Saturday, December 27, 2008

Friday, December 19, 2008

Menhan Nyatakan TNI tidak Semata Pelanggar HAM

JAKARTA--Media INDONESIA (15 Des 2008 ): Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengatakan, TNI tidak bisa dilihat sebagai pelanggar HAM semata, karena perannya sebagai penyelenggara pertahanan negara yang bertugas mengamankan serta menjaga kedaulatan negara.

"Peran TNI sebagai penyelenggara negara yang mengamankan kedaulatan negara, harus dilihat secara utuh, bukan dipukul rata sebagai pelanggar HAM (hak azasi manusia) berat karena dia tentara," katanya, usai Seminar Nasional HAM dan Pertahanan Negara di Jakarta, Kamis (18/12).

Ia mengatakan, tentara memiliki hak untuk menggunakan kekerasan negara atas nama keselamatan bangsa. Ada dua tafsir, yakni kekerasan yang dilakukan pelanggar HAM berat dan kekerasan negara yang sah.

"Hak kekerasan negara dimiliki TNI dan itu sah untuk mengamankan kedaulatan dan keselamatan bangsa dan negara, melawan kekerasan yang dilakukan pribadi atau kelompok tertentu," tutur Juwono.

Menhan menegaskan, berbagai pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu yang melibatkan anggota TNI, merupakan kasus anekdotal sesuai dimensi waktu yang tidak dilakukan secara sistematik, tidak disengaja dan bukan merupakan kebijakan pemerintah Orde Baru.

Semisal kasus Talangsari. Kasus terjadi, karena ada sekelompok orang yang ingin mengubah dasar negara dan karenanya TNI sebagai penyelenggara pertahanan negara, penjaga dan pengamanan kedaulatan negara, melakukan tindakan sesuai perannya.

Tetapi, dalam kasus tersebut seorang perwira menengah dan perwira pertama TNI dibunuh oleh kelompok tersebut. Atas dasar itu, maka TNI bisa melakukan tindakan kekerasan guna melawan tindakan kekerasan pribadi atau kelompok atas nama keselamatan bangsa dan negara, dalam hal ini penggantian dasar negara oleh kelompok tersebut. "Jadi, harus dilihat konteks waktu dan peristiwanya," tegas Juwono.

Hal senada diungkapkan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi yang mengatakan, TNI tidak bisa menjadi stake holder yang harus tunduk pada ketentuan HAM karena TNI juga bisa menjadi korban pelanggaran HAM.

Ia mengatakan, sebuah peristiwa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat jika dilakukan secara sistematis, meluas dan merupakan bagian dari kebijakan negara atau organisasional.

"Sepanjang itu tidak terbukti, maka tidak termasuk pelanggaran HAM berat tetapi pelanggaran pidana biasa. Jadi, jangan dipaksakan sebagai pelanggaran HAM berat oleh TNI. Kita juga harus sportif," ujarnya. (Ant/OL-01)

Wednesday, December 03, 2008

Ketua Legiun Veteran Bantah Aniaya Lurah

Kamis, 14-Agustus-2008, 13:59:38


Dikutip dari : Harian Rakyat Bengkulu.com

BENGKULU– Seorang purnawirawan TNI, yang juga Ketua Legiun Veteran Bengkulu, Asfar Gulam, yang dilaporkan Lurah Surabaya, Fatmawati, S.Sos, telah melakukan penganiayaan, kemarin diperiksa di Mapolsek Teluk Segara. Dalam pemeriksaannya, Asfar Gulam dengan tegas mengatakan kalau tudingan tersebut tak benar. Mengada-ada. Malah menilai jiwa pelapor lagi tak stabil.


Begitu pun ketika ditemui koran ini usai menjalani pemeriksaan, Asfar Gulam didampingi istrinya, menganggap apa yang dilaporkan Fatmawati sebagi fitnah. “Saya benar-benar tidak menyangka, ibu itu (Fatmawati,red) membuat laporan yang tidak saya lakukan.

Jangankan menampar, menyentuh dia saja tidak. Ini suatu bukti bahwa pelapor (Fatmawati,red) jiwanya tidak stabil. Berani melapor hal yang tidak ada sama sekali. Yang hadir dalam mesjid ketika itu ada sekitar 40 orang, mereka adalah saksi yang bisa dipertanggungjawabkan keterangannya,” terang Asfar Gulam di Mapolsek Teluk Segara.

Kendati mengajukan bantahan, Asfar tetap diambil keterangannya oleh polisi. “Saya bersedia memenuhi panggilan polisi memberikan keterangan karena saya memang tidak salah,” tegasnya. Terkait bantahan ini, Kapolres Bengkulu AKBP Drs. Budi Dermawan melalui Kapolsek Teluk Segara AKP Hotlar Nainggolan belum bisa berkomentar banyak. “Ya, silakan saja mengajukan bantahan. Itu akan kita jadikan bahan pertimbangan,” ungkap Kapolsek.

Diceritakan kronologis kejadian sebagaimana versi Asfar. Berawal ada suatu acara keluarhan di Mesjid Alhidjrah RT 8 Kelurahan Surabaya, Jumat (8/8) lalu.

Yang hadir ketika itu, anggota kelompok keluarga Sakinah, majelis taklim mesjid Alhidjrah, perwakilan bidang urusan Agama Islam Kandepag, Ketua RT 8 Surbaya beserta sekretaris, dan wakil pengurus mesjid. Fatmawati, sebagai lurah juga hadir dalam acara tersebut. Di dalam mesjid, masih versi Asfar Gulam, Fatmawati sempat melontarkan perkataan yang membaggakan dirinya. “Oi, elok nian nasib amboko kini. Lah jadi lurah, sebentar lagi jadi camat,” ujar Fatmawati ditirukan Asfar.

Selesai acara, Asfar yang menjabat sebagai pengurus mesjid meminta waktu guna menanyakan pencabutan rekening listrik. Tiba-tiba saja, Fatmawati menjawab. “Ngapo pulo lanang iko datang, awak idak diundang,” sindir Fatmawati ditirukan Asfar lagi. Suasana pun menjadi memanas, Fatmawati memilih keluar mesjid dan menghubungi camat diikuti keluarga Sakinah.

Tak lama kemudian, camat pun datang langsung menengahi permasalahan. “Ibu Fatmawatinya justru tidak ingin berdamai. Baru setelah diimbau pak camat, dia mau berdamai secara kelurahan namun secara pribadi tidak. Kan jelas, siapa yang salah,” kata Asfar sembari tersenyum.

Usai kejadian tersebut, Sabtu (9/8) Fatmawati mendatangi Mapolsek Teluk Segera melapor kalau ia telah dianiaya Asfar Gulam. Versi Fatmawati, penganiayaan itu berawal ketika ia menghadiri undangan acara pemaparan bantuan dana Kasina dari Departemen Agama RI.

Dalam acara tersebut dihadiri para ibu-ibu majelis ta’lim serta perwakilan dari Kantor Wilayah Depag Provinsi. Fatmawati yang duduk bersebelahan dengan Asfar Gulam, tiba-tiba menerima tamparan dari Asfar. Tak hanya menampar, Asfar Gulam disebutkannya mengusir keluar mesjid.(lid)