, soalnya di Bogor. Komunikasi lewat HP sering. 1 tahun nggak ketemu dengan ibu. Ibu pernah datang ke rumah. Saya nggak bolehin ikut Ibu, ya alasanya saya yang tahu. Intinya saya ingin tanggung jawab adik-adik saya," jelas dia.
Terpisah dari sang Ibu, dia mengaku pernah melihat adik-adiknya menangis karena merasa kangen. Namun dia berusaha selalu menghibur agar adiknya tetap tegar dan kuat. "Adik saya nangis ya paling kangen sama Ibu saya. Tapi kan dia banyak main sama temennya. Jadi nggak gitu sedih ya. Ada lah rasa sedih tapi nggak pernah nangis kenceng," kata Taufik.
Selain itu, Taufik mengaku pernah memiliki seorang kekasih. Namun karena ingin fokus mengejar cita-cita sejak masuk sekolah polisi, ia akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkan perihal hubungan cinta.
"[Belum punya pacar]( 2161677 ""). Dulu pernah punya pacar pas masuk sekolah itu saya fokus ke sekolah. Nggak kepikiran lagi. Belum kepikiran. Yang penting adik-adik saya sekolah dulu," tandas Taufik.
Bangga Jadi Polisi
Namun, semua itu tak membuat semangatnya menjalankan tugas sebagai anggota Polri menjadi tergerus. Sebaliknya, setiap pagi dengan langkah tegap dia menyusuri jalan menuju tempat tugasnya.
"Ya, kadang jalan kaki, kadang berlari ke Polda (DI Yogyakarta) sekitar 5-7 kilometer. Pernah juga saya dihukum karena terlambat," ucap Taufik yang mengaku tak punya kendaraan sendiri menuju tempatnya bertugas.
Bahkan tak jarang dia meminjam sepeda milik tetangganya. "Pernah minjam tetangga. Tapi nggak enak juga karena selalu minjem, Mas. Ya sudahlah jalan saja," ujar Taufik.
Putra dari pasangan Priyanto dan Martinem ini mengaku tidak pernah menangisi keadaan agar adik-adiknya dapat meniru ketegaran hati demi masa depan. "Adik saya juga jalan kaki ke sekolah. Jaraknya juga satu kilometer. Tapi sekarang sudah punya sepeda," ucap alumni SMKN 1 Sayegan itu.
Taufik menegaskan, semua kondisi itu diterimanya dengan lapang dada lantaran kebanggaan menjadi anggota polisi telah mengalahkan semua kekurangan yang ada.
"Waktu baru jadi polisi saya sempat nggak percaya. Bahkan, setelah dilantik juga belum percaya, sampai-sampai saya minta Bapak untuk menampar saya biar yakin kalau ini bukan mimpi," cerita Taufik.
Semangatnya makin bertambah karena dia tahu sang ayah dan adik-adiknya sangat mendukung serta memiliki kebanggaan yang sama atas profesi yang kini dia jalani. Hingga kini, Taufik masih ingat dengan ucapan ayahnya yang seorang buruh bangunan itu.
"Waktu dilantik (jadi polisi) saya dipeluk Ayah. Kata Ayah saya, kalau seorang anak jadi lebih baik dari orangtuanya, itu akan membuat bangga orangtua manapun," ujar Taufik dengan mata berkaca-kaca.
Apa yang disampaikan Taufik dibenarkan ayahnya. Priyanto mengaku memilih tinggal di antara puluhan kandang sapi dan kambing karena tidak ingin bergantung kepada orang lain. Ia mengaku sebenarnya memiliki sanak keluarga yang bisa memberinya tumpangan, Tapi dia tidak mau bergantung dan menyusahkan orang lain.
"Nggak pengin ke rumah saudara. Sebenarnya ada saudara punya rumah luas, tapi saya cuma pengin sendiri. Tidak ingin menyusahkan orang lain," ujar dia.
Rasa bangga terasa dari kata-kata Priyanto saat membicarakan anak sulungnya itu. Ia teringat saat disuruh Taufik menampar Taufik, setelah sang anak lulus dari sekolah kepolisian dan dilantik menjadi anggota polisi. Saat mengenang peristiwa itu, Priyanto tiba-tiba menitikkan air mata.
