Tuesday, April 16, 2013
HUT Kopassus, DPR: Jangan Pojokkan TNI!
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasukan elite di lingkungan TNI AD, Kopassus merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-61 pada 16 April 2013. Tidak seperti biasanya, sebagian masyarakat sangat menyoroti korps Baret Merah tersebut setelah dipastikan 11 prajurit Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura sebagai tersangka penyerang Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman. Gara-gara itu, citra dan nama baik TNI mendapat sorotan masyarakat.
Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Kertopati menyarankan masyarakat agar tidak terus-terusan menyudutkan aparat TNI dan juga Polri. Ia mengimbau, lebih baik semua pihak mendukung reformasi di tubuh TNI dan Polri.
Pasalnya, bagaimana pun institusi TNI dan Polri termasuk pilar bangsa dan negara, serta penjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Jadi, bukannya terus menjelek-jelekan kedua institusi negara itu,” katanya, Selasa (16/4).
Politisi Partai Hanura itu meminta agar semua lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pengamat yang terus memojokkan TNI agar melihat persoalan dari sudut pandang jernih. Menurut dia, opini yang dibentuk LSM dan pengamat justru membuat situasi bertambah panas. Padahal, kalau tensi tidak turun, maka konflik selalu terjadi.
Lantas akibatnya, kata dia, rakyat tidak lagi percaya kepada hukum dan bisa main hakim sendiri. "Kalau ketidakpercayaan rakyat meluas dalam skala nasional, kemudian konflik dimana-mana. NKRI pun bisa terpecah-pecah karena ini,” ujar Nuning.
Ia mengingatkan, Komnas HAM yang selalu kritik terhadap kinerja aparat untuk tidak tebang pilih dalam menjalankan fungsinya. "Tolong diingat, setiap prajurit TNI dan Polri itu adalah anak-anak bangsa yang mempunyai Hak Asasi Manusia pula."
Reporter : Erik Purnama Putra
Redaktur : Fernan Rahadi
Wednesday, April 10, 2013
Musda ke II PPM Babel, Ajang Evaluasi dan Mawas Diri
Detail Ditulis oleh Redaksi Majalahpotretindonesia.com
DANREM 045/Gaya Kolonel Inf Didied Pramuito yang diwakili oleh Kepala Seksi 5/Teritorial Letkol Inf Rasdian Setiadi S.IP yang secara resmi membuka Musawarah Daerah (Musda) ke-2 Pemuda Panca Marga (PPM) Sabtu 23/03/2013 di Gedung Serbaguna Kartika Kodim 0413/Bangka Jl. Solihin GP. Pangkalpinang.
Musda ke-2 PPM Prov Kep Babel ini dihadiri oleh Asisten-II Pemprov Babel(Iskandar Zulkarnain), mewakili Gubernur Provinsi Kepulauan Babel, yang mewakili Ketua umum PP. Pemuda Panca Marga (Mugairah Djohar), Sekjen PP. PPM (Ir. Ishak Tan, MSi, PhD.), Bendahara Umum PP. PPM (Bapak RH Wiedoro) Ketua PD. PPM Babel Bapak Bustanul Arifin SH, Ketua KNPI Prov Kep Babel, Ketua LVRI Babel M Arief, Ketua KNPI Babel Ketua FKPPI Pangkalpinang.
Dalam kesempatan tersebut Danrem menyampaikan bahwa Pemuda Panca Marga yang merupakan salah satu wadah berhimpun bagi pemuda Indonesia yang mempunyai latar belakang yang sama sebagai anak-anak veteran pejuang bangsa, dan merupakan bagian dari keluarga besar TNI, pendukung utama pelaksanaan tugas-tugas dan pengabdian TNI.
Semangat dan tekad yang digelorakan oleh nilai-nilai kepejuangan dan nilai-nilai Nasionalisme yang dicetuskan sejak kebangkitan bangsa tahun 1908, kongres pemuda tahun 1928 yang melahirkan sumpah pemuda, proklamasi 17 Agustus 1945 yang melahirkan bangsa indonesia yang merdeka dan berdaulat, yang sampai sekarang tetap dapat mempertahankan kemerdekaan itu dan mengisinya dengan pembangunan,
Lebih lanjut Danrem menyampaikan bahwa sebagai organisasi non partisan atau independen, Pemuda Panca Marga harus memiliki militansi yang tinggi, komitmen yang kuat dalam menjalankan misinya dan senantiasa memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap berbagai usaha dari oknum atau kelompok yang tidak sehaluan dan bertentangan dengan ideologi pancasila.
