Friday, June 21, 2013
Soeharto tolak wasiat terakhir Bung Karno soal makam
Reporter : Laurencius Simanjuntak MERDEKA.COM
Sang Proklamator Bung Karno wafat pada 21 Juni 1970 atau tepat 43 tahun lalu. Dia dimakamkan dekat makam ibunya di Blitar, Jawa Timur.
Lokasi pemakaman di Blitar ini merupakan keputusan pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto . Padahal, sewaktu hidup, Bung Karno pernah mengatakan ingin dimakamkan di daerah Priangan alias Jawa Barat.
Dalam ' Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' (Cindy Adams, 1965), Bung Karno mengatakan tidak ingin dikubur dalam kemewahan.
"Saya ingin sekali beristirahat di bawah pohon yang rindang, dikelilingi pemandangan yang indah, di sebelah sungai dengan air yang bening. Saya ingin berbaring di antara perbukitan dan ketenangan. Hanya keindahan dari negara yang saya cintai dan kesederhanaan sebagaimana saya hadir. Saya berharap rumah terakhir saya dingin, pegunungan, daerah Priangan yang subur di mana saya bertemu pertama kali dengan petani Marhaen," kata Bung Karno .
Belakangan, Bung Karno mengungkapkan tempat yang memenuhi kriteria itu adalah sebuah tempat dekat vila miliknya di Batu Tulis, Bogor. Vila itu dibangun Bung Karno di akhir masa jabatan kepresidennya.
Namun, wasiat itu tidak diindahkan oleh Soeharto , yang memutuskan memakamkan sang proklamator dengan acara kenegaraan. Pemimpin otoriter itu memilih Blitar.
Soeharto beralasan keinginan keluarga Bung Karno perihal lokasi pemakaman berbeda-beda. "Andaikata kita serahkan kepada keluarga besar yang ditinggalkannya, maka saya melihatnya bakal repot," ujar Soeharto dalam ' Soeharto : Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya' (Dwipayana dan Ramadhan, 1989).
Maka, kata Soeharto , "Saya memutuskan dengan satu pegangan yang saya jadikan titik tolak, yakni bahwa Bung Karno sewaktu hidupnya sangat mencintai ibunya. Beliau sangat menghormatinya. Kalau beliau akan berpergian ke tempat jauh, ke mana pun, beliau sungkem dahulu, meminta doa restu kepada ibunya. Setelah itu barulah beliau berangkat."
Atas dasar kedekatan dengan ibu itu, Soeharto akhirnya memakamkan Bung Karno di Blitar, tak sesuai dengan wasiatnya. Soeharto juga memugar makam Bung Karno , hal yang tidak sesuai dengan kesederhanaan yang diinginkan pemimpin revolusi itu.
Sejumlah sejarawan berpendapat, keputusan sepihak Soeharto soal pemakaman itu karena dia merasa terlalu berbahaya jika makam Bung Karno terlalu dekat dengan Jakarta. Stabilitas pusat negara akan terganggu. Rupanya Orde Baru masih takut dengan kharisma pemimpin besar revolusi ini, bahkan setelah dia mati.
Meski dimakamkan di Blitar, tempat peristirahatan terakhir Bung Karno itu masih didatangi banyak orang hingga kini. Setelah 43 tahun Putra Sang Fajar kembali ke haribaan Sang Khalik.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment