Saturday, February 28, 2015
M Irwansyah Resmi Jabat Ketua Umum PPM Babel
Laporan Wartawan Bangka Pos, Agus Nuryadhyn
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Panglima Kodam II Sriwijaya Mayjend TNI Iskandar MS melantik M Irwansyah selaku Ketua Majelis Daerah Pemuda Panca Marga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
M Irwansyah yang juga Walikota Pangkalpinang, terpilih pada Musda PPM untuk periode 2015-2019.
Pelantikan Ketua Mada PPM Bangka Belitung, berlangsung di Halaman Makodim 0413 Bangka di Pangkalpinang, Jumat (27/2).
Kegiatan dihadiri Kapolda Babel Brigjen Gatot Subiyaktoro, Danrem 045 Gaya Kolonel Inf Murlim Mariadi, Kapolres Pangkalpinang AKBP Nur Romdhoni Dandim 0413 Bangka Letkol Inf Utten Simbolon, Dandim 0414 Belitung Letkol Inf Marthen, Ketua Umum PPM H Abraham Lunggana (H Lulung), Ketua Harian FKPPI Babel H Tjahyono Mukmin, serta pengurus PPM Babel, Majelis Cabang PPM, pejabat eselon II Pemkot Pangkalpinang, Camat dan Lurah se Pangkalpinang
Tuesday, February 24, 2015
Tatang, Sniper Legendaris TNI di Timor Leste ini Kini Hidup Membuka Warung Makan
PASTI LIBERTI MAPPAPA - detikNews
Bandung - Tatang Koswara (68) hidup seadanya. Pangkat terakhir Pembantu Letnan Satu (Peltu) membuat uang pensiunnya tak besar. Kakek tujuh orang cucu ini pun membuka warung makan di lingkungan Kodiklat TNI AD di Bandung.
Tatang pensiun pada 1994, bersama istrinya Tati Hayati yang dinikahi pada 1968, mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di Cibaduyut. Di ruang tamu berjejer sejumlah medali, sertifikat dan brevet tanda pendidikan yang pernah diikutinya.
Selain uang pensiun dan membuka warung makan, dia juga kadang melatih para sniper TNI. Meski di tanah air tak banyak yang mengenalnya, di dunia militer internasional justru mengakui reputasi Tatang sebagai sniper. Dalam buku “Sniper Training, Techniques and Weapons” karya Peter Brokersmith yang terbit pada 2000, nama Tatang berada di urutan ke-14 sniper hebat dunia. Di situ disebutkan bila Tatang dalam tugasnya berhasil melumpuhkan sebanyak 41 target orang-orang Fretilin.
"Tahun lalu saya selama dua bulan melatih 60-an calon sniper Kopassus. Juga ada permintaan dari Komandan Paskhas di Soreang untuk melatih," kata Tatang yang ditemui majalah detik, 3 Februari lalu di rumahnya.
Setahun sebelum pensiun, ia pernah memamerkan kemahirannya sebagai sniper dengan menembak pita balon di atas kepala Jenderal Wismoyo Arismunandar.
"Waktu itu saya diminta memutus pita dengan peluru yang melintas di atas kepala KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat). Pak Wismoyo tak marah, malah memberi saya uang ha-ha-ha," ujar Tatang.
Mantan Inspektur Jenderal Mabes TNI Letnan Jenderal (Purn) Gerhan Lantara mengakui reputasi Tatang sebagai pelatih sniper. "Pak Tatang adalah salah satu pelatih menembak runduk terbaik yang dimiliki Indonesia. Mungkin saya salah satu muridnya yang terbaik he-he-he," ujarnya.
Sementara Kolonel (Purn) Peter Hermanus, 74 tahun, mantan ahli senjata di Pindad, menyebut Tatang sebagai prajurit yang lurus. Dia mengingatkan agar bekas anak buahnya itu tetap mensyukuri kondisi yang ada sekarang.
"Dia hidup sederhana karena tidak pandai korupsi, tapi itu lebih baik ketimbang punya rekening gendut ha-ha-ha," ujar Peter melalui telepon.
===================
Tulisan selengkapnya bisa dibaca gratis di edisi terbaru Majalah Detik (Edisi 169, 23 Februari 2015)
Saturday, February 14, 2015
Sibuk Valentine, ingatkah remaja Indonesia pada pemberontakan PETA?
Reporter : Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Bagi yang merayakan, 14 Februari lebih dikenal sebagai hari kasih sayang. Sebagian orang memang gemar merayakan hari itu sebagai Hari Valentine, baik bersama kekasih maupun keluarga.
Namun, nampaknya hanya segelintir mengingat peristiwa bersejarah pada 14 Februari. Yaitu tentang pemberontakan tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar pimpinan Shodancho Supriyadi.
PETA dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia pada Oktober 1943. Mereka merekrut pemuda Indonesia buat dijadikan tentara teritorial guna mempertahankan Jawa, Bali dan Sumatera jika pasukan sekutu tiba.
Shodancho Supriyadi, Shodancho Muradi dan rekan-rekannya adalah lulusan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Daidan (Batalyon) Blitar.