"Nggak ngira kalau Taufik lulus. Saya terenyuh, sampai anak saya jadi ini," ujar ayah Taufik.
Priyanto mengaku, semua yang terjadi karena sikap sederhana yang selalu diajarkan kepada anak-anaknya. Prihatin, itulah kata yang selalu diucapkan Priyanto dan terekam ke kepala anak-anaknya hingga Taufik diterima di kepolisian.
"Saya prihatin istilahe orang Jawa. Betah ngeleh (kuat lapar) dikit dikit gitu lho. Ya saya nggak makan 3 hari saya lakoni supaya anak bisa makan," ujar dia sembari sesunggukan.
Pada akhir pertemuan, terucap harapan tulus dari sang ayah agar kelak anaknya dapat sekolah lagi dan bisa sukses dalam karier. Ia berharap agar anaknya dapat bekerja keras dalam menjalankan tugasnya.
"Ya harus kerja keras. Harapannya, ya moga bisa kuliah lagi sekolah lagi apa yang dicapai mundak pangkat itu lho," ungkapnya dengan polos.
Taufik mengaku tidak masalah dengan keadaan hidupnya bersama sang ayah dan adik-adiknya. Ia mengakui, rumah yang dihuninya tidak memadai untuk adik-adiknya yang masih kecil. Nyamuk sudah menjadi kawan akrab, dan ular sesekali datang ke rumahnya.
Ia pun mengaku jika keluarganya masih menggunakan sungai untuk kebutuhan MCK. "Kalau ke belakang ya di sungai sebelah rumah itu, Mas. Di sebelah timur rumah itu kan ada kali ya di situ," ujar Taufik datar.
Di lingkungannya, Taufik dikenal baik dan soleh oleh para tetangga. Anggota Dit Sabhara Polda DIY itu juga aktif dalam kegiatan kepemudaan di Kampung Jongke Tengah.
"Pribadinya bagus, agamanya bagus, sama orangtuanya dan pemuda aktif juga. Anaknya rajin, soleh. Silakan saja tanya tetangga lainnya," kata seorang tetangga Taufik bernama Basuni di Sleman.
Sebagai tetangga, Basuni mengaku mengenal betul perjalanan hidup Taufik sekeluarga. Dia mengungkapkan, sang polisi harus hidup di bekas kandang sapi sejak perceraian kedua orangtuanya.
"Rumahnya kan dijual ibunya, akhirnya nggak punya rumah dan tinggal di kandang ini. Sebagai tetangga, [saya ya kasihan, Mas]( 2161869 ""). Tapi juga nggak bisa bantu, cuma sedih saja," ujar dia.
Perhatian Terus Berdatangan
Kabar tentang kondisi hidup Taufik yang memprihatinkan ternyata sampai ke telinga atasan serta rekan-rekan sekerjanya. Ingin membuktikan kebenaran cerita itu, Dir Sabhara Polda DIY Kombes Pol Yulza Sulaiman memutuskan mendatangi kediaman anak buahnya itu.
Bersama sejumlah staf Sabhara Polda DIY, Yulza pun mendatangi sendiri 'istana' milik Taufik. Sesampainya di depan bekas kandang sapi itu, hati Yulza pun terenyuh. Namun, di antara perasaan itu, rasa bangga menyelimuti sang atasan.
"Saya bangga karena Bripda Taufik memiliki kemauan dan etos kerja lebih dari temannya. Terlihat dari upaya dia ke kantor dengan jalan kaki dengan jarak yang jauh," kata Yulza.
Setelah melihat sendiri hidup yang harus dijalani bawahannya itu, Yulza berniat untuk meminjamkan 1 sepeda motornya kepada Taufik.
"Setelah tahu kondisi ini saya siapkan sarana tempat tinggal di atas di aula barak. Saya pinjamkan kendaraan roda dua selama dia beraktivitas di sini. Ke depannya kita akan lakukan lebih lagi," ujar Yulza.
Yulza pun mengimbau rekan-rekan Taufik yang lain untuk meniru semangat polisi muda tersebut. "Motivasi dia tetap disiplin datang tepat waktu. Dia mempunyai motivasi yang tinggi untuk merubah dirinya sendiri. Ini harapannya mempengaruhi di korpsnya bisa memberi motivator ke rekan kerja lainnya. Keterbatasan sisi material tidak pengaruhi kondisi," ujar dia.