Berkenaan dengan pelaksanaan Musda ke-2 ini, saya berharap hendaknya dapat benar-benar dimanfaatkan sebagai wahana untuk mawas diri, mengevaluasi diri dan mengoreksi diri, terhadap segala hal yang sudah dikerjakan sebagai titik tolak bagi perumusan kebijakan dan penyusunan program. jelas Danrem.
Hasil dari Musda ke-2 yang digelar tadi siang, yang terpilih menjadi Ketua PD Pemuda Panca Marga Prov Kep. Babel periode 2013 sampai dengan 2017 kedepan, dipercayakan kepada Bapak H. Sukinawa.
Turut hadir dalam acara tersebut Kasdim 0413/Bka Mayor Inf Surobin, Kapenrem 045/Gaya, Mayor Inf Ruhin S.Ag dan Pasi Binwanwil Ster Korem 045/Gaya Mayor Arm Joni Armadi. (ngadianto asri)
25 Anggota Satgas PPM Selami Perairan Bangka
Laporan wartawan Bangka Pos, Ryan A Prakasa
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Rencana pembentukan satuan tugas Search and Rescue (satgas Water SAR) organisasi Panca Marga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (PPM Babel) tak hanya sekadar selogan saja, namun rencana tersebut dibuktikan dengan adanya pelatihan rutin yang dilakukan baru-baru ini.
Rabu (10/4/2013) pagi, kegiatan pelatihan selam (diving) sempat dilakukan di wilayah perairan Bangka dengan titik lokasi 1 mil dari muara air Kantung Sungailiat, kabupaten Bangka, dengan di kedalaman bawah air sekitar 17 meter.
Ketua PPM Babel, Sakinawa mengatakan, kegiatan pelatihan selam tersebut diikuti sebanyak 25 orang personil asal anggota PPM. Kegiatan latihan selam ini dilakukan sejak pagi pukul 08.00 wib hingga sore pukul 17.00 wib. Rencananya kegiatan pelatihan selam ini akan dilakukan rutin, dan ke depan para pengurus PPM Babel akan mempersiapkan pembentukan tim satgas Water SAR di tiap-tiap daerah baik kota/kabupaten di wilayah Babel.
"dalam waktu dekat ini pengurus PPM Babel berencana akan membentuk satgas SAR darat dengan menerapkan pola pelatihan yang berbeda dengan satgas Water SAR," kata Sakinawa kepada bangkapos.com, Rabu (10/4/2013) sore saat ditemui di sekretariat PPM Provinsi Babel, di kota Pangkalpinang..
Sakinawa tak lupa mengucapkan rasa terima kasihnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung kegiatan organiasasi PPM yang saat ini, khususnya instansi Korem 045 Garuda Jaya yang turut mendukung atas kegiatan PPM, serta pihak Badan SAR Nasional atau Basarnas Provinsi kepulauan Bangka Belitung.
"Kita harapkan juga kegiatan yang kami lakukan ini memberikan manfaat bagi masyarakat di Babel. Dan kami juga mengucapkan rasa terima bagi pihak-pihak yang memang mau mendukung kegiatan positif demi masyarakat di Babel," ujar Sakinawa.
Penulis : ryan augusta
Editor : asmadi
Sumber : bangkapos.com
PPM Tolak KIP dan TI Apung Toboali
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Basel Wiwid menegaskan, keberadaan Kapal Isap Produksi (KIP) di perairan Toboali tidak memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, baca selanjutnya
Monday, April 08, 2013
Eks Kepala BIN: Kalau Perlu, 11 Anggota Kopassus Dapat Bintang Mahaputra
Senin, 08/04/2013 Ikhwanul Habibi - detikNews
Jakarta - Kasus LP Cebongan yang melibatkan 11 anggota Kopassus dinilai akibat bisunya hukum. Sehingga, terbunuhnya Sertu Heri Santoso oleh para preman mengakibatkan senjata yang bicara.
