Saturday, January 27, 2018
Belanda Desak RI Selidiki Kuburan Massal Perang Dunia II di Jawa
Danu Damarjati - detikNews
Amsterdam - Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld mendesak Republik Indonesia (RI) untuk menyelidiki kasus jasad para tentara Belanda yang dibuang di kuburan massal di Jawa. Jasad itu ditemukan di bangkai kapal perang Belanda era Perang Dunia II.
Dilansir AFP, Kamis (25/1/2018), desakan itu disampaikan pada Kamis waktu setempat. Awalnya, pihak Belanda mengetahui soal ini dari laporan yang muncul bulan ini, tentang jasad-jasad manusia yang ditemukan dari tiga bangkai kapal Belanda. Bangkai kapal itu karam saat pertempuran di Laut Jawa pada 1942.
Menurut laporan situs Tirto yang dikutip AFP, jasad-jasad itu dikuburkan di tempat pemakaman tanpa tanda di Jawa bagian timur. Lebih dari 900 pelaut Belanda dan 250 pelaut Indo-Belanda tewas saat Pertempuran Laut Jawa itu. Angkatan laut pihak Sekutu juga menderita kekalahan parah, mereka dikalahkan oleh Angkatan Laut Kerajaan Jepang.
Baca juga: 3 Bangkai Kapal Perangnya Hilang di Laut Jawa, Belanda Minta Ada Investigasi
Bangkai-bangkai kapal itu juga hilang secara misterius. Diduga, bangkai-bangkai kapal itu diangkut dan dipotong-potong besi berharganya.
"Kabar yang tak terkonfirmasi dari laporan belakangan ini, dalam hal ini soal jasad-jasad manusia... akan diinvestigasi lebih lanjut secara lokal," kata Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld.
"Investigasi diperlukan untuk memastikan apakah ada hubungan antara tiga kapal perang Belanda itu," kata Bijleveld dalam sebuah surat kepada parlemen Belanda yang dirilis pada Kamis waktu setempat.
"Pihak Indonesia mengkonfirmasi bahwa mereka sedang melihat lebih dalam terhadap laporan-laporan itu dan membuka kemungkinan tentang informasi terbaru... dan memberi kabar kepada kita bila demikian adanya," kata Bijleveld. "Ini terlalu dini untuk berspekulasi tentang hasil investigasi," kata Bijleveld.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Gig Jonias Mozes Sipasulta menolak berkomentar kepada AFP. "Tak ada keterangan dari saya soal hal ini," kata Gig Jonias.
Pekan lalu, Bijleveld mengatakan pemeriksaan awal yang dilakukan ahli Belanda dan Indonesia tentang hilangnya kapal-kapal perang itu belum memunculkan jawaban pasti. Namun beberapa anggota parlemen Belanda yang marah menilai bahwa respons Bijleveld itu memunculkan kesan "pihak yang bersalah tak akan ditemukan". Demikian dikabarkan tabloid De Telegraaf.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Usut Hilangnya Bangkai Kapal Belanda di Laut Jawa
Indonesia pada mulanya menolak dipersalahkan soal kapal-kapal yang hilang itu. Mereka mengatakan tak pernah dimintai tolong untuk melindungi kapal-kapal itu, maka tak ada tanggung jawab yang diemban. Namun belakangan Indonesia setuju untuk bekerjasama dengan Belanda.
Penyelam amatir menemukan kapal-kapal Belanda yang telah lama hilang pada 2002, alias 60 tahun setelah kapal-kapal itu tenggelam di bentrokan besar angkatan laut masa silam.
Namun ekspedisi internasional yang berlayar ke situs itu terkejut karena kapal-kapal itu hilang. Para ahli mengatakan ada operasi pengangkutan bangkai-bangkai itu di seluruh Indonesia. Operasi itu bervariasi dari operasi komersial yang besar menggunakan derek ke operasi kecil-kecilan menggunakan kapal kecil.