Di sisi lain, Yulza meminta Taufik tetap rendah hati jika nanti sukses. Pemberitaan mengenai sosoknya yang sederhana jangan sampai membuat lupa diri. Dia mengingatkan adanya kasus polisi yang tenar setelah jadi bahan pemberitaan, lalu berubah jalur ke dunia hiburan, yaitu Norman Kamaru. Yulza meminta kepada Taufik agar belajar dari kasus Briptu Norman tersebut.
"Kalau dia kan sudah briptu, kakaknya dia kan. Nah dia kan baru bripda masih baru, makanya jangan sampai dia lupa siapa dirinya. Baju dia apa, polisi kan," ujar Yulza di Yogyakarta.
Dia mengingatkan kepada Taufik agar tidak berpaling dari cita-citanya, tetap konsisten, dan kerja keras. Ia ingin melihat anak buahnya sukses di kepolisian. "Apa yang sudah kamu pupuk cita cita dari awal jangan pernah padam. Sekarang kamu jadi polisi maka kamu tingkatkan," imbaunya.
Wakil Direktur Sabhara Polda DIY AKBP Pri Hartono juga berpesan kepada Taufik untuk memegang prinsip hidup yang sudah dipegangnya. Dia berharap, Taufik tidak melupakan siapa dirinya yang berasal dari korps kepolisian.
"Yang jelas jangan sampai lupa siapa dirimu. Jadilah dirimu sendiri prinsip komitmen bahwa kamu adalah anggota insan Bhayangkara. Jangan lupa diri," kata dia.
Tidak hanya mengundang simpati atasan dan rekan kerjanya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga menaruh empati atas kondisi Taufik. Pri Hartono mengatakan, Ahok melalui staf khususnya telah menghubungi untuk memberikan bantuan kendaraan bagi Taufik.
"Tadi stafnya Pak Ahok, Bu Ririn mau kasih bantuan. Silakan kalau mau milih kendaraan apa. Saya yakin dia tidak mau memilih mobil. Tidak akan mau. Dia dapat rezeki ya diterima saja. Silakan," ujar Pri kepada Wartawan di Mako Polda DIY.
Semangat hidup Taufik juga mengundang perhatian Kompol Dedy Muryi Haryadi yang bertugas di Poso, Sulawesi Tengah. Dia berjanji akan memberi Taufik seekor kambing.
Pri menyebutkan bantuan kambing itu mungkin ditujukan untuk Priyanto, ayah Taufik agar bisa beternak. "Ada Pak Ahok sama yang mau ngasih kambing tadi junior saya di Poso," ujar dia.
Selain para tokoh, sejak jauh hari empati juga diperlihatkan rekan-rekan dan senior Taufik di Polda DIY. Mereka patungan membantu sang junior yang saat ini tak memiliki uang sepeser pun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Dia dikasih kakak-kakak seniornya. Bantingan (patungan) kakak-kakak seniornya. Sampai terkumpul Rp 370 ribu. Buat dia makan dan keperluan lain. Dia kan nggak punya duit. Kakak seniornya menjamin selama di sini makannya ditanggung," ujar Pri yang diamini Taufik.
Namun, semua pemberian itu diharapkan Pri tidak membuat Taufik lupa diri. "Pemberian itu pasti dia tetap terima. Boleh empati, tapi jangan sampai menganggu dia," pungkas Pri.
Taufik memang beda, karena dia muncul ketika publik sedang terlena dengan cerita tentang pejabat kepolisian yang diduga punya simpanan uang berlimpah. Selain itu, tanggung jawab yang diperlihatkan Taufik kepada ayah dan adik-adiknya menyadarkan banyak orang kalau nilai-nilai keluarga belum sepenuhnya hilang.
Mungkin setelah ini kehidupan Taufik akan berbeda dan wajar kalau kita berharap kehidupannya akan menjadi lebih baik. Lebih dari itu, kita lebih berharap Taufik tetaplah menjadi polisi yang baik, dengan kehidupan yang lebih baik juga tentunya, agar dia bisa fokus bekerja sebagai bhayangkara negara.