"Premanisme di Jogja yang merajalela ini membuktikan hukum bisu. Hukum tidak bisa menyentuh preman-preman ini. Hukum ini masih punya legalitas tapi sudah tidak punya legitimasi. Hukum ini sudah tidak mempunyai daya rekatnya, sehingga masyarakat sudah tidak percaya lagi," kata mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono saat berbincang dengan detikcom, Senin (8/4/2013).
Di mata pendiri sekolah intelijen itu, hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat. Oleh sebab itu, apabila hukum tidak bisa melindungi rakyatnya maka senjata yang akan bicara.
"Makanya secara hukum mereka salah, tapi secara moral mereka baik. Kalau perlu mereka dapat bintang mahaputra," papar Kepala BIN 2001-2004 ini.
Oleh sebab itu, Alumni Akmil 1967 ini meminta masyarakat memahami kasus ini secara menyeluruh, tidak sepotong-potong. Selain itu, Hendro juga meminta masyarakat tidak menyeret-nyeret pimpinan Kopassus dalam perkara tersebut.
"Apa yang dilakukan prajurit-prajurit Kopassus ini di Cebongan, kalau secara moral dia adalah prajurit yang baik, tapi secara hukum dia salah. Seandainya dia harus dihukum, dia tetap seorang prajurit yang baik. Kalau perlu dikasih bintang jasa itu sama masyarakat. Hukum bicara yang benar dan yang salah. Moral bicara yang baik dan yang jelek. Hukumnya bisu, makanya senjata saja yang bunyi," pungkas Hendro.
(asp/fdn)
Sunday, April 07, 2013
Survei: 56,06 persen publik tidak puas atas penegakan hukum
Pewarta: Ruslan Burhani
Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab.
Peneliti LSI Dewi Arum kepada pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, temuan survei LSI tersebut menggambarkan betapa rendahnya wibawa hukum di mata publik.
Dewi menjelaskan, survei khusus LSI mengenai kondisi penegakan hukum di Indonesia itu dilakukan melalui "quick poll " pada tanggal 1 -- 4 April 2013. Survei menggunakan "metode multistage random sampling" dengan 1.200 responden dan margin of error sekitar 2,9%.
"Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview," katanya.
Menurut Dewi, mereka yang tak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia merata di semua segmen. Mereka yang tinggal di kota maupun desa, berpendidikan tinggi maupun rendah, mereka yang berasal dari ekonomi atas maupun ekonomi bawah.
Namun demikian, mereka yang tinggal di desa, berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah lebih tak puas jika dibandingkan dengan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi.
"Hal ini disebabkan karena mereka yang berada di desa dan kelompok ekonomi bawah lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tidak adil jika berhadapan dengan aparat hukum," ujarnya.
Ketidakpuasaan responden terhadap penegakan hukum di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu 37,4 persen (Survei LSI Januari 2010), sebesar 41,2 persen (Oktober 2010), sebesar 50,3 persen (September 2011), sebesar 50,3 persen (Oktober 2012), dan terakhir 56,6 persen (April 2013).
Dewi menjelaskan, tingginya ketidakpuasaan terhadap penegakan hukum sejatinya menjadi sinyal kewaspadaan bagi pemerintah maupun bangsa Indonesia.
Dalam survei tersebut, LSI juga menemukan responden yang setuju tindakan menghukum sendiri pelaku kehajatan (main hakim sendiri) sebesar 30,6 persen, sedangkan mereka yang tidak setuju dengan tindakan main hakim sendiri apapun alasannya atau mereka yang masih tetap percaya pada proses hukum sebesar 46,3 persen, dan 23,1 persen responden tidak menjawab.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2013
Saturday, April 06, 2013
TNI Kini jadi Pengangguran
Belajar dari Kasus Cebongan, Peran TNI-Polri Perlu Diatur
JAKARTA Jawa Pos- Berbagai kasus kekerasan yang melibatkan oknum TNI belakang ini dipandang sebagai dampak belum tuntasnya pemisahan kewenangan TNI-Polri. Bahkan, mantan Danjen Kopassus, Letjen (Purn) Sutiyoso menilai masalah itu berkaitan dengan psikologis, terutama bagi TNI.
"Ini mungkin masalah psikologis. Dulu TNI terutama angkatan darat (AD) punya fungsi banyak. Mulai dari keamanan, sampai politik. Tapi sekarang fungsi TNI hanya keamanan," kata Sutiyoso dalam diskusi dengan tema "Kecolongan Aksi Cebongan", di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (6/4).