(dnu/dnu)
Wednesday, January 03, 2018
72 Tahun Lalu, Perintah Rahasia Bung Karno dan Cikal Bakal Paspampres
SABRINA ASRIL.Kompas.comJAKARTA, KOMPAS.com — Pada tanggal 3 Januari 1946, sebuah peristiwa bersejarah tercipta. Saat itu, sekelompok pemuda yang selama ini secara sukarela mengawal dan melindungi Presiden Soekarno menjadi saksi sekaligus pelaku sebuah operasi penyelamatan berlangsung.
Mantan pengawal Bung Karno, Mayjen TNI (Purn) Sukotjo Tjokroatmodjo dalam buku 70 Tahun Paspampres mengisahkan, pada akhir tahun 1945 kondisi di Jakarta kian tak kondusif. Kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda saling serang.
Ketua Komisi Nasional Jakarta Mohammad Roem mendapat serangan fisik. Perdana Menteri Sjahrir dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda.
"Karena itu, pada tanggal 1 Januari 1946, Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara," ungkap Sukotjo.
Baca juga: VIDEO: Begini Kerja Paspampres Menjaga Kaesang saat Diserbu Masyarakat Nabire
Pada tanggal 3 Januari 1946, Bung Karno memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta. Sejumlah pejabat negara mulai dari Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya harus segera bertolak ke Yogya. Rombongan meninggalkan Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan kelompok yang bernegosiasi dengan Belanda di Jakarta.
Perpindahan dilakukan dengan menggunakan kereta api berjadwal khusus sehingga disebut dengan Kereta Luar Biasa (KLB).
Perjalanan KLB ini mengunakan lokomotif uap nomor C2849 bertipe C28 buatan pabrik Henschel, Jerman, dengan rangkaian kereta inspeksi yang disediakan Djawatan Keretea Api (DKA).
Rangkaian kereta api ini terdiri dari delapan kereta mencakup satu kereta bagasi, dua kereta penumpang kelas 1 dan 2, satu kereta makan, satu kereta tidur kelas 1, satu kereta tidur kelas 2, satu kereta inspeksi untuk Presiden, dan satu kereta inspeksi untuk Wakil Presiden.
Baca juga: Lenggak-lenggok Paspampres Bergaya Layaknya Ade Rai...
Sukotjo mengisahkan, saat itu perjalanan dimulai pada sore hari dengan KLB berangkat dari Stasiun Manggarai menuju Halte Pegangsaan dan kereta api berhenti tepat di belakang rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Setelah 15 menit keberangkatan, KLB kembali ke Stasiun Manggarai dan memasuki jalur 6. Kereta api kemudian melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25 km per jam.
KLB berhenti di Stasiun Jatinegara menunggu sinyal aman dari Stasiun Klender.
"Menjelang pukul 19.00, KLB melanjutkan perjalanan tanpa lampu dan bergerak lambat agar tidak menarik perhatian para pencegat kereta api yang marak di wilayah itu," tutur Sukotjo.
Tak hanya di dalam kereta, pengamanan juga dilakukan di jalur jalan raya yang bersinggungan dengan jalur kereta. Sebuah gerbong kosong diletakkan sebagai barikade.
Baca juga: Minta Bertemu Jokowi, Seorang Pria Ancam Tusuk Paspampres di Istana Negara
Selepas Stasiun Klender, lampu KLB dinyalakan dan kereta api langsung melaju cepat dengan kecepatan 90 km per jam. Sepanjang perjalanan, KLB hanya berhenti dua kali yakni di Stasiun Cikampek pada pukul 20.00 dan Stasiun Purwokerto pukul 01.00.
Kereta tiba di Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946 pukul 07.00.
Keberhasilan operasi senyap ini pun dijadikan dasar hari lahirnya Paspampres pada 3 Januari.
Subscribe to:
Posts (Atom)