Thursday, January 01, 2015
Dedy Risdijanto, Kolektor dan Tukang Repro Benda Langka Perang Dunia II
Koleksi Paling Antiknya Justru Pemberian dari Orang
Laporan Priska Birahy, Jawapos.com - Surabaya
Perang Dunia II merupakan perang kolosal terakhir dalam sejarah manusia. Itu masih memikat bagi sebagian orang. Salah seorang di antaranya Dedy Risdjijanto, seorang bos usaha kreatif di Surabaya. Dia lebih memilih mengoleksi benda Perang Dunia II ketimbang punya mobil mewah. Dia bukan hanya kolektor, tapi juga renaktor (pereka ulang sejarah, Red).
_______________________
RUMAH di Kedungdoro Gang IX Nomor 9 bak museum Perang Dunia II. Di teras depan bangunan seluas 6 x 20 meter itu, bertengger sebuah sepeda kuno tentara Jepang saat PD II. Juga ada tas-tas milik tentara Dai Nippon yang digantung artistik. Di belakang rumah, banyak pernik-pernik khas tentara Perang Dunia II di Indonesia.
Pemiliknya, Dedy Risdijanto, memang bukan hanya pencinta sejarah biasa. Tapi, dia juga maniak Perang Dunia II. Baginya, perang antarbangsa pada 1942–1945 tersebut sangat memukau. ’’Sulit diungkapkan dengan kata-kata,’’ ucapnya. Itulah yang kemudian membuatnya mengumpulkan pernik-pernik terkait dengan PD II.
Hanya, Dedy mengkhususkan diri pada pernik-pernik tentara dalam ajang pertempuran PD II di Indonesia. Khususnya pernik-pernik tentara Jepang. Negeri Matahari Terbit itu dalam Perang Dunia II memang merupakan satu di antara tiga negara sekutu AS bersama Jerman dan Italia. Jepang dominan pada awal-awal PD II dan menguasai banyak teritori di kawasan Asia Pasifik, terutama Indonesia.
’’Sejak awal jadi kolektor, saya sudah cocok dengan baju tentara Jepang. Kata teman-teman, wajah saya juga menunjang,’’ ucap pria 43 tahun tersebut, lantas tertawa. Tapi, bukan berarti dia tidak tertarik pernik-pernik milik tentara Inggris atau Amerika. Hanya, dia lebih menyukai seragam dan peralatan tempur angkatan bersenjata Jepang.
Koleksinya pun aneh-aneh dan terbilang sulit dicari. Misalnya, goggle (alat bantu penglihatan, Red) dan helm pilot pesawat tempur Jepang. ’’Saya diberi orang. Katanya amanah peninggalan sang kakek. Belum ada yang punya seperti ini,” ungkap pria yang guratannya sepintas seperti orang Jepang itu.
Dia mengakui, dua benda yang didapatnya itu terlihat begitu usang. Tali penyambung kacamata maupun kulit topi rapuh dan hampir copot. Menurut dia, kedua benda merupakan barang yang dipakai semasa zaman penjajahan Jepang pada Perang Dunia II.
Namun, tidak diketahui secara pasti penggunanya. Sebab, sang pemilik, yakni generasi ketiga dari sang empunya, menghibahkan dua barang langka itu begitu saja. Tujuannya dijaga. ”Katanya sering lihat saya bergaya ala Jepang di Facebook. Jadi, dia berikan,” ungkap owner DR. Cre@tion itu.
Namun, dia berkeyakinan si pemilik pertama dua benda tersebut merupakan pelaku sejarah pada era penjajahan Jepang. Jejak yang tersisa hanyalah tulisan Jepang dengan huruf kanji yang menempel bersama logo di bagian dalam topi kulit cokelat itu.
Gambarnya pun sama sekali tidak mencolok mata. Hanya berupa lembaran kain putih yang berisi tulisan dalam kolom. Lelaki yang mulai bergabung menjadi renaktor (pereka ulang sejarah, Red) pada 2004 itu bahkan bertanya kepada seorang rekan di Jepang. ”Katanya itu tulisannya nomor ukuran saja,” terangnya sambil menyulam sebuah tas kulit pesanan orang.