Artinya kata dia, keamanan ini berkaitan dengan negara. Sementara saat ini sudah lama tidak ada perang kasus yang mengganggu keamanan negara. Akhirnya, TNI menjadi pengangguran.
"TNI jadi pengangguran. Budget sedikit. Kita (TNI) itu anggaran sedikit, apapun pre memory. Kalau latihan, setelah terjun, ngopenin payung dulu, kalau gak diambil petani untuk tenda mantenan," guraunya.
Dikatakannya, TNI juga memiliki detasemen khusus yang disebut Den 81. Namun pasca pemisahan TNI-Polri, semua aksi teror yang terjadi di tanah air selalu yang ditangani oleh Densus 88 yang dikomandoi Mabes Polri.
"Kita punya Den 81, tentunya ini lebih tua dari Den 88 kan. Tapi saat ada aksi teror, tetap saja Den 88 yang maju. Artinya saat ini tentara itu penggagguran. Tapi pengangguran kelas tinggi," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Karena itu, dia menilai dipretelinya kewenangan TNI setelah pemisahan dengan Polri menjadi salah satu faktor yang menyebabkan adanya masalah psikologis bagi TNI. Sehingga terpicu untuk melakukan tindakan-tindakan seperti yang terjadi di OKU, Sumsel, hingga Cebongan.
"UU juga perlu disesuaikan, karena polisi terlalu banyak porsinya. Polisi fokus saja tangani masalah tertentu. Porsinya yang perlu diatur," pungkas pria yang akrab disapa Bang Yos itu.(Fat/jpnn)
Friday, April 05, 2013
Jiwa Korsa Lahirkan Dendam Gerombolan
Sumber KOMPAS.com — Almarhum Sersan Kepala Santoso bukan prajurit sempurna. Namun, ia punya teman-teman yang setia kepadanya walau ia sudah tidak ada. Kasus penyerbuan dan pembunuhan keji di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, adalah buktinya. Santoso dan teman-temannya ditempa latihan keras sebagai anggota Komando Pasukan Khusus dan sejumlah tugas operasi lapangan bersama. Kebersamaan itu membentuk jiwa korsa. Semangat yang selalu mengikat militer.
Tindakan 11 prajurit Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Jawa Tengah, sudah jelas salah. Mereka pun mengakui setelah diinvestigasi. Menurut Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen Unggul Yudhoyono, pada hari pertama tim investigasi bentukan TNI AD bekerja, sembilan dari 11 orang ini mengakui perbuatannya. ”Mereka menyerbu karena jiwa korsa,” kata Unggul.
Adalah prajurit berinisial U yang paling sakit hati. Santoso bukan cuma rekan satu satuan di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan pernah menjadi atasannya. Santoso bahkan pernah menyelamatkan nyawa U yang terdesak dalam sebuah operasi lapangan sebagai prajurit Kopassus. U tidak lupa. Apalagi, anggota TNI Sersan Satu Sriyono, yang sehari setelah insiden di Hugo’s Cafe dibacok kelompok yang sama. Sriyono adalah teman satu angkatan pelatihan komando dengan U. Hampir selama setahun, mereka hidup bersama dalam suka dan duka sebagai tentara.
Hal yang paling membuat marah U adalah proses kematian Santoso. Sendirian ia harus menghadapi 10 orang di Hugo’s Cafe. Tidak hanya dipukuli, ditendangi, dan dipukul dengan botol minuman keras, tetapi saat terluka, Santoso juga diseret-seret dan akhirnya tewas. Kekejian ini mengusik jiwa korsa. Apalagi, Iin, istri Santoso di Palembang, Sumatera Selatan, tengah hamil delapan bulan anak pertama mereka.
Mendengar peristiwa ini, tiga orang yang sedang latihan militer di Gunung Lawu turun, masing-masing dengan membawa sepucuk AK-47. Senapan serbu itu digabung dengan dua AK-47 replika serta pistol sigsauer, juga replika. Dengan cara intelijen, yaitu bertanya-tanya kepada warga masyarakat yang menginformasikan ada konvoi mobil yang dikawal Brimob Polda DI Yogyakarta, kelompok ini mendapat kesimpulan LP Cebongan sebagai sasaran penyerbuan untuk balas dendam.
