Thursday, May 26, 2016
Lulung Tolak Bongkar Kuburan Massal PKI: Mau Dibangunin?
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan akan membentuk tim pencari kuburan massal korban tragedi 1965. Pencarian tersebut didasari laporan yang diserahkan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) tahun 1965.
Pencarian makam orang-orang yang disebut terbunuh akibat perburuan simpatisan Partai Komunis Indonesia pada 1965-1966 itu dianggap tak penting oleh sejumlah pihak. "Kalau begitu bongkar juga makam mereka yang dibunuh PKI," ujar mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zein di satu diskusi Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu malam, 25 Mei 2016.
Kivlan menyebut komunis kini muncul dengan gaya baru, yang menyusup di antara masyarakat, bahkan pemerintah. "Saya juga tahu kuburan mereka di mana, orang-orang PKI yang terbunuh. Kalau mau bongkar-bongkar dan dilindungi pemerintah, kami lawan."
Kivlan mengaku tak sembarangan menuding sejumlah pihak di pemerintahan sebagai antek PKI. Namun dia menyatakan penolakan terhadap kegiatan yang berbau paham tabu tersebut, seperti pencarian makam massal, juga Simposium Tragedi 1965 yang diadakan pada April 2016.
"Saya tak sebut Luhut Pandjaitan (Menteri Koordinator, Politik, Hukum, dan Keamanan), atau Agus Widjojo (Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional) sebagai PKI, tapi kalau fasilitasi membangkitkan PKI. Kami lawan," ujarnya berapi-api.
Ketua Umum Pemuda Panca Marga, sekaligus Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana, pun menolak rencana pencarian kuburan massal tersebut. "Mana mungkin kuburan dibongkar-bongkar, mau bangunin yang di situ?" ujarnya, Rabu.
Rencana tersebut pun sempat ditentang Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, yang menganggap pencarian korban 1965 hanya akan menimbulkan perpecahan. "Menhan benar kok, mau dapat apa?" kata Abraham, yang akrab disapa Lulung itu.
Dia mengatakan pembongkaran makam korban 1965 bisa berujung pada munculnya intervensi pihak asing. "Kita lihat secara global. Nanti ada negara lain bilang 'Oh, benar pada 30 September (1965) ada pembunuhan terhadap rakyat Indonesia'," ujarnya.
Luhut sendiri menegaskan pihaknya ingin membuktikan kebenaran jumlah korban meninggal seusai peristiwa Gerakan 30 September 1965. Dia tak mempermasalahkan munculnya pihak yang menentang rencana tersebut, seperti Menteri Pertahanan Ryamizard.
YOHANES PASKALIS
Subscribe to:
Posts (Atom)