Tak berhenti di situ, untuk memastikan keasliannya, lelaki yang dikenal dengan sebutan Dedy Kopral Risdijanto itu lantas melacak keberadaannya di ebay hingga situs sejarah lainnya. Hasilnya idem. Bahkan, di kalangan renaktor dan beberapa pelaku sejarah, benda tersebut hampir tidak ada.
Tidak heran, begitu di-posting di media sosial, berbagi komentar hinggap di wall-nya. Mereka tidak lain ingin memilikinya. Berbagai tawaran hingga barter dengan sesama benda PD II pun ditolaknya. ”Namanya amanah ya harus dijaga. Dan ini tak ternilai. Soalnya, susah didapat,” jelas pria yang awalnya menjadi onthelist (pengayuh sepeda onthel, Red) pada 1992 itu.
Bukan hanya goggle dan topi, sebuah holster nambu (tempat pistol Jepang) berbahan kulit pun masih terlihat kukuh. Sarung senjata yang dipakai sekitar 1943 itu punya sejarah. Berdasar hasil pencarian di internet dan bertanya langsung kepada saksi sejarah, holster warisan tersebut pernah dipakai tentara PETA. Yakni, tentara Jepang yang berbalik dan membela tanah air demi kemerdekaan.
Lelaki yang rela resign untuk meneruskan hobinya itu juga menemukan holster miliknya dipakai tentara Heiho atau pasukan bentukan tentara pendudukan Jepang di Indonesia. Meski demikian, barang-barang itu terbatas. Dia pun mengaku kesulitan untuk mencari sisa peninggalan di Surabaya. Alhasil, target buruannya berpindah ke luar kota hingga luar pulau.
Misalnya, gunto (pedang yang dipakai samurai) asli yang didapatnya dari hasil buruan di Sumbawa, NTB. Bentuknya persis gunto yang dipakai saat prajurit Jepang bertarung untuk merebut kekuasaan. Pedang miliknya itu adalah shin gunto, jenis pedang milik perwira yang dililit ratusan untaian benang. Mulai pegangan hingga ujung sarung pedang. ”Pedangnya sampai berkarat. Banyak yang minta, tapi enggak bisa saya lepas,” aku pemilik tujuh sepeda kuno yang sering dijadikan properti fotografi itu.
Di sarung gunto yang sudah kusam tersebut terdapat beberapa bercak cokelat. Itu lebih mirip sisa cairan yang tumpah dan mengering. Dedy pun tidak tahu pasti apakah itu cairan atau darah. Baginya, senjata-senjata tersebut punya nilai tersendiri.
Koleksi lainnya adalah water canteen atau botol air minum bercap tulisan Jepang di bagian bawah. ”Sama, ini juga dapatnya di pasar loak Malang. Tapi, ini asli dan carinya susah,” sambung alumni SMA Negeri 4 Surabaya itu.
Sambil memasang putee (kain yang dililitkan di kaki), ketua Kosti (Komunitas Sepeda Tua Indonesia) Jatim itu mengakui hobinya tersebut membuatnya lebih mengenal sejarah bangsa. Jika dahulu sejarah hanya didapat dari tulisan di buku, kini dia bisa mereka ulang. ”Belajar sejarah itu jadi lebih fun. Saya juga bisa merasakan perjuangan para pejuang dahulu,” tuturnya. Kini selain masih memburu barang bekas PD lain, dia aktif memproduksi barang repro. Mulai tas, senjata, topi, hingga tempat magazin, dan peluru. Itulah yang membuat dia dikenal sebagai spesialis repro yang mungkin hanya ada satu di Surabaya. ”Saya masih ingin cari topi perang Jepang,” katanya sambil mengenakan field cap Jepang.
Namun, dia tidak hanya berhenti menjadi kolektor. Dia bahkan bisa hidup dengan koleksinya. Yakni, membuat produk ulang benda bersejarah tersebut. Misalnya, tas perang Jepang. Dia melihat aslinya, kemudian mereproduksi benda tersebut dan menjualnya. Hasilnya ternyata lumayan. ’’Tidak usahlah saya sebutkan. Yang penting, saya bisa hidup dari hobi ini,’’ ucapnya, lantas tersenyum. (*/c6/ano)
Subscribe to:
Posts (Atom)