Dengan dua mobil, Toyota Avanza biru dan Suzuki APV hitam, mereka menyerbu LP Cebongan. Dua anggota Kopassus lain sempat berusaha mencegah dan mengejar dengan Daihatsu Feroza. Namun, mereka tidak tercegah dan penyerbuan tetap dilakukan. U menjadi eksekutor tunggal. Berbeda dengan cara Kopassus yang efisien dengan menembakkan satu peluru pada organ vital, seperti dada dan kepala, kali ini kebencian terlibat. Sebanyak 31 peluru dimuntahkan.
Unggul mengatakan, semua pelaku berpangkat tamtama dan bintara. Mereka terbuka juga terkait dengan barang bukti yang dimusnahkan. Seperti soal CCTV, para prajurit Kopassus yang menjadi tersangka ini mengakui, sebagian CCTV dibakar dan ada yang dibuang ke Sungai Bengawan Solo. ”Kami menemukan sisanya,” lanjut Unggul.
Terkait keterlibatan institusi atau pihak lain, Unggul menyatakan, sejauh ini bukti permulaan hanya mengarah kepada sembilan prajurit Kopassus. Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Rukman Ahmad menyatakan, dibukanya kasus ini secara gamblang adalah keinginan TNI AD untuk transparan kepada masyarakat.
Komitmen TNI AD dan terutama Kopassus untuk terbuka atas kekejian pembunuhan yang dilakukan prajurit Kopassus mendapat apresiasi. Pengamat militer, Andi Widjajanto, menilai, keterbukaan TNIAD ini menjadi indikator terbentuknya budaya militer baru yang tidak lagi menoleransi gerakan pasukan secara senyap di luar garis komando. Namun, harus ada rekonstruksi pemahaman jiwa korsa antarprajurit sehingga tidak bertabrakan dengan hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia. Jiwa korsa tidak lagi bisa menjadi alasan tindakan melawan hukum.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, tidak hanya oleh TNI AD, tetapi juga seluruh bangsa, termasuk parlemen dan Kementerian Pertahanan, untuk menata TNI dalam sistem demokrasi yang menjadikan hukum sebagai acuan. Catatan khusus ditujukan kepada Polri untuk benar-benar menegakkan hukum terkait pelaku kekerasan, seperti premanisme, yang terkesan dibiarkan. Tidak hanya di Yogyakarta kesan ini hadir.
Sumber :Kompas Cetak
Editor :Hindra
Monday, April 01, 2013
Pemuda Aceh Barat tolak "bendera" bulan bintang
Banda Aceh (ANTARA News) - Puluhan pemuda Kabupaten Aceh Barat menolak "bendera" bulan bintang dengan melakukan konvoi kendaraan sambil membawa bendera merah putih di kota Meulaboh, Minggu.
"Aksi konvoi membawa bendera merah putih ini sebagai bentuk bahwa kami menolak qanun (perda) tentang bendera Aceh yang baru," kata Koordinator aksi Taufiq di Meulaboh, Minggu.
Aksi yang berlangsung sekitar 30 menit dan berpusat di simpang Pelor Meulaboh itu sebagai penolakan qanun Nomor 3/2013 tentang Bendera dan Lambang Provinsi Aceh yang telah disahkan DPR Aceh pada 23 Maret 2013.
"Ini juga bentuk kesadaran dan rasa cinta masyarakat Aceh Barat terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, kami tidak ingin ada bendera lain di Aceh," katanya.
Qanun Nomor 3/2013 tentang Bendera dan Lambang Provinsi Aceh, di desain identik bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena itu masyarakat khawatir menjadi awal munculnya konflik seperti yang pernah dirasakan.
Menurut Taufiq, qanun lambang bendera yang telah disahkan tersebut menyalahi aturan PP Nomor 77/2007 pasal 6 ayat 4 yang menjelaskan bahwa lambang bendera Aceh tersebut berbau separatis.
Pasca disahkannya qanun nomor 3/2013 oleh DPRA, kata dia kondisi sebagian wilayah Aceh tidak kondusif karena masyarakat sipil masih trauma dengan konflik sebelum ditandatanganinya perjanjian damai.
"Pemerintah pusat agar dapat mengambil langkah tegas, jangan sampai salah mengeluarkan kebijakan tentang Aceh," kata Taufiq menambahkan.
Editor: Ella Syafputri
Subscribe to:
Posts (Atom)