Wednesday, March 23, 2016
Polemik Supersemar, Mahfud MD minta bangsa Indonesia move on
Reporter : Arie Sunaryo
Merdeka.com - Guru Besar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menegaskan, kedudukan Surat Perintah Sebelas Maret sebagai perwujudan sumber tertib hukum tak bisa ditawar lagi. Hal tersebut, kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013, Mahfud MD, perlu ditegaskan karena masih ada yang mempersoalkan secara yuridis konstitusional Supersemar dianggap telah melahirkan tata hukum baru.
"Bagi hukum tata negara masalah Supersemar dalam sejarah sudah tidak bisa dipersoalkan lagi. Kita harus move on untuk berdamai dengan sejarah, kita harus bisa menerima perjalanan sejarah bangsa sebagai fakta," kata Mahfud dalam Diskusi Nasional tentang Implikasi Supersemar Bagi Peradaban Indonesia, di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (23/3).
Mahfud membenarkan sampai saat ini masih terjadi perdebatan mengenai Supersemar. Paling dipertanyakan adalah mengenai apakah Supersemar menjadi dasar hukum kekuasaan Soeharto, dan menjadi salah satu sumber tertib hukum di Indonesia. Secara politik dan hukum tata negara, menurut Mahfud, adalah benar.
"Kekuasaan Orde Baru dengan produk hukum yang lahir dari Supersemar itu sah. Jika ada yang mengatakan bahwa Orde Baru adalah rezim haram, maka segala yang kita miliki termasuk keberadaan kita juga haram," ucap Mahfud.
Mahfud mengatakan, pendapat menyatakan Supersemar merupakan alat perampokan kekuasaan dan tidak sah, bisa dibantah. Namun, kata Mahfud, jika benar pemerintahan Orde Baru mengambil paksa atau merampas kekuasaan Presiden Soekarno melalui Supersemar, maka pemerintahan itu tetap sah.
"Di dalam fakta politik dan filsafat hukum tata negara, pengambilan kekuasaan yang bisa dipertahankan secara efektif dan mendapatkan pengakuan internasional menjadi sumber hukum," ujar Mahfud.
Mahfud melanjutkan, tanpa melupakan kesalahan Orde Baru, harus diakui Soeharto banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan, seperti sistem ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan.
"Dulu saya juga ikut mendemo Pak Harto karena ada kesalahan, tapi saat ini ternyata lebih salah lagi. Banyak yang menginginkan seperti zaman dulu. Bahkan sekarang menginginkan dikembalikannya Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Semua rezim memiliki kebijakan sendiri. Ada segi positif dan negatifnya," lanjut Mahfud.
Mantan Menteri Koperasi rezim Orde Baru, Subijakto Tjakrawerdaya, pada kesempatan sama mengatakan Supersemar merupakan salah satu tonggak sejarah ideologi Pancasila. Sehingga Supersemar merupakan implikasi dari peradaban.
"Menurut saya Orde Baru itu banyak memberikan kebaikan. Produk Orde Baru mampu memberikan wujud nyata pembangunan peradaban, di antaranya ilmu pengetahuan. Sekarang yang saya takutkan justru menginjak pada keberadaban post modern atau kemunduran," kata Subijakto.
[ary]
Tuesday, March 01, 2016
Kisah anak buah melihat Soeharto seperti kebal peluru saat perang
Reporter : Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Komandan Wehrkreise III Letkol Soeharto memimpin serangan Umum 1 Maret 1949. Dia mencatat prestasi dengan menduduki Kota Yogya selama 6 jam. Serangan Umum 1 Maret berhasil membuka mata dunia tentang aksi Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia yang telah merdeka.
Bagaimana aksi Soeharto memimpin pertempuran? Soerjono, salah satu anak buah Soeharto menceritakannya dalam buku 'Pak Harto Untold Stories'.
"Pada saat itu, Pak Harto seolah-olah memiliki kekuatan mental yang luar biasa. Boleh percaya atau tidak, tetapi Pak Harto seperti tidak mempan ditembak. Pak Harto selalu di barisan depan jika menyerang atau diserang Belanda. Saya sering diminta menempatkan posisi diri di belakang beliau," ujar Soerjono di halaman 99 buku tersebut.
"Saya ingat kata-kata Pak Harto, kalau takut mati tidak usah ikut perang," terangnya.
Soerjono menyebut serangan umum 1 Maret sudah sangat dipersiapkan secara matang. Sejak sore hari para prajurit TNI telah memasuki Kota Yogyakarta dengan menyusup. Pos komando ditempatkan di desa Muto. Malam hari, menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota.
"Sebelum serangan dilakukan, Pak Harto sering mengirim telik sandi (mata-mata) ke Kota Yogyakarta dan Keraton. Para komandan pun sering dipanggil untuk mematangkan strategi perang gerilya," ujar Soejono.
Pagi hari sekitar pukul 06.00, sewaktu sirene tanda jam malam berakhir berdering, serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.
Wilayah barat dipimpin Ventje Sumual, Selatan dan Timur dipimpin Mayor Sardjono, Utara oleh Mayor Kusno. Di wilayah kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, pasukan TNI mengundurkan diri.
"Saya merasakan langsung kepemimpinan Pak Harto sejak perencanaan hingga pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret," terang Soerjono.
Kisah-kisah soal pejuang yang kebal peluru ini memang jadi cerita tersendiri di kalangan prajurit selama perang kemerdekaan. Ada yang benar-benar kebal, tapi banyak juga yang akhirnya mati konyol ditembak musuh gara-gara ditipu dukun.
Sebelum meninggal pada tahun 2008 lalu, Soerjono sempat menyayangkan beberapa orang yang meragukan peranan Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Menurutnya mereka yang mempersoalkan tersebut karena tidak menyukai Soeharto .
"Saya sendiri merasakan keikhlasan Pak Harto pada saat perang dan terus berjuang membangun Indonesia ini. kelak generasi penerus akan melihat nilai-nilai positif yang sudah pasti di Lakukan Soeharto untuk Indonesia," terangnya
Subscribe to:
Posts (Atom)