Nurani komandan muda itu tersentak melihat penderitaan rakyat yang diakibatkan perlakuan tentara Jepang. Kondisi Romusha, atau orang yang dikerahkan untuk kerja paksa membangun perbentengan di pantai sangat menyedihkan. Banyak yang mati akibat kelaparan dan penyakit disentri tanpa diobati.
Para prajurit PETA geram melihat tentara Jepang melecehkan wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini dijanjikan mendapat pendidikan di Jakarta, tapi ternyata malah menjadi pemuas nafsu tentara Jepang.
Selain itu, ada aturan walau sekelas Komandan Batalyon atau Daidan, tentara PETA wajib memberi hormat pada serdadu Jepang walau pangkatnya lebih rendah. Harga diri para perwira PETA pun terusik.
Dalam buku Tentara Gemblengan Jepang yang ditulis Joyce J Lebra dan diterjemahkan Pustaka Sinar Harapan tahun 1988, dibeberkan persiapan-persiapan yang dilakukan Supriyadi dan para Shodanco lain sebelum memberontak.
Pertemuan rahasia digelar sejak September 1944. Supriyadi merencanakan aksi itu bukan hanya pemberontakan tetapi sebuah revolusi. Para pemberontak itu menghubungi Komandan Batalyon di wilayah lain untuk sama-sama mengangkat senjata. Mereka juga berniat menggalang kekuatan rakyat.
Namun persiapan belum matang benar, Kenpetai atau polisi rahasia Jepang sudah mencium aksi mereka. Supriyadi cemas. Khawatir mereka keburu ditangkap sebelum aksi dimulai.
Malam tanggal 13 Februari 1945, dia memutuskan pemberontakan harus dimulai. Siap atau tidak siap, ini saatnya tentara PETA membalas perlakuan tentara Jepang.
Banyak yang menilai pemberontakan ini belum siap, termasuk Soekarno. Dia meminta Supriyadi memikul tanggung jawab jika pemberontakan ini gagal.
Tak semua anggota Daidan Blitar memberontak. Supriyadi meminta para pemberontak tak menyakiti sesama PETA walaupun tak mau memberontak. Tetapi semua orang Jepang harus dibunuh.
Tanggal 14 Februari 1945 pukul 03.00 WIB, pasukan Supriyadi menembakkan mortir ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira Jepang. Markas Kenpetai juga ditembaki senapan mesin.
Namun rupanya kedua bangunan itu sudah dikosongkan. Jepang telah mencium pemberontakan itu.
Aksi lainnya, salah seorang bhudancho (bintara PETA) merobek poster bertuliskan Indonesia Akan Merdeka. Dia menggantinya dengan tulisan Indonesia Sudah Merdeka!
Tapi Pemberontakan tak berjalan sesuai rencana. Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak. Rencana pemberontakan ini pun terbukti sudah diketahui Jepang.
Dalam waktu singkat Jepang mengirimkan pasukan untuk memadamkan pemberontakan itu. Para pemberontak terdesak. Difasilitasi dinas propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui Shodancho Muradi, salah satu pentolan pemberontak. Katagiri meminta seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas batalyon.
Muradi mengajukan syarat pada Kolonel Katagiri. Pertama, senjata para pemberontak tidak dilucuti. Yang kedua para pemberontak tak diperiksa atau diadili.
Katagiri setuju. Dia memberikan pedangnya sebagai jaminan. Ini janji seorang samurai yang harus ditepati.
Namun janji Katagiri tak bisa diterima komandan tentara ke-16. Mereka malah mengirim Kenpetai untuk mengusut pemberontakan itu. Jepang melanggar janjinya.
78 Perwira dan prajurit PETA dari Blitar diseret ke penjara. Mereka lalu diadili di Jakarta. Enam divonis hukuman mati, enam dipenjara seumur hidup, sisanya dihukum sesuai tingkat kesalahan.
Namun nasib Supriyadi tak diketahui. Dia menghilang tanpa ada seorang pun yang tahu kabarnya. Sebagian meyakini dia tewas di tangan tentara Jepang dalam pertempuran.
Sebagian lagi meyakini Supriyadi masih hidup. Namun pemberontakan Supriyadi menginspirasi anggota PETA dan Heiho yang lain untuk tidak selamanya tunduk pada Jepang.
Slamet Riyadi misalnya, dia lari dari Kaigun (Angkatan Laut Jepang) untuk bergabung dengan Supriyadi. Namun sebelum Slamet Riyadi bergabung, pemberontakan keburu dipadamkan.
"Pemberontakan PETA seperti di Blitar juga terjadi di Gumilir (Cilacap) dan Pangalengan, Bandung," kata sejarawan Petrik Matanasi.
Setelah Indonesia merdeka, Supriyadi diangkat menjadi menteri keamanan yang pertama oleh Soekarno. Namun Supriyadi tak pernah muncul. Tetapi pemerintah mengakui jasa-jasanya dan mengangkatnya sebagai salah satu pelopor kemerdekaan.
[did]
Subscribe to:
Posts (Atom)